Kabarnya sih, hantu dan para dedemit sudah tidak takut lagi dengan mantra-mantra pengusir setan. Konon, mantra yang sudah terlalu sering mereka dengar ini, sudah dihafal di luar kepala.
Paling tidak itu yang dialami oleh Syafri (nama samaran). Sebelum zaman corona, ia mengadakan wisata bersama teman-teman kantor ke daerah Malino, di Kabupaten Gowa, Sul-sel.
Dalam perjalanan, mereka menyewa sebuah villa yang terkenal angker. Alhasil di malam hari, pada saat gitar dan jagung bakar masih berbunyi, seorang kawan tiba-tiba kesurupan.
Si gadis yang kesurupan tampak bagaikan singa yang melotot dan memarahi seluruh peserta dengan logat setempat. Safri yang agamais, dengan spontannya membaca sebuah ayat yang diyakininya dapat mengusir setan.
Sambil berkomat kamit keringat dingin, sang gadis kesurupan menghampirinya. Dengan mata melotot, sang hantu kemudian berdendang "Tidak takut, tidak takut, aku tidak takutttttt...."
Pun halnya dengan Sasti (nama samaran). Di malam pertama di rumah kosnya, Ia berjumpa dengan hantu yang tampak sebagai seorang gadis yang malu-malu.
Rambutnya yang panjang terurai menutupi seluruh wajahnya. Berdiri diam tak bergerak dan tak bersuara. Sasti yang ketakutan, secara refleks membacakan doa yang sudah diajarkan sejak ia masih kecil.
Berdoa dalam hati tidak membuat sang hantu bergeming. Akhirnya masih dalam keadaan panik, Sasti pun mengeluarkan suara yang keras agar doanya dapat didengar oleh sang hantu. Tetapi yang terjadi, bukannya menghilang, hantu tersebut malah ikut membacakan doa yang sama.
Nah, kisah nyata ini kemudian menimbulkan beberapa spekulasi dari para sahabat yang sedang berkumpul di warung kopi.
Abdul mengatakan, bahwa Syarif dan Sasti tidak cukup 'suci' untuk membacakan doa yang ampuh. Emil mengatakan bahwa seharusnya mereka lebih tenang dan menyerahkan sepenuhnya kepada yang di atas.
Entah yang mana yang benar, namun jika kita dihadapkan pada situasi yang sama, maka kencing terbirit-birit akan menjadi pilihan utama.