Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Misteri Porsi Nasi Padang, Beda di Tempat, Beda Dibungkus

24 Januari 2021   07:23 Diperbarui: 24 Januari 2021   07:50 2015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Porsi Nasi Padang (sumber: tribunnews.com)

Kuliner Indonesia memang terkenal. Meski popularitas internasionalnya masih kalah dengan makanan Thailand, tapi siapa pun yang mencobanya pasti setuju. Enak!

Rendang termasuk salah satu yang mengangkat nama besar masakan Indonesia. Ia dinobatkan sebagai peringkat pertama Top 50 Most Delicious Food versi CNN International tahun 2011.

Jika berbicara mengenai rendang, tidak terlepas dari masakan padang. Sementara untuk menikmati masakan padang, tempat yang paling pasti adalah rumah makan padang.

Masuk ke restoran padang disuguhkan oleh berbagai jenis pilihan, amboi rasanya. Duduk sendiri di pojokan, menikmati campuran gulai dengan nasi putih, lamak rasanya.  

Berbicara mengenai keragaman menu rumah makan padang, nasi putih bukan hanya pelengkap saja. Ia adalah menu utama yang harus disantap bersama-sama. Coba bayangkan jika masakan berkari dimakan tanpa nasi, bagaimana rasanya?

Bagi yang jeli, apakah kamu pernah menyadari bahwa porsi nasi putih pada saat dibungkus bawa pulang jauh lebih banyak daripada makan di tempat?

Ternyata hal ini ada hubungan dengan sejarah bangsa Indonesia sendiri. Konon di zaman Belanda yang bisa menikmati masakan padang di rumah makan hanyalah warga elit, seperti saudagar kaya dan kaum kolonial Belanda. (merdeka.com)

Namun, pemilik rumah makan ingin agar masyarakat biasa juga dapat menikmati masakan tradisionalnya sendiri. Untuk itu, diakalilah dengan cara dibungkus. Porsi nasinya kemudian diperbanyak, agar semakin banyak rakyat bisa menikmatinya.

Akan tetapi, masih dari sumber yang sama, ada versi yang berbeda. Menurut Yurizal, sastrawan asal Padang, kebiasaan ini tidak lain hanya persoalan biaya pelayanan. Jika makan di tempat, biaya pelayanan tentu jauh lebih mahal.

Yurizal juga menambahkan bahwa di kota Padang, membeli makanan apa pun kalau di bawa pulang memang jauh lebih banyak porsinya. Ini hanyalah masalah kebiasaan tanpa ada hubungannya dengan sejarah.

Pernyataan Yurizal juga sejalan dengan Dedi, pemilik rumah makan di kawasan Kedoya, Jakarta. Ia mengatakan bahwa porsi tersebut sudah turun menurun, sekedar budaya, dan dirinya hanya mengikuti saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun