"Dinan kamu yang sabar jangan stress, disel sepuluh ini bukan hanya kamu, saya juga, ujar Agus".
Setiap hari setelah satu hari dari pengumuman itu Dinan tidak doyan makan, hari-harinya dirundung ketakutan akan di eksekusi mati.
Akhirnya hari eksekusi itu datang, grombolan polisi eksekutor menjemput kedua tahanan tersebut dari dalam sel supaya polisi mengaburkan siapa yang akan ditembak mati supaya tidak terang-terangan.
Ditutup keduanya mata tahanan tersebut antara Dinan dan Agus dan masing-masing dibawa ke lapangan eksekusi mati permisan. Dinan sudah ketakutan kepalang tanggung. Ditutup mata dan tidak tahu sedang ada di mana.
Setalah sampai lapangan eksekusi; bersiap dan tahanan kedua tersebut disiapkan untuk eksekusi, bisikan polisi meminta Dinan untuk mengucapkan sepatah dua patah kata terakhir, begitu juga dengan Agus.
Setelah selsai, dor-dor-dor, tiga kali, tergeletak dengan suara auman kesakitan, Agus serasa entah ada dimana. Mungkin mengimajinasikan alam baka karena ketakutan suara tembakan tersebut menghujam jantungnya.
Tetapi eksekusi itu sebenarnya, mengeksekusi pembunuh berantai satu keluarga dua belas orang "Agus", Dianan hanya menjadi pendamping mengaburkan siapa yang akan di eksekusi.
Tetapi imajinasi Dinan serasa dirinya sudah mati, dan setelah ia dikembalikan ke sel, masih tidak percaya dirinya belum mati. Agus pembunuh berantai satu keluarga itulah yang akhirnya dieksekusi mati di lapangan tembak nusakambangan.