Menurut astrologi Tiongkok, penguasa tahunan sudah berganti. Naga sudah turun takhta dan sekarang saatnya Shio Ular yang berkuasa.
Kira-kira setengah tahun yang lalu, saat saya menyadari bahwa 2025 ini adalah milik shio ular, pikiranku mulai terganggu. Bukannya apa, sebagai seorang Tionghoa yang masih memegang teguh kepada tradisi leluhur, ramalan bintang menjadi salah satu hal yang berperan penting dalam hidup. Â
Dan, katanya, sih. Shio ular itu Chiong (tidak akur) dengan diriku yang ber-shio babi. Oleh sebab itu, sebaiknya berhati-hati pada tahun ini.
Kebetulan juga, aku tidak terlalu bersimpati dengan binatang melata yang satu ini. Melihatnya meliuk-liuk  di tanah saja sudah cukup membuat merinding. Belum lagi, konon ada beberapa jenis ular berbisa yang racunnya bisa menewaskan manusia dalam tempo sepersekian detik. Jadi, masih kurang alasan apa lagi?
Lalu, pikiranku mulai berkelana liar, mempertanyakan pendapat para pemikir Cina Kuno, mengapa hewan mengerikan ini bisa terpilih menjadi salah satu wakil dari Shio. Mengapa tidak memilih jenis lainnya yang lebih perkasa, seperti singa atau burung elang. Atau beberapa lagi yang lebih bersahabat, seperti kucing atau gajah.
Mengapa harus ular?
Tentu saja pertanyaan ini tidak akan ada jawabannya. Siapa pun yang terlibat dengan keputusan dalam memilih ke-12 hewan shio, tentu saja memiliki alasannya tersendiri. Lagi pula, tidak mungkin kembali ke masa lalu untuk mempertanyakan alasan para pemikir.
Jadi, gimana, dong?
Nah, untuk menjawab pertanyaan ini, saya mulai mencari referensi. Apa makna ular bagi Masyarakat Tionghoa? Pertanyaan ini mungkin bisa terjawab dengan melihat bagaimana peran ular dalam cerita rakyat Tionghoa, mitologi, serta kepercayaan tradisional, dan tentu saja makna filosofis yang terkandung di dalamnya.Â
Dari hasil penelusuran, ada beberapa kisah yang saya dapatkan. Berikut ulasannya.Â