Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sebagai Manusia Harus Bertanya Lagi

12 September 2018   22:57 Diperbarui: 12 September 2018   23:22 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seharusnya saya bertanya lagi, mengapa saya tak seperti mereka yang berbahagia bersama pasangan-pasangan belum resminya? Sebetulnya saya adalah orang yang bebas, orang yang tidak peduli pada apa yang dinamakan zina. Persetan dengan semua itu, orang banyak tahu tentang dosa zina tetapi tetap orang mencuri-curi untuk melakukan itu, katanya untuk penyemangat, status, kenikmatan hati dan lain sebaginya. 

Nyatanya saya bukan pengkotbah yang selalu sempurna  tentang setiap apa yang dikatakan dari mulutnya. Saya hanya seorang penanya, penanya yang selalu bertanya pada diri saya.

Begitupun dengan dosa-dosa yang lain, mereka tahu tetapi untuk hanya sebatas tahu, tetap dilakukan asal mereka mendapatkan kesenangan. Kesenangan adalah candu, itu yang bisa saya katakan. Saya tidak menyakal semua itu, yang nikmat memang kadang menagih. Bergetarnya ketika hati ini mencintai, seakan bahagia dalam hati, kepahitan rasa bir yang bisa menenangkan pikiran sejenak, dan lain sebaginya yang bisa membuat kita lari dari saat apa yang tidak kita senangi, kesepian, butuh hiburan dan keterasingan aka status kehidupan.

Bermain dengan hal apa yang membuat adanya kesenangan memang menggiurkan, semua itu seakan bisa membuat kita lupa pada apa yang namanya prioritas, kebutuhan dan penyangga untuk hari depan kita. Memang  seseorang yang berpikir tenang  itu tidak berpikir bagimana hari depan, dan juga orang yang punya jamianan untuk menyangga masa depannya, sah-sah saja mereka merasa tenang karna tidak menganjal dipikiran. 

Tetapi ketika sama sekali penyangga itu tidak ada apakah tetap bermimpi pada kesenangan yang bisa menggelapkan mata bagaimana hidup kita kedepan? Jikapun kalau penyangga itu ada, apakah kita tidak berpikir untuk kedepan saja? Kebutuhan akan senang memang perlu, yang menjadi pertanyaan lagi sudah perlukah saat ini?

Untuk bagaimana buah dari apa yang kita perbuat lebih baik seperti menjamin masa depan anak yang kita ciptakan, mencoba menyimpan sedikit-sedikit uang untuk menambah-nambah  DP untuk rumah masa depan, rumah kita dan anak-anak kita. Akankah  jika apa yang kita inginkan seperti berumah tangga tanpa konsep apa-apa? Mungkinkah kita tidak bingung selanjutnya berjalan tanpa apa-apa? Seperti gelandangan yang pindah-pindah rumah kontrakan, hanya bisa mengkhawatirakn kondisi anak-anak dimasa depan. Bukankah tujuan manusia menciptakan dan membahagiakan  buah dari apa yang ditujunya? Apakah buah dari tujuan itu kesenangan? Bukankah buah dari manusia adalah anak-anaknya?

Seakan saya memang dibuat bertanya lagi pada apa yang dinamakan kekurangan, yang mencoba akan dilebih-lebihkan. Pikiran inipun dibuat bertanya  ketika menyambut senang dengan banyak biaya yang harus dikeluarkan, jalan berdua ditempat yang tidak murah, bertamasya dengan bensin dan penginapan. Bukan saya pelit tidak mau membahagikan seseorang, memperjuangkan seseorang, sudahkan kita punya lebih untuk berbuat semua itu? Saya pikir hidup adalah untuk meninggalkan apa yang menjadi maanfaat bagi yang akan hidup berikutnya. 

Ketika hidup tidak meninggalkan apa-apa apakah kita akan terkenang? Bahkan buah dari apa yang kita ciptakan seperti anak-anak kita jika tidak diwarisakn sesuatu yang berharga, apakah kita menjadi sesuatu yang berharga untuk hidup mereka?

Hidup tanpa punya apa-apa didunia memang berat, akankah ketika kita mendambakan keturunan yang  kita dambakan rela hidup berat tanpa apa-apa didunia ini. Bukankah kalau seperti itu hanya dosa saja yang kita perbuat padanya, pada apa yang kita ciptakan didunia? 

Bukan saya seorang yang materialis, tetapi rasionalis sajalah orang hidup didunia itu. Apakah manusia bisa lepas dari materi? Bahkan ketika dia lahirpun sudah membutuhkan materi? Jangan seakan menjadi manusia tahu tetapi dungu, seakan lupa tapi tak mau disalahkan dihari berikutnya.

Anak bukanlah penyangga ekonomi orang tua dihari depan, soal balasan merawat dihari tua, itu memanglah kewajiban, seperti manusia dikala kecil tak mampu hidup tanpa dibantu orang tua. Tetapi untuk kata berjuang seorang anak didunia, faktor dari orang tua sangatlah penting, dimana  kualitas anak merupakan kewajiban orang tua yang membentuknya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun