Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mata yang Tidak Lagi Sipit Setelah Sumpah Pemuda Dikumandangkan

29 Oktober 2020   07:21 Diperbarui: 30 Oktober 2020   15:06 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi naskah asli Sumpah Pemuda (sumber: kompas.com)

Sikap ini tidak terlepas dari hubungan yang baik antara pemimpin redaksi Sin Po, Kwee Kek Beng dengan para pemimpin pergerakan Indonesia. Selain memuat notasi lagu beberapa kali, WR. Supratman juga meminta Kwee untuk mendistribusikannya dalam bentuk patritur lepas.

Harian Sin Po (sumber: tirto.id)
Harian Sin Po (sumber: tirto.id)
Selain menjadi yang pertama kali memuat lagu Indoneisa Raya, suratkbar Sin Po juga merupakan koran yang pertama pada masa kolonial yang menggunakan kata "Indonesia" dari istilah "Nederlandsch-Indie" serta menghapus istilah "Inlander," dari semua penerbitannya.

Tak ketinggalan juga seorang pengusaha Tionghoa asal Tulungagung, Jawa Timur yang memuat utuh syair lagu Indonesia Raya dalam buku peringatan lima tahun perusahaan kretek Moro Seneng miliknya.

Foto Pimred Sin Po, Kwee Kek Beng (sumber: mistar.id)
Foto Pimred Sin Po, Kwee Kek Beng (sumber: mistar.id)
Piringan hitam lagu Indonesia Raya kemudian menjadi primadona di kalangan terpelajar diproduksi oleh sahabatnya, Yo Kim Tjan, pemilik orchestra Populair, setelah sebelumnya ditolak oleh berbagai perusaah rekaman di kala itu.

Di rumah Yo Kim Tjan yang terletak di jalan Gunung Sahari no. 37, Jakarta, WR. Supratman dibantu oleh seorang teknisi dari Jerman merekam dua versi lagu tersebut. Yang pertama adalah versi asli dimana Supratman menyanyikannya sambil bermain biola, dan versi yang kedua adalah versi keroncong yang banyak digandrungi saat itu, agar bisa menyebar luas sebagai hiburan.

Foto Yo Kim Tjang (sumber: kompasiana.com)
Foto Yo Kim Tjang (sumber: kompasiana.com)
Sayangnya kopi asli dari piringan hitam ini sudah raib entah kemana, setelah pada tahun 1957, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Kusbini meminta Yo Kim Tjan menyerahkan master piringan hitam lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh WR. Supratman.

Sebelumnya Pada tahun 1953, Yo Kim Tjan mengirim surat ke Radio Republik Indonesia (RRI) untuk memperbanyak kopi lagu tersebut, namun ditolak dengan alasan lagu Indonesia Raya telah menjadi lagu Nasional.

Adapun versi keroncongnya masih disimpan oleh Kartika, putri dari Yo Kim Tjan, hingga ia menghebuskan nafas terakhirnya. Sekarang, piringan tersebut tersimpan di Museum Sumpah Pemuda, sejak November 2014 silam.

Wasana Kata

Kongres Pemuda II dan kebhinekaan sebagai rumusan pentingnya adalah tonggak pergerakan bangsa dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Semangat kebangsaan ini pula yang melahirkan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.  

Tujuh Puluh Lima Tahun sudah Indonesia merdeka, dan 92 tahun Indonesia mengenal nasionalisme dan kebangsaan yang diusung melalui deklarasi Sumpah Pemuda. Seluruh sekat yang didobrak melalui ikrar "bertanah air satu, berbahasa satu, dan berbangsa satu," tidaklah dilalui melalui jalan yang mudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun