Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Bersosial dan Beragama

2 Juli 2022   07:32 Diperbarui: 17 Juli 2022   16:50 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: saa.unida.gontor.ac.id

Ungkapan yang menjelaskan tak kenal maka tak sayang. Mungkin itu akan menjadi genap bila segala sesuatunya sudah dikenali sebelumnya.

Untuk menjadi terkenali, seseorang haruslah dapat terjun pada apa yang mungkin belum mereka kenal. Tentu seperti konsep beragama bagi saya, terus terang saya memang tahu agama tetapi saya akui secara jujur saya belum mengenal agama dengan baik.

Menurut pemerintah Indonesia seperti yang ada dalam pelajaran sekolah, agama yang diakui secara sah oleh konstitusi di Indonesia berjumlah enam agama, masing-masing yakni islam, kriten, budha, hindu, katolik dan konghucu.

Sebagai orang yang tumbuh di salah satu desa di pinggiran Kabupaten Cilacap yang terkenal dengan istilah abangan. Bagi saya, "agama" karena tidak diwarisi secara kuat kultural oleh keluarga saya, memang keberadaannya tidak begitu penting meski diluar sana banyak orang yang menomor satukan agama.

Istilah abangan merupakan segmen budaya masyarakat yang hidup mengikuti tataran adat leluhur. Meski saat ini adat leluhur seperti diketahui juga mulai luntur ditelan moderisasi zaman di Jawa. Maka dari itu "Abangan" dalam konteks abad-21 adalah mereka-mereka bukan kalangan yang memegang erat agama, bila dalam konteks Jawa yang umumnya agama mayoritasnya adalah islam.

"Umumnya kalangan abangan merupakan mereka-mereka yang hanya beragama islam di KTP saja. Meski tetap pada saat hari besar agama islam turut memperingatinya dan tetap ada saja yang menjalankan puasa". 

Titik balik dimana saya mengenali agama secara kultural yang digenggam erat oleh masyarakat luar kehidupan desa saya adalah ketika saya merantau keberbagai penjuru kota-kota besar.

Pada saat itu rekan kerja saya seperti orang yang benar-benar mempraktikan amalan-amalan agama terbaik menurut versi mereka. Setidaknya itulah anggapan saya secara pribadi yang berlatar belakang kaum "Abangan".

Saya menjumpai seorang teman tidak mau terputus sholatnya lima waktu. Pada saat suara Adzan berkumandang. Dia langsung teringat sholat dan bahkan jika mereka tidak sedang dijalan, dia langsung bergegas ke masjid terdekat.

Itulah yang mungkin menjadi pemandangan yang asing bagi saya. Terkadang ada masjid dilingkungan saya saja banyak yang kalau siang tak ada suara adzan. Tentu umumnya karena kesibukan orang-orang yang direkomendasikan agama melakukan Adzan untuk memberi tanda waktu sholat.  

Begitu juga kawan-kawan saya yang beragama lain seperti Hindu di Bali karena pada saat itu ditahun 2017 lalu saya juga pernah merantau ke Pulau Dewata. Tetapi pelajaran budaya dan agama dari pulau Bali sangat membekas bagi kesadaran kehidupan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun