Selama ber-Kompasiana, penulis merasakan ada yang berbeda dalam mejalani hidup sehari-hari.
Bermanfaat? Tentu, minimal dalam hal berliterasi. Menulis adalah hobi penulis. Namun, belum sempat tersalurkan. Pernah mencoba menulis buku untuk kalangan terbatas. Kepada murid-murid Numerologi tentang filsafat angka.
Namun, karena referensi yang dibaca kebanyakan berasal dari bahasa asing yang tebalnya minta-minta ampun, jadilah tulisan yang dibuat amburadul. Terlalu teoritis.
Pun halnya pada saat menelurkan naskah pertamaku di sini. Baca juga: Metafisika vs Supranatural. Malu rasanya, seperti mempertontokan kemaluan. Eh...
Berkelana di dunia tanpa penghuni nyata, malu-malu kucing masih terasa. Namun, seiring waktu berjalan, tai kucing pun rasa coklat. Mengutip pernyatan almarhum Gombloh tentang cinta.
Iya, jatuh cinta kepada blog bersama ini.
Semakin produktif, semakin banyak teman yang menyapa. Entah muncul dari mana, tapi mereka memang ada. Jadilah penulis dikenalkan dengan yang namanya Komunitas. Diajak oleh Kners Elang Maulana. Tepatnya, KPB.
Belakangan, ada pula Eskabers dan Inspirasiana. Belum pernah kopdar dengan Kompasianers secara langsung, namun hati langsung terpikat.
Ternyata memang benar apa kata Maria Konnikova, psikolog Rusia dalam tulisannya "The Psychology of Online Comment" (The Newyorker, 23.10.2013)
Maria menyimpulkan bahwa, "Perbincangan di medsos adalah menurunnya kemampuan seseorang memahami gestur non-verbal, intonasi, hingga konteks yang berasal dari suara."