Jika ada sesuatu yang paling diinginkan saat sekarang, maka Masker adalah jawabannya. Potongan kain kecil yang berwarna pastel, yang dulunya dipandang sebelah mata, hanya dibutuhkan jika badan meriang, dan itupun rada terpaksa.
Namun cobalah lihat sekarang, bagaimana sebuah keadaan dapat menciptakan pahlawan. Demikian pula dengan sang masker terbuang kini menjadi tersayang, semuanya karena pandemi Covid-19 yang lagi meradang.
Mendapatkan Masker pada jaman now adalah sebuah keajaiban. Mengapa? "Coba saja cari di luar sono, anda akan tahu jawabannya". Bukan hanya para dokter yang membutuhkannya, namun atas nama Pandemi, Â Potongan BH pun (maaf) bisa menjadi masker...
Seperti yang dilakukan oleh Muchtar Sang Montir, karyawan penulis yang masih kekar di usianya yang 60 tahun, konon kabarnya jamu pasak bumi yang masih muda membuatnya merasa jantan.
Awalnya mendapat teguran karena tidak ingin tampil beda dengan masker candaan, kini sekalian saja tampil beda dengan membuat masker buatan yang sudah mendapatkan izin dari sang istri yang aduhai.
Seperti perbincangan kali ini mengenai betapa sulitnya menemukan masker. Bukan warga +62 namanya kalau tidak kreatif. Belum memahami seutuhnya apa kegunaan masker, membuat apa saja yang menutupi hidung adalah wajib adanya.
"Banyak masker dari kain yang dijual di pasar Butung." Begitu ungkapan Lina, sang kepala gudang sambil menunjuk ke arah wajahnya.
"Selain murah, bisa dicuci, dan bisa disesuaikan dengan warna hijab."Â Lanjutnya.
Lah, apa betul? Apakah kain yang dibuat untuk menutup aurat beringus, sudah sesuai dengan standar SNIÂ yang selalu membuat pusing para importir?
"Kalau saya mending yang aman-aman saja." Kata Widya sang Kepala Toko sambil menunjuk ke arah masker dengan lubang penyaring udara yang dibeli disebuah toko alat bahan bangunan terkenal.Â