Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kebijaksanaan sebagai Pria dan Wanita

14 Agustus 2019   17:45 Diperbarui: 26 Agustus 2019   19:14 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: balebengong.id

Berbeda dengan pria yang harus belajar banyak pengetahuan, menjadi pertapa-pertapa untuk tenang dalam permainannya. Dan juga sikap pengendalian-pengendalian diri yang harus mereka lakukan, agar tidak jatuh terpuruk didalam penderitaan yang berat, membuat hidupnya tertekan oleh hasrat permainannya sendiri menjadi.

**

Tidak ada pria yang kuat, tidak ada juga pria yang superior mendominasi dunia. Aslinya, semua pria adalah penakut dalam setiap apa yang akan dipermainkannya, termasuk dalam menangani secara terarah hidupnya sendiri. Cenderung ragu-ragu, bingung, bahkan butuh sentuhan kebijaksanaan alami yang wanita punya untuk dia "pria" semangat dalam menjalani hidupnya.

Yang terkadang menjadi suatu budaya poluler kini bahwa; pria adalah kepala rumah tangga yang keputusannya harus dijalankan oleh semua anggota keluarga termasuk dirinya sendiri "pria". Tetapi tunggu dulu, apakah itu benar setiap keputusan ada pada pria, bukan wanita yang berperan dan penting?

Aku masih ingat bagaimana seri kolosal "Angling Dharama" yang menarasikan antara raja dan ratu dalam keadaan setelah menikah. Dialog yang menarik, sang ayah dari ratu itu berkata; "polah istri "wanita" mempengaruhi polah sang suami "pria". Istri yang serakah akan membuat suami menjadi lobah, lain bila seorang istri arif dan bijaksana, akan membuat suaminya cinta terhadap rakyatnya "kemanusiaan".

Kekar, jarang menagis, dan keras merupakan tanda sangat lemahnya pria, ia sering terjatuh bahkan di dalam keputusan paling krusial hidupnya sendiri. Pria sangat butuh wanita mempercayainya, bahkan perlu ada wanita yang benar-benar mempercayai bahwa; "pria menjadi kuat karena sugesti dari wanita yang aslinya, "pria" tanpa sugesti menjadi pria yang sangat lemah.

Bahkan untuk keputusan menikah sekalipun yang sangat penting untuk hidupnya, pria perlu kebijaksanaan wanita bahwa; mereka "wanita" mempercayakan dengan yakin pria tersebut adalah teman hidupnya yang akan diterima oleh wanita baik susah maupun senang. Itulah yang diinginkan pria dari wanita. Bukankah itu tanda dari suatu kelemahan menjadi pria itu sendiri, tentang hidup perlu pengakuan terlebih dahulu untuk menjadi kuat? Anak kecil itu adalah pria, karena sampai kapapun pria selalu anak-anak di mata wanita.

Sebagai pria itu sendiri, aku pun menyadari, akulah "pria" manusia yang lemah itu. Butuh dipercayakan oleh wanita untuk memandang keputusan yang besar dalam hidup ini. Bahkan untuk menikah itu sendiri. "Wahai pria lemah, berterimakasihlah pada wanita yang telah mempercayakanmu sebagai teman hidupnya, pertahankanlah ia, hormatilah ia sebagaimana ia adalah peran dibalik "peran" yang sedang dijalani dalam hidupmu saat ini".

Bagaimana dengan aku? aku pun butuh kebijaksanaan wanita untuk mempercayaiku sebagai teman, tidak peduli bagaimana latar belakang wanita tersebut. Aku percaya bahwa hati semua wanita itu baik dan bijaksana. Dan aku butuh wanita baik dan bijaksana itu mempercayai diriku untuk tetap tegak berdiri walapun aku sebagai pria tetap anak-anak dimata wanita. Tidak peduli apapun, Aku lemah, dan aku harus ikut wanita yang mempercayaiku sebagai "pria" yang bijaksana itu. 

***

Singkatnya, setiap keputusan dalam hidup ini memang ada pada wanita, tentang para sekrumunan manusia rumah tangga disana, mereka "keluarga" akan hancur bila ibu dari anak-anak mereka rusak dan tidak bijaksana. Peranan yang sentral, tidak ubahnya menjelma sebagai peranan wanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun