KOMPAS.com - Ade M Zulkarnain, Ketua Umum Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) mengatakan bahwa saat ini peternak ayam kampung menghadapi sebuah masalah lantaran produksi telur ayam kampung tidak sebanyak yang diperkirakan pemerintah.
Masalah ini datang karena banyak peternak yang memproduksi telur ayam brakel atau telur ayam arab dan menjualnya sebagai telur ayam kampung.
"90 persen telur yang diproduksi dan menggunakan label ayam kampung itu justru bukan ayam kampung. Jadi ada kebohongan publik. Jadi telur itu berasal dari ayam arab atau ayam brakel asal Belgia," tutur Ade kepada KONTAN, Minggu (27/8/2017).
Menurut Ade, hal ini tentu menimbulkan kerugian kepada konsumen dan peternak ayam kampung asli.
(Baca: Pekan Pertama Juni 2017, Harga Daging Ayam dan Telur Merangkak Naik)
Sebab, dengan produksi telur ayam kampung yang sebenarnya sangat kecil harusnya mampu mengangkat harga telurayam kampung hingga Rp 2.000 per butir di tingkat peternak.
"Karena tindakan itu, produksi telur ayam kampung dipersepsi masih tinggi padahal sebenarnya tidak. Karena itu, kami mengusulkan pemerintah melakukan pengawasan dan penindakan terhadap produk-produk peternakan," ungkap Ade.
Asumsi Pemerintah
Lebih lanjut dia memaparkan bahwa harga telur ayam ras berfluktuasi dalam beberapa bulan terakhir.
Namun kondisi tersebut tidak terjadi pada telur ayam kampung dan telur bebek. Menurut Ade, harga telur ayam kampung dan telur bebek masih stabil dalam beberapa bulan terakhir.
Ade mengatakan, saat ini harga telur ayam kampung di tingkat peternak masih berkisar Rp 1.300 per butir.