Tanpa terasa, sudah lewat sepekan sejak berakhirnya sayembara cerpen horor mandarin II yang diselenggarakan oleh Komunitas Pulpen Kompasiana, asuhan Bang Edward Horas. Dalam lomba kali ini, tercatat ada 18 tulisan terdaftar yang berasal dari 18 peserta lomba.
Jujur, semuanya keren. Kualitasnya bukan kaleng-kaleng. Saya sampai harus membaca berulang kali, untuk menentukan siapakah yang pantas menerima apresiasi.
Sayangnya, hanya ada tiga cerpen terpilih yang berhak mendapatkan hadiah berupa novel Petabhumi: Misteri Tembok Kutukan plus kesempatan untuk mendapat saldo Go-pay sebesar Rp100.000 bagi tiga pemenang utama yang bersedia mereview novel Petabhumi di akun Kompasiana dan Instagram. Â
Tentu, ada yang penasaran, bagaimana sebagai juri, saya menilai lima tulisan terbaik, dan menentukan tiga pemenang utama. Sesungguhnya, tidak mudah. Meski demikian, ada beberapa standar pokok yang pada akhirnya sangat menentukan hasil keputusanku.
Selera tentu menjadi dasar penilaian utama. Namun, ada beberapa faktor lainnya yang tidak kalah penting. Terutama dari sisi tema sayembara: Cerpen Horor Mandarin. Jadi aturannya sudah jelas--cerpen yang disertakan harus berdasarkan budaya, mitos, legenda, dan/atau tradisi Tionghoa.
Sayangnya, beberapa cerpen yang disertakan dalam lomba ini tidak sesuai dengan persyaratan utama. Ada yang hanya menggunakan tokoh orang Tionghoa, tanpa memasukkan unsur budaya, tradisi, mitos, ataupun legenda yang cukup kuat untuk memajukan plot. Sebaliknya, ada juga cerpen yang memiliki unsur budaya dan tradisi Tionghoa yang kuat, tetapi tidak relevan dengan alur cerita.
Nah, daripada penasaran, saya berikan saja review singkat untuk lima cerpen terpilih. Biar ada gambaran, seperti apakah cerpen yang baik versi diriku, sebagai juri.
Cerita Empat Puluh Hari -- Feiren Dina
Premis: Aliong tak pernah benar-benar percaya pada cerita Akong---bahwa jiwa orang mati masih bergentayangan selama 40 hari di dunia manusia. Tapi, sejak kematian kakeknya itu, satu-persatu kejadian ganjil mulai mengusik keyakinannya. Mitos yang dulu terdengar seperti takhayul perlahan menunjukkan wujudnya. Dan, Aliong pun mulai mengerti: barangkali, beberapa kepercayaan memang menyimpan kebenaran yang tak bisa dijelaskan logika.
Komentar:Â Meskipun alurnya sederhana, cerpen ini memiliki plot yang kuat---mulai dari pembukaan, pernyataan konflik, klimaks, anti klimaks, hingga penutupan. Hal itu membuat tokoh utama, Aliong, terasa hidup dan memiliki karakter yang kuat. Ketegangan dibangun dengan pas, tanpa kesan berlebihan, menjadi contoh gaya penulisan cerpen klasik yang tetap relevan hingga sekarang. Kelebihan lainnya terletak pada pilihan tema yang sederhana, tapi berakar kuat dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa.
Pengantin Kertas - Mochamad Iqbal
Premis: Seorang pemilik toko perlengkapan kematian menerima pesanan misterius untuk membuat boneka pengantin kertas bernama Liani. Namun, ketika sang pemesan tidak pernah kembali, keanehan demi keanehan mulai terjadi. Boneka yang tak bisa terbakar, perubahan raut wajah yang menyeramkan, dan gangguan supranatural membuat Tiong Ho terjerat dalam misteri masa lalu yang perlahan mengungkap rahasia kelam tentang dirinya sendiri. Pada akhirnya, tradisi, penyesalan, dan arwah penasaran membawa malapetaka yang tak bisa ia hindari.