Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

G30S, Narasi Besar Politik Indonesia yang Terus Berulang

23 September 2020   08:50 Diperbarui: 23 September 2020   09:52 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keduanya ideologi tersebutlah menurut saya sama sudah "usang" ditelan jaman yang semakin demokratis. Tidak mungkin semua itu dapat diterapkan di Negara demokrasi saat ini seperti Indonesia dan dunia.

Maka tidak lain dari isu-isu mendeskriditkan lawan politik dengan isu-isu PKI, Kardun, Cebong dan bahkan Kampret meminjam istilah kekinian adalah mainan kekuasaan sebagai dalih mengambil legitimasi rakyat.

Sebab PKI sendiri sudah mati sejak 1965 dan Kardun, Cebong maupun Kampret adalah istilah memetakan lawan politik dalam sebuah proyek meraih kekuasan politik.

Memang dalam menunjukan simpati pada rakyat, kekuasaan politik tidak dapat lepas dari ketertarikan pada sesuatu ide. Tetapi apakah hari ini, dalam berpolitik masih relevan berbicara ideologis?

Saat tawaran-tawaran ideologi sendiri kabur dan tidak berbekas sebagai pertarungan ide dalam politik Indonesia kini? Dengan politikus-politikus disana, tanyakan; apakah mereka paham konsep dua ideologi besar, yang sepanjang sejarah menjadi dongeng  perseteruan pikiran-pikiran politik dunia, dimana itu hanya dijadikan sentiment melawan kompetitor politik?

Narasi dalam melawan legetimasi kekuasaan politik di dunia sendiri itulah awal yang memunculkan suatu perang dingin antara antara kedua Negara yang memimpin Blok Barat dan Blok Timur?

Barat yang dinilai sebagai Kapitalis dan timur sebagai Komunis. Bukankah kedua blok tersebut adalah kumpulan Negara-negara yang ingin berkuasa di dunia dengan ideology mereka? Dimana saat itu kedua Negara tersebut menarik masing --masing bloknya untuk mencari kekuatan baru di Negara-negara non blok seperti Indonesia?

Meskipun tidak menjadi sekutu antara kedua blok tersebut. Tetapi dapat mempengaruhi setiap kebijakan dan keputusan politik non blok Negara yang bersangkutan untuk memihak salah satu kekuatan besar blok politik tersebut antara timur dan barat.

Yang akademisi dan politikus dulu sebut dengan istilah neokolonilisme. Dimana jika Negara tidak mau disingkirkan dalam pergaulan internasional, harus berafiliasi dengan kedua blok tersebut memilih salah satunya.

Tetapi kini berbicara sejarah ibarat angin lalu yang sudah tidak perlu dibicarakan lagi hanya mengoek luka lama. Sebab kemanapun dibahas "sejarah" di negri yang dalam politik tidak mengutamakan logika dalam berpolitik seperti Indonesia,  "sejarah" tidak akan pernah ada juntrungan kejelasanya.

"Sejarah politik hanya akan membuat pikiran spaneng dengan narasi ideologi sebagai "sejarah" perlawanan politik dan mencari simpati rakyat, yang akan dibenturkan kedalam narasi sejarah yang sebenarnya hanya dongeng pengetahuan saja".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun