Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Selamet" Nama Ke Dua Manusia Jawa

19 Juli 2019   13:58 Diperbarui: 21 Juli 2019   08:23 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: suaramerdeka.com

Setelah kita sadar berada pada akhirnya, biarlah semua itu menjadi jalan takdir yang tidak akan bisa dilawan lagi. Selamet dalam filosofi Jawa berarti keselamatan, terkadang juga ada orang yang menafsirkannya sebagai tanda kesejahteraan.

Aku telah mengenal dia, aku mengenal dia sepanjang hidupku. Dia pribadi dengan dua nama, nama kecil yang terlupa, tetapi masih abadi dalam pergaulannya.

Saat dia menjadi formal namanya terbagi menjadi dua. Namanya sendiri akan menjadi, ketika ingatannya tumbuh kembali. Masa lalu sebelum nama "Selamat" mungkin akan terlupa. Namun banyak yang terkenang, bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk juga keluarganya, tetangganya, bahkan gosip yang konon akan menghacurkan hidupnya.

Jika gosip itu benar, malang sekali nasibnya. Ia tidak akan berada sejauh kehidupannya kini, sampai sekarang di jaman milenial.

Saat muda sebelum "Selamet", dia adalah kepolosan, menunggu sesajen dari rumah Nenek yang masih memegang erat budaya Kejawen. Disamping bubur merah, aroma kemenyan, dan bunga-bunga, ada pisang yang lezat untuk dilalapnya, ketika pagi tiba sebagai bahan santapan "Selamet".

Meskipun kata orang bekas Sesajen itu hambar, dia "Selamet" tidak berpikir sejauh itu. Makanan itu untuk insan yang hidup, dalam wadah. Manusia perlu makan untuk hidup, dan tidakkah kita harus berkata tidak pada makanan? Walaupun katanya itu bekas aktivitas kegaiban? Jika kita percaya kegaiban, bukankah kita juga lahir dan mati untuk kegaiban pula? Kita berasal dari yang gaib, kembali pula pada kegaiban itu sendiri.

Selamet kecil sering berpergian, kesawah-sawah. Mencari ikan, mencari kesenangan, dan segalanya pencariannya adalah permainan. Dia "selamet" mandi di kolam bersama teman-teman. Mengambil mangga punya tetangga yang jauh dari rumahnya. Dibelakang kandang ayam, nan banyak disana ayamnya.

Pemiliknya yang murah hati, tidak segan berbagi meskipun mangganya akan dicuri. Pemiliknya datang kemudian mengambil sebuah bambu, dia mengambilnya untuk kita. Dilemarnya mangga itu kesawah, masing-masing dari kami mencari, seperti menggali harta karun, "manga" yang manis, kenangan masa kecil yang indah itu.

Kami masih disawah, ada banyak Traktor yang menanti kita disana. Sawah tempat bermain yang bebas. Tidak peduli kami pulang akan dimarahi oleh orang tua kami. Kami senang walaupun berkotor-kotor ria. Karena berkotor dilumpur sawah itu baik, tanpa takut. Yang namanya kesenangan itu tidak akan ternoda. Mulailah kami mengikuti traktor itu, kami mencari belut disemak-semak tanah yang digali tlaktor.

Dan benar saja ternyata belut banyak. Meskipun tidak tahu akan dimasak atau tidak buat lauk dirumah tapi kami saling berebut. Kejelian mata dan kecepatan respon kita bisa sebagai pertanda. Jika kita cepat kita dapat banyak namun tidak semua yang keluar itu belut. Kami "sial" jika kami mengkap ular yang kami kira adalah belut. Kaget dan harus cepat melemparkan, biarlah ular dilempar sejauh mungkin agar dia tidak kembali tertangkap lagi.

Jangan terlihat bingung, Selamet kecil hanyal kesederhanaan keinginannnya untuk tetap hidup. Hanya bawah sadarnya yang bermain. Masa kanak-kanak adalah masa permainan dan masa penantian yang elegan. Setiap hari ditunggu, dengan teman-teman bermain bola dipekarangan yang kosong. Bermain kelereng ketika menang dijual kembali dan mendapat uang.

Pernahkan kalian seperti "Selamet" kecil? Sepertinya saat-saat itu adalah saat-saat yang berbahagia. Tidak ada permainan online di Gadget, hanya Dindong. Jika ingin bermain harus mencelupkan koin di lemari Dindong itu. Ya, ingat, koin seratus rupiah dengan gambar Gunung di belakangnya. Aku mengira hanya koin itu yang bisa digunakan untuk bermian dingdong kala itu.

Setiap era kejayaan pasti akan ada habisnya seperti halnya dingdong. Iapun berevolusi sebagai Tendo. Dan apa permainan Tendo yang kalian suka? Ya, pasti Supermario dan Thank Baja yang bermain dijalur petak umpet saling menyerang untuk menang. Dan apa nama permainan itu? Aku pun tidak tergambar jelas untuk mengingatnya.

Ingataku hanyalah era Dingdong sudah habis. Toko penyewa Dingdong tutup, permainan elektronik kita "manusia kecil" berganti. Walaupun tetap jika kita bosen ada Kelereng untuk bermain, Karet-karet yang ditiup masuk bundaran yang dikelowongi, siapa jago akan dapat banyak karet.

Masing-masing dari kita memasang, jumlahnya kita tentukan tergantung kesepakan. Berapa kita akan mulai? Dan Selamet kecil tetap pada jalur kemenangnya, sampai banyak koleksi karetnya. Saat itulah Judi yang tidak dianggap dosa. Padahal dia menang, punya banyak karet yang akan dijual lagi sebagai "transaksi" untuk anak-anak kecil dapat bermain lagi.

Terkadang aku pun ingin bertanya pada bintang-bintang jauh disana? Apakah seseorang yang berjudi dengan senang disebut juga para pendosa? Apa yang mereka judikan adalah kesenangnya dan kenapa mereka salah? Apa bedanya dengan anak kecil yang bermain untuk kesenangan permainannya?

Kartu-kartu permainan, para penyabung ayam, mungkin mereka hanya mengingat kesenangnyannya sewaktu kecil. Mereka meneruskan tradisi kesenangnya. Ingatan masa kecil dibawa sampai dewasa dan uang sebagai taruhannya.

Bukankah kesenangan dunia itu dalam bentuk uang? Uang dapat membeli segalanya, yang membuatnya pikiranya senang, egonya tergoda, dan menjadi tenar banyak ketertarikan menarik dirinya.

Setiap orang butuh uang, terkadang uang-pun adalah kesenangan bagi yang membutuhkan kesenangan melalui uang, untuk membeli apa yang membuatnya senang.

Tetapi ini semua hanyalah bualan sederhana dari perjalanan yang kecil menjadi dewasa. Apa yang terjadi dimasa kecil sepertinya terbawa indah dalam ingatan. Aku jadi ingin bertanya, apakah ada kaitannya permainan masa kecil dan perjudian, sebagai ajang memonopoli ekonomi di waktu mereka dewasa sebagai manusia?

Terlalu jauh mungkin aku berteori. Sama sekali aku tidak punya kapasitas untuk mengabsahkan teori itu. Karena aku seorang pengamat, dan apa yang sedang aku amati hanyalah anak kecil, yang akan bertrasformasi dalam kehidupannya, waktunya dan kesempatan-kesempatannya.

Seorang yang besar, berpengaruh, dan pencahaya terang untuk kehidupan berawal dari anak kecil. Seperti dalam seri drama kartun krisna kecil dari India. Ketika masa kecil indah dan bersahaja mungkin diwaktu dewasa akan menjadi manusia yang mulia.

Bukan mulia dalam arti gila harta, tahta dan wanita, bukan juga mulia yang gila hormat demi keegoisan nama besarnya. Krisna kecil membantu orang tuanya diladang, begitupun dengan Selamet kecil yang membantu orang tuanya diladang.

Krisna kecil seorang yang pemberani, pemimpi dan pembantu yang bijak bagi para temannya. Mungkin "Selamet" kecil tidak sesempurna itu, ada kalanya dia jadi anak kecil yang biasa juga. Selamet kecil hanya membantu dan sesekali dia menjadi Singa yang ganas untuk kakaknya. Sedikit mengatur dan amarahnya terbakar, jika kakaknya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.

Selamet cenderung ingin memimpin dan menjadi yang paling terang bersaing dimata orang tua. Selamet kecil adalah anak yang manja. Selamet kecil masih tidur bersama ayahnya. Sampai dia kelas empat, dia tidak berani tidur sendiri.

Bedebah bahkan sampai dewasa-pun agak riskan tidur sendiri. Baginya sendiri itu menakutkan pikirannya. Mak lampir dan grandong yang dulu menakutinya. Tetapi heran setelah dewasa ia terus menontonnya.

Tentang yang menarik dari Mak Lampir sebenarnya adalah pelajaran alur ceritaya. Tentang Mataram Islam berjaya pada jamannya dan akhirnya terpecah belah karna kecerobohan siasat politiknya.

Tidak ada yang sempurna dari manusia dan bangunan-bangunan hidupnya, termasuk juga masa kecil yang berlalu begitu saja. Sepertinya benar hidup adalah pembelajaran dari masa ke masa bagi yang mau mempelajarinya.

Sepenggal-sepengal masa lalu Selamat merupakan cikal dimana dia adalah bakal dari seorang manusia yang besar hatinya. Dia lahir dari keluarga yang kecil, sederhana bahkan penuh drama.

Kekerasan, himpitan ekonomi dan bahkan kucilan-kucilan dari para tetangga. Tetapi kegigihan orang tuanya, sebagai anak terkadang memandang sebelah mata namun apa yang hendak dikata?

Ketika, ia juga akan menjadi orang tua pada akhirnya. Anak mungkin akan menyalahkan kehidupannya jika tidak sesuai dengan konsep pikirannya. Tetapi seorang anak juga harus sadar. Setiap pribadi terlahir sendiri, meski kau orang tua, jadilah orang tua yang bebas tanpa memaksa anak.

Jika kau menjadi orang tua tidak punya sesuatu yang akan membawa anakmu menjadi dirinya yang utuh, rangsanglah dia dengan sejengkal pengertian. Cahaya akan menuntun setiap jiwa termasuk jiwa yang ada dalam tubuh siapapun. Biarkan dia anak kita mencari dirinya sendiri, untuk menjadi dan semakin menjadi apa yang menjadi tujuan dalam kehidupannya.

Bila mana kau adalah orang tua yang punya, lakuanlah apa yang bisa kau lakukan. Jangan pernah renggut ekspresinya. Bantu dia untuk menemukan dirinya sendiri. Mungkin dia adalah penari-penari telaga yang bahagia kelak atau bisa juga para pemandu rohani yang dihormati.

Tidak usah canggung, kau orang tua bukan dewa bagi mereka. Bias mungkin akan tetap menjadi bias dimana jika kau orang tua penuh dengan memaksa. Kau punya sesuatu namun harus sesuai dengan konsep pikiranmu. Ketahuilah bahwa itu akan gagal, secara tidak sadar kau akan menciptakan manusia-manusia gagal di masa depan. Apakah kau mau menjadi seorang tua yang begitu? aku rasa semua tidak!

Melihat kepolosan anak kecil, banyak tersimpan makna. Sekiranya akan menjadi misteri kita bersama setelah menjadi dewasa? Apakah dia Selamet meyesali masa kecilnya? Mungkin apakah dia tidak bahagia dengan dirinya? Cita-citanya banyak, Selamet adalah pemalu. Sesekali dia mencitai pelajaran disekolahnya.

Selamet kecil juga seseorang yang rajin membaca buku pelajarannya. Pernah dia mendapat peringkat satu dalam kelasnya. Tetapi ranking dalam kelas hanyalah sampai kelas tiga. Selebihnya? Apa yang terjadi pada dirinya? Rasanya tidak ada sesuatu yang abadi. Semua dapat berubah seperti waktu yang berjalan.

Tetapi ketika semua sadar, hidup hanyalah awal menuju keakhiran kita masing-masing sebagai manusia. Perubahan nama menjadi "Selamet" pada akhirnya, setelah petualangan sakit yang di deritanya. Jawa dan berbagai penerapan budayanya. Memang selalu mengundang Pertanyaan itu. "Selamet dan lambang keselamatan" seperti sebuah pemaknaan.

***** Bersambung**** " Selamet Sebagai Filosofi hidup"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun