Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Krisis dan "Ngerinya" Jokowi, Bagaimana Pesan Masyarakat?

10 Juli 2020   12:15 Diperbarui: 16 Juli 2020   18:51 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: merdeka.com

Jika dipikir dan dirasa dimasa pandemi ini, tidak ada yang tidak akan teriak "ngeri", semua orang yang terdapak pasti juga "ngeri" termasuk saya yang juga terkena PHK atau pembehentian kerja akibat dari wabah covid-19.

Tetapi atas dasar kengerian itu, mungkinkah aturan-aturan yang justru membuat mengerikan lagi, ditambah ketika pembatasan sosail masih dibatasi, akhirnya membuat perekonomian mati akan dibiarkan saja berlarut-larut tanpa kepastian seperti saat ini? Yang nyatanya saat ini masih; "semua masih riskan dan takut untuk memulai lagi geliat ekonomi karena aturan yang masih setengah-setengah dijalani"?

Pabrik-pabrik sudah lambat berproduksi, masuk sekolah belum juga dimulai, dan potensi membuat krumunan dari hiburan serta hajatan dibatasi. Pertanyaannya, masihkan kita semua takut akan pandemic ini yang tidak tahu kapan akan berakhir meskipun kita akan dilanda depersi?

Takut boleh saja, mati pun pasti terjadi pada setiap mahkluk yang hidup, tetapi yang harus dipikirkan ketika apa-apa dibatasi dan akhirnya mematikan ekonomi, bukankah ketika ekonomi lumpuh tidak ada kegiatan ekonomi, juga membuat suatu kegiatan bagi masyarakat terhambat?

Memang pro dan kontra menjadi hal yang biasa dalam tatanan masyarakat dewasa ini. Ketika kita merekam semua orang yang sedang berbicara, mengkritik, atau memberi saran, semua tidak akan pernah ada habisnya. Karena apa yang diperluakan saat ini adalah bangkit, memulai lagi geliat ekonomi yang secara tidak langsung juga membuat giat masyarakat tumbuh kembali.

Bukan apa, ketika giat masyarakat tidak kunjung terjadi, menganggur disana-sini, tidak kunjung ada pendapatan untuk akomodasi hidup, masyarakat akan rentan terhadap apa yang dinamakan dengan depresi. Pandemi covid-19 jika terus ditakuti, ditambah lagi dengan pemeberitaan yang kurang berimbang untuk dikonsumsi, kata ngeri tidak hanya terucap dari mulut seorang Presiden nanti , tetapi mulut-mulut masyarakat yang frustasi menikmati dunia, yang sudah tidak dapat dinikmati dengan kata takut yang justru mematikan daya gerak serta kreatifitas manusia.

Benar yang diperlukan saat ini adalah kesehatan, tetapi apa artinya sehat dikala masyarakat saat ini rentan sekali terhadap "depresi" sudah tidak ada kegiatan juga pendapatan? Bukankah protocol kesehatan yang digencarkan cukup untuk membuat masayrakat jaga diri, bagi siapapun yang masih mencintai dirinya sendiri?

Meskipun buka dibatasi pusat perbelanjaan sudah ramai, tempat wisata seperti pantai juga sudah ramai dipadati, dan apa yang kita tunggu lagi? Masyarakat ingin bekerja lagi, ingin berpenghasilan lagi, ingin ada kegiatan lagi, apakah masyarakat harus terus mengkonsumsi media yang isinya berita dari pemerintah dimana berita-berita tesebut adalah dasar dari ketakutan dan kengerian masyarakat saat ini ditengah wabah pandemi covid-19 yang tidak pasti?   

"Kemarin (09/06/20) saya membaca artikel berita di detik.com Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang mengaku ngeri jika ekonomi dunia krisis tahun ini, yang akan berdampak bagi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu Jokowi meminta mentrinya giat bekerja seolah-olah Indonesia sudah krisis".

Tetapi saya kira diawal-awal penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Bersekala Besar) kehidupan kota sudah mulai krisis, tetapi berbeda dengan pedesaan, karena pertanian masih jalan, krisis tersebut tidak terasa, PSBB di Desa sendiri tidak begitu mempunyai efek, hanya aparatur Negara seperti polisi dan sebagainya yang memang patroli dan membuat suatu aturan sendiri menerapkan jam malam di titik-titik keramian di desa.

Saya berpendapat, jika memang Presiden serius menggiatkan kerja kementrian melaui anggaran dan sebaginya, salah satu factor berpengaruh terhadap penyerapan anggaran untuk perekonomian tentu pertama sekali langkah yang harus dilakukan adalah meniadakan lagi aturan-aturan pembatasan sosial ke keadaan "normal" kembali menerapkan gaya protocol kesehatan.

Tugas Negara untuk terus melakukan kampanye protokoler kesehatan dan kembali kepada Negara pula menjamin kemungkinan yang terjadi ketika adanya lonjakan pasien covid-19 naik. Jika pemerintah tidak berani membuat aturan, tetapi berkoar-koar takut, ngeri dan sebagainya minim dalam tindakan yang efektif, saya kira hanya akan membuat kebingungan masyarakat saja dan membuat potensi bukan hanya krisis namun juga deperesi social yang tinggi dimasyarakat.

Atau mungkinkah pemerintah memang belum siap menerima resiko apapun dalam berbagai hal, krisis tidak ingin, kemungkinan covid-19 tidak siap infrastructure kesehatannya. Dan apa yang saat ini terjadi dan dirasa oleh masyarakat jika terus mengkonsumsi media, serta berita-berita yang dipaparkan pemerintah dengan krisis, peningkatan pasian covid-19 dan lain-lain, sifatnya tidak meneduhkan masyarakat yang sedang bingung saat ini bagaimana berpikir ekonomi dan kegiatannya yang lumpuh.

Wacana akan potensi krisis, sikap kengerian serta gejolak sebenarnya yang ada dimasyarakat memang harus ditentukan dalam tindakan dan aturan. Bukan aturan yang mengekang, juga tindakan yang menakutkan, semua sudah berteriak untuk kembali bekerja dan memperbaiki ekonomi yang lumpuh. Saya yang terkena PHK saja sudah mulai bingung, mengadakan kegiatan tetapi tidak berpendapatan uang untuk akomodasi hidup sama saja akan membuat depresi yang ada hanya pengeluaran tidak ada pendapatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun