Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Apa yang Kita Anggap Budiman

14 Juli 2021   18:36 Diperbarui: 16 Juli 2021   09:57 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah bagaimana sang pengais itu dapat menari ditengah terik panas matahari. Tetapi besi yang menujulang tinggi itu tetaplah kokoh, tidak tersentuh beratnya air hujan. Namun apapun, rasanya tidak ada yang kekal seperti halnya seorang yang hidup.

Tentang para yang katanya budiman disana, apakah benar budiman merupakan sikap yang harus lahir didalam gelapnya kehidupan ini? Lalu bagimanakah kita akan tanggap pada semua bentuk perjuangan menjadi seorang yang budiman?

Yang hebat akhirnya akan lemah, yang cantik akan memudar, dan yang kini tengah menikmati cahaya matahari, engkau memang terbakar, tetapi didalam rasa derita ada harapan manusia hidup bahagia kehidupannya.

Kebahagiaan para pejuang akan mendapat keberkaan di matanya sendiri. Dan setiap dari makluk yang hidup merupakan seorang pejuang dimata kehidupannya masing-masing.

Ibaratnya berlari, harus tahu apa yang membuat kita dan mereka berlari, apa yang di tuju, dan apa yang menjadi hasil dari pelarian itu. Mungkinkah seorang manusia tahu akan apa yang dirasakannya sendiri, lalu menanggapi setiap suara dari laju-lajunya?

Lamunan, tentu membawa pada hingar-bingarnya arah angin yang tertiup oleh kendaraan bermotor. Asap yang mengepul hitam seperti telah menjadi udara yang harus dihirup para manusia yang tak kenal lelah disana bertarung dengan matahari dan aspal kering.

Manusia semakin ia menantang kehidupan, semaikn ia pula tergerus pada rasa menyerah yang setiap saat akan dirasakannya sendiri. Terkadang menyerah adalah pilihan yang terbaik, tetapi pada kenyataannya himpitanlah yang membuat "kemenyerahan" sebagai sebuah aib yang harus diperangi.

Tentu hidup bukanlah sebuah dongeng, dan para pendongeng itu yang menyertakan dorongan pada setiap insan untuk mencapai apa yang diinginkannya, hidupnya seperti kancil yang sebenarnya ingin lari dengan kecerdikannya itu.

Mungkinkah kita adalah seorang pecundang yang telah hidup sedemkian lama? Apakah gerangan yang membuat  kita bersemangat dalam memandang kehidupan yang sebenarnya berputar pada rasa jemu?

Inilah secarik takdir dari pejuang rupiah bernafaskan terik matahari, mengorek aspal yang terjal untuk ditinggali sebagaimana lebah yang ingin terus mengisap sari madu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun