Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ki Dalang Mohammad Yusuf Geliat Apik Dalang Muda Karangrena

25 Juni 2019   09:02 Diperbarui: 25 Juni 2019   10:44 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi; dokpri/ Pagelaran Wayang Kulit Ki Dalang Mohammad Yusuf di Karangrena, Maos, Cilacap

Yang telah banyak masyarakat Banyumasan akui itu, Karangrena sepertinya tidak akan pernah habis senimannya. Seperti profesi-profesi lainnya, dia terus meregenerasi dirinya sendiri, selama penikmat kesenian masih tersedia sebagai pemintaan pasar hiburan seni tradisional, bagi mereka keluarga yang mengelar hajatan (pesta) di Desa.

Suara kembang api, seperti sudah menjadi tradisi bahwa; Pagelaran Wayang ini akan dimulai sebentar lagi. Seperti sudah menjadi hal biasa, atau saya katakan tengah menjadi tradisi baru tersebut, seakan tanpa kembang api, Wayang itu tidak pernah akan dimulai menghibur para penontonnya, yang tengah menunggu lama sejak tadi sebelum Pagelaran Wayang tiba waktunya.

Benar, kembang api dan wayang, kini sudah tidak dapat di pisahkan lagi, dan sinerginya mengundang decak kagum antara Wayang sebagai seni tradisi dan laju moderitas. Mereka antara "Wayang dan modernitas" dapat berjalan bebarengan menyongsong masa depan, yang terus mengundang banyak tantangan bagi seni, dan budaya tradisional khususunya "Banyumasan".

ilustrasi: dokpri, Kembang Api
ilustrasi: dokpri, Kembang Api
"Satu lagu organ tunggal berjudul "Memori berkasih" lagu dari negri seberang yang di konversi menjadi Dangdut dibawakan oleh penayagan sebagai pertanda; jalannya cerita Wayang yang dibawakan oleh Ki Dalang Mohammad Yusuf akan segera dimulai."

Tetapi sayang, dengan sangat berat hati, saya-lah generasi yang sangat disayangkan, buta akan cerita pewayangan untuk diresapi, karena pendekatan bahasa yang tentu menjadi kendalanya. Tetapi sedikit-sedikit jika ada bahasa dari dialog yang mudah saya pahami, tentu maksud juga dan mampu mengartikanya, sebagai pengetahuan saya sendiri, akan ajaran yang terkandung dalam narasi pewayangan.

Tentang apa yang menjadi lokon dan bentuk ceritanya, terus terang, saya butuh rujukan untuk dapat membacanya. Tetapi untuk para pencinta wayang sendiri, tentu dan pasti sudah paham, karena yang ditunggu justru oleh mereka sendiri, bukan ceritanya tetapi "suluk" dan "Tarung" (berkelahi) Wayang, yang akan disajikan oleh sang Dalang sebagai nilai ketertarikannya penonton untuk Sang Dalang.

Tarung bermakna "berkelahi", seorang awam seperti saya dalam memahami pewayangan tentu sudah mengetahui, karena bagi penonton awam, gerak Dalang memainkan Wayang merupakan sisi dari seni Pagelaran Wayang itu sendiri, yang terasa kemegaahannya antara sorot lampu dan suara sang Dalang, untuk dinikmati ketika sedang berkelahi antar wayang itu sendiri, disetiap pementasannya. Kelincahan, ketagagan, dan kreasi memainkah Wayang, biasanya menjadi nilai plus bagi seorang Dalang dimata para pentontonnya.

ilustrasi: dokpri, penayagan dan artis membawakan lagu sebagai pembukaan pagelaran wayang (24/06)
ilustrasi: dokpri, penayagan dan artis membawakan lagu sebagai pembukaan pagelaran wayang (24/06)
"Tidak jarang itulah "seni berkelahi wayang" yang menjadi daya tarik kebanyakan penonton awam seperti saya, sebagai nilai jual hiburan wayang sendiri oleh Sang Dalang."

Sedangkan suluk merupakan lelagon atau lagu "vokal" yang dibawakan oleh seorang Dalang, dalam setiap Pagelaran Wayang kulit. Mengapa suluk menjadi penting bagi seorang Dalang dalam membawakan pentasnya? Tentu karena suluk berisi tentang ajaran-ajaran mistik Jawa, yang menjadi roh dalam pementasan setiap Wayang kulit, siapapun Dalangnya.

Maka dari itu tidak heran, "Dalang" bila akan besar pamornya, namanya akan dikenal orang, dan berkualitas seninya, tidak lebih karena kedua pokok esensial itu, antara seni "tarung" wayang dan "suluk", sebagai pemberi roh mistik, pada cerita pewayangan yang akan dibawakan oleh Sang Dalang.

Begitulah semesta obrolan Pos Kamling di lingkungan rumah saya, pasca kami memutuskan untuk pulang terlebih dahulu dari arena Pagelaran Wayang. Karena udara di Cilacap sendiri yang kini menjadi begitu dingin, sumber yang di rilis BMKG Cilacap pos Bandar udara Tunggul Wulung sendiri, Kabupaten Cilacap berada di titik terndah dinginnya, mencapai 17C, setara dengan titik terdingin musim kemarau 44 tahun silam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun