Jika mereka "politikus menganggap berhasil karena modal yang mereka keluarkan dapat kembali, kita sebagai rakyat yang ikut menikmati politik uang mau dibilang apa?
Gagal menurut orang lain belum tentu gagal menurut diri sendiri. Saya ambil satu contoh misalnya dalam bekerja, seseorang tidak bahagia dengan pekerjaannya, tetapi harapan orang lain merupakan setiap dari titik keberhasilannya.
Bagaimana bisa berhasil ketika orang tidak bahagia dengan pekerjaannya? Saya kira sangat sulit merasa tidak bahagia lalu menikmati keberhasilnya. Begitupun dengan anak SMA kini, yang merayakan kelulusannya dengan hingar-bingar khas anak muda.
Tidak ada yang salah memang, tetapi bagaimana anggapan masyarakat yang terongrong kenyamanan di jalanan ketika mereka, "anak SMA pawai" melintas dengan sedikit jumawa lalu menggeber-geberkan motornya?Â
Mereka memang berhasil untuk kali ini meluluskan diri dari belenggu sekolah yang membuat jenuh, tetapi, apakah mereka tidak akan jenuh juga selanjutnya? bagaimana mencapai titik harapan pada masa depannya sendiri?
Jelas menjadi pengangguran mengintai nasib mereka "baru lulus SMA", belum kejenuhan "kuliah" bagi yang lanjut, yang masa waktu belajarnya lebih lama.Â
Tetapi itu adalah pilihan dari hidup itu sendiri. Nyatanya memang abad 21 merupakan abad dimana glamor, kebebasan dan perayaan menjadi coraknya. Stabilnya ekonomi yang dibangun para kapitalis kini menjadi gaya baru masyarakat abad 21 "dengan industerialisasinya".
Perang dan represi berangsur memudar pada abad 21 ini. Masyarakat pada setiap lapisannya mereyakan setiap kebebasan berekspresi, tetapi ada satu hal yang tidak harus dilupakan dalam abad 21 ini.Â
Mereka dalam kebebasannya haruslah menjadi manusia pekerja yang harus siap, "justru dikekang oleh kepentingan kapital" untuk keberlagsungan kehidupan mereka.
Dimana kapital sebagai akses mereka menikmati kebebasan akan setiap perayaan-perayaan yang semakin diagungkan dan dijalankan oleh manusia kini. Tetapi dari semua itu kembali pada faktor manusia dan perayaannnya.Â
Apakah perayaan kebebasan mereka dimaknai sebagai kebebasannya secara harfiah sebagai manusia atau hanya ingin dianggap sebagai manusia?Â