Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Manusia: Narasinya adalah Konsekuensi?

11 Juli 2020   11:54 Diperbarui: 14 Juli 2020   17:00 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: theduran.com

Tetapi kesadaran dalam pengetahuan itu merupakan suatu hal yang pokok, di mana sebagai "contoh" menjadi manusia agar ia tidak gagal lagi pada pilihan yang akan dipilihnya sendiri.

Mungkin kata-kata ini seperti abstrak di dalam setiap pembacaannya. Namun yang perlu diingat, apapun tulisan seorang manusia, ia bukan saja terinspirasi dari kadar-kadar sosial yang membawa pada imajinasinya, tetapi pada tatapan realitasnya sendiri, yang kata-kata itu melahirkan sebuah pemikiran yang patut untuk dikaji.

Dan pengetahuan seperti menjadi kompas yang di dalamnya, yang terbentuk sebagai suatu kesadaran baru bagi manusia. Memang dalam mendengarkan orang lain, manusia hanya butuh kesadaran dalam mendengarkan dirinya sendiri, tentu di sini bukan manusia satu menuruti manusia lainnya, tetapi menjadikan pandangan orang lain sebagai bentuk kesadaran yang lain dari dirinya juga "patut" untuk diperhitungkan.

Adakalanya di balik orang lain adalah neraka yang dikumandangan "Jean Paul Satre" melalui karyanya tidak dapat disemaatkan pada orang-orang yang telah mencapai kesadaran. "Manusia memang butuh orang lain sebagai cermin, di mana sudah tepatkan tindakan yang harus kita "manusia " lakukan?

Inilah mengapa orang lain memang harus didengarkan setidaknya untuk menjadi tanda bahwa; "kita tidak akan terlalu jauh bertindak ceroboh dalam menentukan pilihan. Karena memilih pilihan sama halnya; manusia akan dihadapkan pada kebahagiaan dan penderitaan sebagai manusia."

Menjadi manusia berarti dia berkuasa atas dirinya sendiri, namun tentang kuasa-kuasa yang akan mereka implementasikan dalam memandang hidup itu sendiri, apakah pengalaman yang berulang-ulang tidak akan menyadarkannya dalam menanggapi kuasa untuk pilihannya tersebut; sebagai yang sang katanya menjalani hidup itu berperan sebagai manusia?

Tentu ini bukan sesuatu yang mudah untuk dimengerti, terkadang pengalaman saja tidak cukup menyadarkan manusia yang memilih dengan kehendaknya sendiri secara terburu-buru.

Ada saja manusia yang harus mengalami pengalaman tertentu untuk menyadarkannya, tetapi tidak semua pengalaman itu menyadarkan bagi manusia-manusia yang belum mampu menyadarkan dirinya sendiri. Sebab pengalaman saja tidak pernah cukup untuk menyadarkan satu manusia.

Ambilah sebagai contoh pada suatu kasus yang harus berulang-ulang. Jika di dalam pandangan keyakinan transendental Hinduisme atau Budhisme memandang ada lingkaran samsara bagi manusia untuk menguji kesadarannya, mungkin seperti itulah hidup manusia memilih apa yang dipilihnya sendiri bersama konsekwensinya.

Manusia secara alami merasakan; apa yang dia perbuat, ia akan selalu menerima konsekwensinya dari diri dan untuk dirinya sendiri seperti demokrasi yang diciptakan dari dan untuk masyarakat.

Seperti manusia yang memilih menikah lalu memilih untuk bercerai. Yang kemudian menikah lagi namun bercerai lagi, mungkinkah dalam hal ini pengalaman akan sebuah perceraian itu bukan langkah yang buruk dipilihnya? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun