Seharusnya kita berterimakasih pada Puan Maharrani, tanpa ia berbicara pancasila, mungkin figure mister sutarman tidak akan ditemukan.
Tingkah dan polah manusia memang ada saja. Entah itu gejala moral atau gejala psikologis. Apapun itu nyatanya semua tetap dapat dikait-kaitkan dengan isu-isu terkini baik politik. Atau mungkin isu lain yang sama nyatanya itu dicari-cari relevansinya.
Bisa juga apa yang terkait dengan pembicaraan yang sedang ramai disitulah keterkaitan itu. Supaya pembahasannya selalu hangat di telinga masyarakat. Jangan habis dulu isu tersebut, masih harus digodong sebagai Trending topik.
Semoga Sumatra Barat menjadi provinsi yang mendukung pancasila": diucapkan oleh Puan Maharani. Kenyataannya memang benar-benar viral dan menjadi pembicaraan publik yang hangat khususnya di jagad politik.
Benar pada kenyataannya, pembicaraan itu ternyata belum habis di kalangan masyarakat Indonesia khusunya media baik konvensional maupun sosial.
Ramai-ramai membahasanya, membuly, dan membela apa yang disebabkan oleh adanya ungkapan itu, intinya: "provinsi Sumatra Barat untuk mendukung negara pancasila" yang disinyalir tujuannya untuk mendongkrak suara partai PDIP .
Tentu termasuk partai PDIP dan Puan Maharani, bahkan Megawati Soekarno Putri merasakan anak berulah orang tua kepradah. Semua merasakan dampak apa yang disampaikan Puan Maharani termasuk DPD PDIP menarik mundur tidak ikut kontestasi di pilkada 2020 Sumatra Barat.
Oleh sebab itu hangatnya Mister Sutarman adalah bagian kecil dari isu. Dimana kehangatan pada setiap pembahasannya harus tetap menyala mendengar ditelingga dan membaca di mata. Karena memang ini tahun politik, tahun dimana pilkada 2020 sebentar lagi akan berlangsung.
Untuk itu ramai-ramai dunia partai politik membuat cela. Isu tentangnya dienggankan oleh media atau yang mengkonsumsi media itu sendiri untuk di sudahkan untuk tetap dihangatkan.
Kenyataannya semua adalah bahan jualan yang mengasyikan, termasuk penulis sendiri yang menulis tema ini yang agak sedikit membangun narasi "humor".