Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Memfitnah Karma

14 Desember 2019   22:36 Diperbarui: 22 Desember 2019   14:17 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Karma Cartoon#7781 - Andertoons

Kita semuanya tentu mengenal konsep dari Karma. Istilah yang sudah tidak asing ini, memberikan pemahaman umum sebagai segala sesuatu yang kita dapatkan adalah buah (perbuatan) dari apa yang kita lakukan.

Perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang baik dan buruk. Oleh sebab itu, Karma juga terbagi menjadi dua kategori, yaitu Karma Baik dan Karma Buruk.

Namun sayangnya, KARMA cukup sering mendapatkan label sebagai sesuatu yang menakutkan. Sebagai contoh, jika seseorang mendapatkan musibah, maka kata "dia mendapatkan Karma-nya", seringkali menjadi penekanan sebagai akibat perbuatan buruk dari sang penerima Karma. Hal ini lebih dipertegas lagi, jika sang penerima Karma mempunyai track record yang kurang bagus, atau tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan lingkungannya.

Acara TV "KARMA" mengangkat tema musibah, penderitaan, bencana, sehingga perlu untuk segera dicarikan solusi dari seseorang yang dianggap mempunyai kemampuan paranormal.

"Karma" harus dibersihkan, layaknya penyakit menular yang harus segera lenyap dari hadapan kita. Karma adalah sesuatu yang sama levelnya dengan kutukan menakutkan, yang memerlukan campur tangan kekuatan Sang Kuasa.  

Melalui artikel ini, saya ingin memberikan pemahaman mengenai Karma dan konsep keyakinan kebudayaan yang mendasari terciptanya konsep tersebut.

Saya mengutip pernyataan dari Wikipedia-Indonesia mengenai Karma;

"Karma;bertindak, tindakan, kinerja, konsep "aksi" atau "perbuatan" yang dalam agama Hindu dan agama Buddha dipahami sebagai sesuatu yang menyebabkan seluruh siklus kusalitas (yaitu, siklus yang disebut "samsara").

Konsep ini berasal dari India kuno dan dijaga kelestariannya di filsafat Hindu, Jain, Sikh, dan Buddhisme.

Dalam konsep "karma", semua yang dialami manusia adalah hasil dari tindakan kehidupan masa lalu dan sekarang. Efek karma dari semua perbuatan dipandang sebagai aktif membentuk masa lalu, sekarang, dan pengalaman masa depan. Hasil atau 'buah' dari tindakan disebut karmaphala.

Karena pengertian karma adalah pengumpulan efek-efek (akibat) tindakan/perilaku/sikap dari kehidupan yang lampau dan yang menentukan nasib saat ini, maka karma berkaitan erat dengan kelahiran kembali (reinkarnasi). Segala tindakan/perilaku/sikap baik maupun buruk seseorang saat ini juga akan membentuk karma seseorang di kehidupan berikutnya."

Jika kita menilik kepada konsep Karma berdasarkan pemahaman diatas, maka sebenarnya konsep karma ini adalah sebuah konsep keseimbangan. Tidak berpihak kepada kebaikan atau keburukan semata. Sangat tidak sesuai dengan konsep umum yang berlaku di masyarakat saat ini.

Lupakan filsafat Hindu, Jain, Sikh, dan Buddhisme. Saya ingin membahas Karma dari sisi yang berkaitan erat dengan perilaku kita sehari hari. Karma dari sisi yang SEDERHANA.

KITA ADALAH PENCIPTA KEHIDUPAN KITA SENDIRI.

Tuhan adalah pencipta manusia dan kehidupan, dan saya tidak berani menentangnya. Saya takut dan hormat kepada Tuhan, sehingga saya ingin menjadi manusia yang tidak merepotkan Tuhan.

Selayaknya saya menghormati orang tua saya, maka saya akan menjadi anak yang baik baik dan membanggakan mereka. Ayah dan ibu cukup melahirkan dan membesarkan saya saja, dan tidak perlu dibahas lagi. Masa kecil, remaja, dan pertumbuhan, telah dilalui dengan baik, sehingga bekal untuk hidup, sudah cukup untuk menjalani kehidupan yang dewasa.

Kehidupan yang saya jalani ini menentukan kondisi saya saat ini. Saya hidup sesuai dengan harapan orang tua, dan saya cukup nyaman dengan memberikan mereka kebanggaan. Kadang ada beberapa hal yang salah, namun saya memutuskan untuk menyelesiakannya sendiri, dan tidak merepotkan apalagi menyalahkan orang tua saya.

Sekarang bagaimana konsep terhadap Tuhan, agar saya dapat hidup tanpa merepotkan-NYA?

Saya meminjam konsep film "THE MATRIX", sebuah film science fiction tahun 1999, yang menceritakan bahwa dunia dan kehidupan adalah sebuah program komputer yang besar.

Dapat disampaikan bahwa Tuhan (atau alam semesta) adalah sebuah program besar yang mengatur seluruh dunia, kehidupan, dan segala isinya. Program ini sedemikian besarnya, sehingga manusia sulit untuk memahaminya secara langsung.

Namun program besar ini terdiri dari banyak sekali program-program kecil yang dilakoni oleh kehidupan, termasuk manusia di dalamnya. Rangkaian program besar dan kecil ini jika digabungkan, akan memunculkan sebuah konsep yang disebut dengan hukum sebab akibat (atau hukum karma).

Sebagai manusia, kita tidak perlu tahu cara membuat program besar. Kita hanya perlu paham bagaimana cara kerja program besar tersebut, dengan memainkan program-program kecil dalam kehidupan.

Manusia mengetahui pergerakan alam semesta, bahwa siang hari ada matahari yang memberikan cahaya dan kehangatan, malam hari ada bulan, ada empat musim, dan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi setiap musim.

Manusia mengetahui benih-benih keturunan, bahwa menanam biji mangga tidak bisa tumbuh durian, bahwa anak harimau tidak lahir dari rahim kambing, bagaimana manusia bisa hamil, dan lain sebagainya.

Manusia mengetahui sebab dan akibat dari perbuatan. jika haus, maka harus minum. Jika lapar, maka harus makan. Jika lelah, maka harus beristirahat. Jika mau mendapatkan uang, maka harus bekerja.

Manusia mengenal hukum alam semesta, seperti hukum gravitasi, hukum daya listrik, hukum fisika, dan lain sebagainya.

Sepanjang manusia melakukan seluruh program kecil tersebut dengan baik, maka manusia akan dapat menjalani kehidupan dengan baik pula.

Jangan pernah berpikir bahwa ada makhluk gaib yang menunggui bibit mangga supaya tidak tumbuh jadi durian, tidak usah repot-repot mengetahui dari mana asalnya harimau, atau yang mana lebih dulu, telur atau ayam.

Hukum itu Tuhan yang maha kuasa, maha mengetahui, maha pencipta, ada di mana-mana, tapi tidak bisa dibayangkan sebagai dewa yang bisa memenuhi seluruh permintaan kita. Tugas kita berbuat sesuai dengan hukum alam untuk mendapatkan yang kita inginkan. Intinya adalah hukum alam semesta ada dan sudah diatur sedemikian rupa oleh sebuah entitas yang sangat besar, sementara kita adalah pencipta program kecil yang mempengaruhi kehidupan pribadi kita sendiri.

Manusia adalah pencipta kehidupan bagi dirinya sendiri. Pencipta kebahagiaan atau keburukan bagi dirinya sendiri. Yang dilakukan adalah menjalani kehidupan yang lebih baik, dengan memahami konsep hukum alam yang berlaku. Manusia yang menderita adalah manusia yang tidak memahami hukum dari alam semesta, termasuk Hukum Karma.

KARMA ADALAH KESETARAAN DARI SEBAB AKIBAT.

Setelah kita memahami, bahwa kita adalah pencipta kehidupan kita sendiri, dan setiap saat mempunyai pilihan untuk menentukan baik dan buruk, maka konsep kedua dari hukum Karma yang harus kita pahami, adalah Karma merupakan kesetaraan dari sebab dan akibat.

Dalam kehidupan sehari hari, kita selalu mengambil tindakan. Mulai dari bernafas sampai dengan tindakan besar, yang melibatkan orang banyak. Setiap tindakan yang kita ambil, selalu menghasilkan karma. Dalam hal ini, karma terdiri dari 1) Perbuatan yang disebut dengan Penciptaan Karma, dan 2) Hasil yang didapatkan dari perbuatan, yang disebut dengan Buah Karma.

Jika kita tersenyum dan memberikan kebahagiaan, maka dapat disebutkan bahwa kita telah menciptakan karma yang baik, dan jika kita menghina, maka dapat disebutkan bahwa kita telah menciptakan karma yang buruk. Jika kita menerima senyuman dan hati kita berbahagia, maka kita telah memanen buah karma yang baik, dan demikian pula sebaliknya.

Contoh yang saya berikan diatas, adalah konsep sebab akibat, yang sebenarnya juga merupakan konsep Hukum Karma. Dengan demikian, Karma jangan dianggap sebagai sesuatu hal yang mistis.

Sebagai manusia, tentunya kita ingin mendapatkan hal hal yang baik dalam kehidupan, dan hukumnya adalah kita harus memberikan hal hal yang baik juga kepada lingkungan kita. Apa yang ditanam, itulah yang dituai, Karma memberikan kesetaraan dari sebab dan akibat.

MEMBEDAKAN KARMA BAIK DAN BURUK.

Seringkali manusia mengeluh bahwa penderitaan yang dialami adalah akibat dari buah Karma buruk. Apakah konsep ini benar? Setiap saat kita menciptakan karma dan setiap saat juga kita menerima karma. Tidak seburuk seperti apa yang kita bayangkan, terlepas dari apa yang kita terima.

Sebagai contoh, jika kita bernafas, maka otak kita mendapat pasokan oksigen yang cukup. Itu adalah proses Karma, dan ini adalah Karma yang baik. Cobalah menahan nafas untuk beberapa saat, apa yang terjadi? Kita akan pusing dan gelagapan. Dalam hal ini kita telah menciptakan karma yang buruk dan rasa pusing akibat oksigen yang tidak tepasok adalah buah dari karma yang buruk.

Oleh sebab itu, sangat penting untuk menciptakan Karma baik setiap saat. Bagaimana membedakan penciptaan Karma baik atau buruk? Semuanya berawal dari KEHENDAK. Kehendak kita menentukan, apakah Karma yang diciptakan adalah baik atau buruk. Jika kita sedang mengemudi di tengah malam, dan secara tidak sengaja, menabrak seekor kucing, hal ini tidak dapat digolongkan sebagai Karma Buruk, karena kita tidak memiliki Kehendak yang buruk.

Setiap orang pasti mempunyai nilai atas apa yang baik dan buruk. Jika kita melakukan sesuatu, maka perasaan kita atas Kehendak menjadi sangat penting. Ikutilah kata hati, untuk setiap saat mempunyi Kehendak yang baik.

KARMA ADALAH URUSAN PERSONAL.

Banyak yang tidak sadar, bahwa penerimaan Karma baik dan buruk, sebenarnya hanya berada pada level personal saja. Buah Karma tidak memberikan dampak kepada siapapun, kecuali diri kita. Hal ini disebabkan karena Karma sebenarnya hanya berbuah dalam bentuk perasaan, dan selanjutnya, reaksi kita adalah penciptaan Karma baru, dan menentukan akibat terhadap orang orang disekitar kita.  

Kabar dipecat dari perusahaan, adalah buah Karma buruk, hanya sampai disitu saja, dan berlangsung hanya dalam beberapa detik. Reaksi selanjutnya adalah keputusan kita adalah Kehendak dan Kehendak bukan hasil buah karma, tapi penciptaan karma baru.

Jika kita memutuskan untuk larut dalam kesedihan mendalam maka kita akan memperpanjang derita dan sekaligus menciptakan karma buruk yang baru, yang tidak sehat bagi diri kita. (sama seperti contoh menahan nafas). Ini belum termasuk reaksi kita yang dapat memberikan kesedihan bagi orang lain.

Sebaliknya, jika kita legowo menerimanya, maka Karma buruk yang berbuah dalam beberapa detik pun akan hilang. Kita akan merasa lebih "plong" dan orang orang yang kita kasihi pun tidak akan bersedih.

Dengan pikiran yang kacau seperti larut dalam kesedihan, tidak akan membuat kita menemukan jalan keluar yang baik. Dengan bersikap tenang dan memikirkan langkah kedepan, maka kita mempunyai kemungkinan yang lebih besar menemukan jalan keluar yang terbaik.

Dengan mengembangkan sikap batin yang baik, untuk menerima Karma apa adanya, maka efek Karma buruk akan menjadi minimal. Dengan kata lain, kita menderita bukan karena efek dari berbuahnya Karma buruk, namun karena kita mengeluhkan Karma buruk tersebut.

Untuk itu, maka sebenarnya Karma hanya berada pada level personal saja, karena buah Karma yang berbuah, hanya pada level perasaan. Selanjutnya, kita mempunyai kekuatan penuh untuk memotong berlanjutnya penderitaan akibat dari buah Karma buruk yang kita terima. Karma tidak diwariskan.

Bagaimana KARMA dari sisi NUMEROLOGI? 

KARMA (2.1.9.4.1 = 17 = 8).

Energi 8 adalah sesuatu yang besar dan tidak ada habisnya.

Dalam Bahasa Inggris, beberapa kata yang memiliki energi yang sama adalah; GOD, TRUST, FAITH, CREATOR, dan LEGACY.

Dalam Bahasa Indonesia, seperti; ADIL, MASSA, KERAJAAN, KEHIDUPAN, dan JANJI.

SALAM ANGKA

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Pythagorean Numerologist

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun