Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tulisan, Pengetahuan Setiap Peradaban

14 Juli 2019   08:29 Diperbarui: 17 Juli 2019   23:30 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi diambil dari republika.co.id

Mereka tidak memakan secara langsung, tetapi manusia berangsur-angsur memakan dari tenaga untuk waktu yang sangat lama. Selam ia masih dalam keadaan dipekerjakan saat itu pula mereka adalah korban dari bengisnya manusia. Oleh karenanya semua dapat disadari dengan pengetahuan, bukan apa, pengetahuan merupakan tameng terbaik untuk bekal manusia hidup.

Memang jika dirasa, hidup tanpa mencintai pengetahuan akan menjadi manusia paling hambar di dunia ini. Sebab tidak ada yang patut digali jika rasa ingin tahu pada pengetahuan itu tidak ada. Tanpa menggali pengetahuan dari kehidupan, apa bedanya manusia dan binatang? Jika binatang dapat berbicara pada manusia, sebenarnya mereka juga berpikir akan eksistensinya!

Mengapa ada sesuatu yang hidup berbeda dengan dirinya? Dan bersama-sama menjalani kehidupan ini? Bukankah ini akan menjadi pertanyaan ajaib kita tentang kehidupan yang masih tersisa?Dalam khayal ini, semakin menjadi, itulah satu dari tiga kenyataan yang tergambar saat ini. Begitu jelas dalam menikmatinya juga merasakan kesengsaraannya. Tetapi apa pun itu, kehidupan seperti sudah terlanjur begini adanya.

Coba kita bayangkan bagaimana dalam kehidupan kita menjalaninya sendiri? Kehambaran bahkan kehampaan akan muncul. Jika sendiri "aku" tidak ada, "kamu" tidak ada, mereka-pun "tidak ada. Jika semua itu tidak ada, aku ingin jadi kolumnis saja disurat kabar untuk diriku sendiri. Agar tulisanku dibaca oleh aku yang sendiri, belajar menjadi aku karena tiada yang lain.

Tetapi memang tidak mudah tulisan masuk surat kabar harian aku. Semua tulisan-tulisan itu diseleksi oleh keakuan. Terkadang ada rasa tidak percaya pada setiap tulisan-tulisan yang telah aku tulis. Sebenarnya layak atau tidak dibaca jika orang-orang itu ada? Apalah aku ini, hanya upaya eksis dengan menulis.

Semua memang menjadi tanda tanya besar bagi kehidupan eksistensial. Semua merasa berada jika sudah diakui begitu tenarnya. Sama halnya tulisan kita, karena tulisan adalah representasi pengetahuan dari siapa yang menulis. Jika ditulis dari tangan seorang pemula, ada nada kesangsian yang tersisa, layakkah untuk dibaca? Hanya menjadi pertanyaan para kutu buku yang sebenarnya penakut.

Mereka hanya melihat nama besar dan masyur dibaliknya. Itulah yang terjadi pada semesta pengetahuann saat ini. Kesangsian dan hanya kesangisan, mungkin berlatar belakang dari pendidikan pun menjadi pengaruh. Dalam literasi suatu karya tidak pernah terbagi, bahkan dari nama kesarjanaan tinggi sekalipun. Dimata karya semua menjadi sama dan akan tetap sama.

Banyak dari sastrawan tidak bersekolah tinggi, mereka hanya mengadalkan kepekaan mereka dalam memandang kehidupan mereka sendiri. Juga bagaimana mereka memandang kehidupan dari setiap pengalaman-pengalaman mereka. Tempaan kehidupan membuat mereka nyaman dengan menulisnnya.

Ada ungkapan bahwa menulis adalah melawan. Penulis dapat melawan apa pun dengan jemarinya, memberi pengaruh tanpa kecuali, dan terpenting dia dapat pula mengalahkan dirinya sendiri. Karena dengan ditulis segalanya menjadi gamblang, dapat dipecahkan jika dibawa dalam semesta pengkajian sebagai pengetahuan.

Sebagai penulis yang tidak handal, yang di inginkan  penulis ini adalah dibaca, bukan untuk dipercaya secara buta. Menulis bukan menyoal seberapa orang yang setuju dengan berbagai tulisan-tulisanya. Bagi seorang penulis mengumbar kata sendiri, jika dia menulis dan dibaca banyak orang, perasaanya akan sedikit gembira dan semakin termotivasi untuk terus dan terus menulis mengembangkan kata untuk pengetahuan.

Ada kalanya seorang penulis  terkadang juga bingung dan sedikit banyak merenung. Seperti apa tujuan menulis itu? Apakah bukan suatu yang hina ketika penulis mengharapkan tulisanya dibaca banyak orang? Sebagai seorang  yang menulis mungkin wajar melontarkan pertanyaan seperti ini? Baikah seorang menulis itu? Apakah semua orang butuh sebuah tulisan untuk keberlangsungan hidupnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun