Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kehidupan Pasca Modern Rancunya Keinginan dan Harapan

9 Februari 2019   13:17 Diperbarui: 9 Februari 2019   22:15 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: slideshare.net

Ada dialektika umum yang menjadi perdebatan dalam post modernitas. Tidak jarang manusia melibatkan dirinya dengan sistem-sistem tata kerja, bermasyarakat dan bagaimana menjadi aktual dalam kehidupan yang penuh fatamorgana ini. Menjadi kebingungan bila konsepsi imaji atau harapan manusia memandang kehidupan tidak terjadi semestinya sesuai dengan kenyataannya.

Banyak ruang-ruang yang sama sekali tidak bisa manusia gerakan. Bahakan ketika manusia mencoba untuk menuju kesana ruang itu sudah tertutup terlebih dahulu. Mungkin karna kapasitas bayangan kita sebelumnya yang melampaui fenomena yang terlebih dulu diharapankan. Tak ayal, persepsi manusia menjadi sedemikian sinis pada bayangannya sendiri. Demikian menjadi pertanyaan bagaimana melampaui bayangannya sendiri?

Sebagian orang melampauinya dengan kefrustasian, mereka lari dari dalam bayanganya sendiri untuk menciptakan bayangan-bayangan baru yang tidak membuat mereka kecewa. Sebisa mungkin ia harus tidak mengharapkan dari apa yang dilakukannya, supaya tidak terjadi gejolak yang mungkin akan mengganggu ruang dan waktu dalam kehidupannya. Relaitas menjawab bahwa mereka harus melakukan hal yang mungkin agar dapat terjadi.

Dalam realitasnya ketika yang diharapkan tidak terjadi akan menimbulkan masalah dari dalam dirinya sendiri. Itu terjadi karna manusia secara tidak sengaja melekatkan dirinya pada harapannya. 

Dimana harapan itulah yang menjadi konsep pemikiranya pada realitas itu sendiri. Inilah cikal dari bakal kerancuan-kerancuan hidup pasca modern. Banyaknya pilihan dari berbagai cara hidup membuat manusia hidup dengan cara memilih. Ada kalanya tidak segan pilihannya melampaui realitasnya sendiri.

Dan jika apa yang mereka pilih tidak menjadi kenyataan mereka akan mengalami kegoncangan jiwa mereka secara terstruktur. Mau tidak mau manusia kini harus berdampingan dengan rentannya kegoncangan jiwa yang kapanpun bisa manusia idap tanpa kecuali. 

Tetapi dari dalam parkteknya sendiri, manusia harus membangun filosofi-filosofinya untuk resistensi hidupnya. Dimana filosofinya untuk membangun sendi-sendi kehidupannya agar pijakan hidup itu ada dan nyata dalam bayang-bayang ambang batas. 

Pijakan menjadi sangat penting dalam kehidupan pasca modern. Dimana seorang manusia harus mampu dalam pengedalian dirinya secara aktual. Mampu berdiskusi dengan kompleksitas pasca moderitas yang menggoda batin dan relung pikirannya. 

Salah satunya caranya adalah pengendalian terhadap rasa ingin dan harapan itu sendiri. Keadaan inilah yang menciptakan paradoks dunia pasca modern dimana jika tidak ada redaman yang cukup untuk diyakini keinginan menjadi tidak akan ada habisnya.

Memang pasca moderitas memandang bahwa hidup adalah suatu kompetisi yang benar nyata. Tetapi bagaimana manusia itu dapat bersinar ketika manusia lain lebih dari sinarnya. Bukan memandang menjadi bias inferioritas manusia pasca modern tetapi superior dan inferior saling mempunyai kontradiksi yang mencolok. Bagaimana ketika sudah dalam tatanan posisi masyarakat kelas atas ia akan terus mempertahankan kelasnya dan mengoyak kelas bawah untuk tetap menempati postnya. Supaya masih terjalin antara kelas yang dilayani maupun yang melayani.

Melihat bagaimana standarisasi bekerja, karna ia tetap menguntungkan orang-orang yang sudah untung sebelumnya. Saya ambil contoh dalam hegemoni ekonomi bagi para pengusaha misalnya. Dengan standart regulasi yang baru akan pajak atau tarif-tarif yang lain tetap dalam pembiyayaannya konsumen-lah yang dijadikan sandaran menanggung pembiyayaan yang harus mereka bayar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun