Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kota dan Nasib Perantau Tanggung

7 Juni 2019   16:28 Diperbarui: 11 Juni 2019   16:35 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Warga berdatangan ke Ibu Kota | Antara

Merantau pada abad 21 ini seperti indah dalam kekhawatiran itu yang berjubel dalam semesta pikirannya. Ibarat bunuh diri jika merantau tanpa sertifikat pendidikan tinggi, keahlian, atau sanak-sodara siap dalam setiap akomodasi baik tempat tinggal, atau kebutuhan akan akses kerja di sana "dalam Kota". 

Aku kira inilah yang bukan ajang, dari setiap ajang permainanan kesuksesan itu di tanah rantau. Semua butuh modal terlebih dahulu, seperti cerita babad alas penduduk Desa yang bermukim satu kompleks wilayah suatu Kota. Karena ada sesepuh disana membutuhkan banyak tenaga dari Desa, kemudian mereka beranak pinak disana lalu menjadi kampung keduannya.

Hanya membawa diri tanpa bekal dari desa, aku kira yang menyaiakan kenyataan dalam impian itu. Kompetisi kota, perlunya relasi, dan bait-bait perekrutan kerja yang menuntut itu membuat "membawa diri tanpa bekal merantau mengadu nasib pada kerasnya kota hanya akan menjadi pesakitan impian keberhasilan indah kisah merantau ke Kota bagi manusia Desa".

Kota bagi manusia Desa bukanlah suatu genggaman yang menjamin mudah diraih sekejap mata. Meskipun narasi indah itu akan kesuksesan manusia Desa di Kota masih berkobar hingga saat ini, apakah mereka itu yang tidak membekali dirinya hanya modal nekad semata?

"Aku kira, tidak segampang itu anak muda! Keadaan terus berganti sama seperti pabrik-pabrik industri yang mulai hijrah ke desa-desa dengan tujuan mengurangi biaya tinggi produksi dalam kota".

Ada begitu banyak faktor lain merambah berhasil di kota. Impian kota bagai kolam keruh yang mengundang banyak Ikan di sana. Tetapi kenyataan itu begitu dengan mirisnya terdengar bahwa, kota kini hanya taman bermain sembari mencari makan bukan pencari impian kekayaan bagi manusia desa.

Saat ini tidak lebih hasil berkelana di kota hanya dapat untuk mencukupi kebutuhan makan hidup sehari-hari. Sewa tempat tinggal harga membawa rupa, apa lagi dengan membelinya disana, menjadi sesuatu yang berat ketika permintaan lebih sedikit dari ketersediaan hunian.

Tetapi tidaklah menjadi salah "engkau" yang terbuai dengan narasi beruntung mereka yang "beruntung" itu di Kota. Aku juga mengira, jika kau yang beruntung, kau dapat tidak hanya bisa makan di kota.

Pulang Ke Desa dengan nama besar akan pula kau dapat dari lelahnya perjuanganmu di kota. Ini bukan sesuatu yang mustahil seperti meteor yang dapat jatuh ke bumi, semua mungkin saja.

Tetapi, lihat dan lihatlah mereka yang pulang ke desa membawa sekedarnya, hanya bingkisan dari kantor sebagai bawaannya. Bukankah itu yang dapat menghalau impianmu yang besar-besar itu? Untuk berharap pada tanah rantau yang hanya akan membuatmu menjadi perantau tanggung, dengan asal bisa mudik ke Desa meskipun tidak membawa apa-apa?

Seperti keberuntungan yang memilih manusia memang, ada kalanya berhasil harus diraih sebagai barometernya jauh-jauh dari Desa. Tetapi lihatlah para perantau tanggung itu sekali lagi, adalah upaya mengutuk kerasnya menjadi kaum perantau kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun