Bila mana kau adalah orang tua yang punya, lakuanlah apa yang bisa kau lakukan. Jangan pernah renggut ekspresinya. Bantu dia untuk menemukan dirinya sendiri. Mungkin dia adalah penari-penari telaga yang bahagia kelak atau bisa juga para pemandu rohani yang dihormati.
Tidak usah canggung, kau orang tua bukan dewa bagi mereka. Bias mungkin akan tetap menjadi bias dimana jika kau orang tua penuh dengan memaksa. Kau punya sesuatu namun harus sesuai dengan konsep pikiranmu. Ketahuilah bahwa itu akan gagal, secara tidak sadar kau akan menciptakan manusia-manusia gagal di masa depan. Apakah kau mau menjadi seorang tua yang begitu? aku rasa semua tidak!
Melihat kepolosan anak kecil, banyak tersimpan makna. Sekiranya akan menjadi misteri kita bersama setelah menjadi dewasa? Apakah dia Selamet meyesali masa kecilnya? Mungkin apakah dia tidak bahagia dengan dirinya? Cita-citanya banyak, Selamet adalah pemalu. Sesekali dia mencitai pelajaran disekolahnya.
Selamet kecil juga seseorang yang rajin membaca buku pelajarannya. Pernah dia mendapat peringkat satu dalam kelasnya. Tetapi ranking dalam kelas hanyalah sampai kelas tiga. Selebihnya? Apa yang terjadi pada dirinya? Rasanya tidak ada sesuatu yang abadi. Semua dapat berubah seperti waktu yang berjalan.
Tetapi ketika semua sadar, hidup hanyalah awal menuju keakhiran kita masing-masing sebagai manusia. Perubahan nama menjadi "Selamet" pada akhirnya, setelah petualangan sakit yang di deritanya. Jawa dan berbagai penerapan budayanya. Memang selalu mengundang Pertanyaan itu. "Selamet dan lambang keselamatan" seperti sebuah pemaknaan.
***** Bersambung**** " Selamet Sebagai Filosofi hidup"