Mohon tunggu...
Abdul Salam Atjo
Abdul Salam Atjo Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuluh Perikanan

Karyaku untuk Pelaku Utama Perikanan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Inovasi Phronima 40 Hari Panen Sitto

11 Maret 2019   18:04 Diperbarui: 11 Maret 2019   18:50 1762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Udang Windu (sitto) diproduksi dari tambak tradisional di Pinrang

Berdasarkan data di atas, produksi udang windu dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, dimana produksi tahun 2013 menempati produksi terbesar, yaitu 2.973,20 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 237.856.000, meningkat pesat jika dibandingkan produksi pada tahun 2006 yang memproduksi udang windu sebesar 2.269,13 ton dengan nilai produksi Rp. 79.419.550.

Peningkatan produksi ini mempengaruhi peningkatan kesejahteraan pembudidaya udang windu. Namun, dari segi persentase peningkatan produksi dari tahun ke tahun tidak terlalu signifikan.

Hal ini disebabkan karena metode budidaya yang diterapkan oleh pembudidaya didominasi budidaya tradisional dengan kepadatan 10.000 -- 20.000 ekor perhektar. Dimana rata-rata produksi perhektar dengan kepadatan 1 - 2 ekor/m2 yaitu 200 -- 250 kg.

Belum maksimalnya peningkatan produksi udang windu selain karena pembudidaya tidak memaksakan lahan juga karena terbatasnya benur udang windu berkualitas. Produksi benur pada hatchery di kabupaten.

Pinrang belum mencukupi kebutuhan pembudidaya, dimana jumlah hatchery di Pinrang sebanyak 9 buah dengan kapasitas produksi pertahun yaitu 220 juta benur. Sedangkan kebutuhan benur untuk penebaran rata-rata 20.000 perhektar untuk 15.000 hektar tambak yaitu 300 juta benur. Berarti dibutuhkan 80 juta benur harus diperoleh dari luar Kabupaten  Pinrang.

Konsep Eco Shrimp Farming  di masyarakat pembudidaya kian gencar dilaksanakan seiring kian meningkatnya kesadaran untuk menjaga lingkungan dalam melakukan usaha budidaya perikanan. Prinsip ini pula yang kini diterapkan oleh para petambak udang windu di kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Mereka menyebutnya budidaya udang windu ramah lingkungan. Yaitu budidaya udang windu dengan menggunakan pakan alami phronima (Phronima suppa).

Petambak udang windu di Pinrang saat ini telah bangkit. Bertambak cara konvensional di era modern ternyata membawa keberuntungan. Udang windu yang diproduksi dari pakan alami phronima menjadi incaran konsumen di pasar global, karena udangnya padat, sehat, alami dan yang paling penting ramah lingkungan.

Kesuksesan pembudidaya udang windu menggunakan makanan alami phronima di kecamatan Suppa telah didiseminasikan ke kelompok pembudidaya udang yang ada di kecamatan Lanrisang. Ada dua sistem budidaya udang yang dilakukan oleh petambak di Lanrisang yaitu sistem polikultur dengan bandeng dan sistem monokultur udang windu.

Pakan alami phronima menjadi potensi lokal yang mampu menggenjot produksi udang windu. Untuk mengkultur phronima di tambak perlu keterampilan khusus. Sebab jika salah dalam menumbuhkannya  akan menjadi kompetitor bagi udang yang dipelihara.

Karena Phronima ini merupakan semacam udang renik yang butuh pakan alami dan oksigen dalam pertumbuhannya. Tapi, jika tepat dalam penanganannya, maka cukup 40 hari budidaya sudah panen udang windu.

Tidak semua lahan tambak gampamg ditumbuhi Phronima sp. Hewan kecil ini merupakan keluarga udang-udangan (crustaceae) yang masuk dalam genus Phronima sp.,menyukai tekstur tanah dasar tambak liat berpasir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun