Justdating, sebuah lembaga independen melakukan survei mengenai isu perselingkuhan di Asia Tenggara. Dalam survei tersebut, dinyatakan bahwa Indonesia berada pada urutan kedua setelah Thailand, dengan rasio 40% dari pasangan resmi sudah pernah berselingkuh.
Angka yang fantastis, namun ternyata ada perbedaan persepsi. Survei ini mendefinisikan perselingkuhan sesuai dengan pemahaman dari setiap negara tentang arti dari perselingkuhan.
Warga Thailand dan Filipina mendefenisikan perselingkuhan terjadi bilamana sepasang pria dan wanita melakukan hubungan seksual di luar pengetahuan pasangannya masing-masing.
Sementara di Indonesia, wanita dianggap berselingkuh, bilamana ia telah keluar berdua dengan lelaki lain, untuk urusan yang tidak penting, dan tidak diketahui oleh pasangan resminya.
Sementara, kaum lelaki dianggap berselingkuh, bilamana ia telah melakukan hubungan personal dengan wanita, baik langsung, maupun tidak langsung.
Baca Juga: Mendobrak Mitos Perselingkuhan adalah Ranah Kaum Lelaki
Nah, warga negara Thailand menganggap bahwa defenisi perselingkuhan adalah sahih, bilamana telah terjadi hubungan seksual bagi pasutri di luar pernikahan resmi. Hal ini disebut dengan perselingkuhan fisik.
Sementara, di Indonesia, perselingkuhan dianggap telah terjadi, bilamana benih-benih perhatian sudah muncul, dan diwujudkan dengan kontak emosional terhadap lawan jenis yang bukan pasangan resminya. Hal ini kita sebut dengan perselingkuhan emosional atau perselingkuhan hati.
Defenisi Perselingkuhan.
Dalam hal ini, penulis lebih menyetujui defenisi perselingkuhan yang berlaku di Indonesia. Bukan karena penganut paham kolot, namun karena pada dasarnya, perselingkuhan hati ini lebih berbahaya daripada perselingkuhan fisik.
Proses perselingkuhan fisik tidak begitu saja terjadi dengan mudah. Tidak ada wanita dan pria bertemu, yang langsung 'gebak-gebok', kecuali memang tujuannya untuk seks semata, seperti menyewa pelacur.
Baca Juga: Suami Menyewa Jasa Prostitusi, Apa yang Dilakukan Istri