Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Pilpres 2019 dan Narasi Keummatan TGB

28 April 2019   13:02 Diperbarui: 28 April 2019   13:05 202 0

Pagi hari itu menjadi  kali ke empat atau lebih mungkin,  saya dan Pemred senior REPUBLIKA bang IKM (Ikhwanul Kirom) berdiskusi  bersama beberapa  kawan  Azhary di dekat  Pondok Gede di ruangan  khusus kediamannya.  

Diskusi bermula dari kesamaan pernah baca buku Kolomnis terkenal di harian Mesir Al Ahram, Annis Mansur tentang SOLUN AQQOD (ruangan khusus  tempat diskusi  politik dan keummatan Mesir  oleh  adib dan ideolog besar Abbas Mahmoud El Aqqod).

Saya selalu menyengajain datang subuh ke ruangan yang sengaja dibuat baru oleh bang IKM itu (disamping karna posisinya berdekatan dengan kantor travel baru saya)  dan selalu kita buat diskusi tentang politik keumatan terutama yang berhubungan langsung dengan pergerakan wasatiyyah Alumni Alazhar yang tengah dibesut TGB  (Tuan Guru Bajang M Zainul Majdi) dalam konstalasi politik kekinian Indonesia.

Pagi  itu diskusi bermula dari keheranan semua kita ( peserta kongkow) tentang maraknya mental  yang gampang menuduh negative terhadap pemerintah  dengan sangat lantang padahal data yang digunakan adalah produk hoax dan tidak menutup kemungkinan sebenarnya sudah masuk dalam wilayah fitnah?

IJTIHAD POLITIK  TGB
Dalam pengantar  buku Abqoriyyatnya, Aqqod pernah menulis bahwa  tidak semua masalah politik  yang dihadapi harus terselesaikan dengan pemikiran dan langkah pergeraka kita. Menurut saya pemikiran ini sejalan dengan apa yang pernah disampaikan Imam Syafiie bahwa Politik (dalam pemahaman Ahlusunnnah wal jamaah) adalah merupakan bagian dari  fiqih Syariah, bukan pokok dari agama (Usul).  berbeda dengan  yang difahami dan dilakukan oleh kaum Syiah.
 
Dan tak salah pula kiranya jika dicocokkan bahwa alasan kenapa ijtihadnya TGB mendukung pemerintahan incumbent dalam wacana keummatan, adalah pula berangkat dari implementasi  penterjemahan kondisi  pemahaman ini ( maaf kalau salah).

Disadari atau tidak, ijtiha politiknya TGB (yang langsung membackup paslon 01 incimbent Jokowi yang berpasangan dengan KH Makruf Amin untuk melanjutkan pemerintahan dua periode) dalam menyongsong pilpres 2019, telah banyak menyisakan agenda berfikir keummatan yang sangat menarik.
Ummat Islam dibahasakan seolah terbelah dan bahkan digiring untuk berbenturan  antara yang ikut seperti TGB atau yang ikut ulama lain yang tidak sejalan dengan ijtihadnya TGB.

Ijtihad politik TGB ini sebenarnya telah memperkaya kedewasaan berfikir ummat kearah yang lebih moderat, dibanding jika tidak beraliansi ke pemerintahan yang incumbent dan hanya focus pada pergerakan otokritik yang justru membuka lebar peluang bergerak secara "tatorruf".

 MORAL POLITIK SANG IDEOLOG
Bang IKM (sapaan Ikhwanul Kirom) selalu takhenti-hentinya meyakinkan saya dengan data dan wacana serta komparasi sejarah pergerakan keummmatan bahwa di masa gonjang ganjing politik ummat Islam saat menjelang pilres 2019 ini  TGB tengah terposisikan menjadi sang ideolog dalam percaturan moral politik Islam Indonesia.  Pembuka jalan baru ideology politik Islam Indonesia yang  berkeadaban dan progresif.

Pembawaannya yang selalu santun dan dingin tidak reaktif serta penuh dengan wawasan data yang uptodate, yang membuat suasana  lebih tentram dan damai. Gaya ini muncul dalam eufhoria politik identitas yang serba agitatif, jelas sangat mencolok dan menyisakan banyak kesan positif terutama bagi kemajuan moral politik bangsa kita yang berbudaya timur dan mayoritas muslimin.

Tidak hanya itu, saya memang pernah langsung mendengar, tidak hanya sosmed dan masyarakat yang terinspirasi dengan gaya kesantunan dan keadaban  TGB dalam berargumen, tapi juga para politikus senior kawakan mengakui kepiawaian TGB dalam meyakinkan kaum awwam dan intelektual dengan narasi politik keummatan yang menambah damai dan kondusif dalam kemoderatan (wasatiyyah).

BLUE PRINT WASATIYYAH AZHAR
Keberpihakan Al-azhar pada pemerintahan yang sah meskipun dalam tekanan ummmat yang sedikit "nyinyir" pada pemerintah, kiranya menjadi  klue besar bagi apa dan bagaimana  serta akan diarahkan kemana  narasi wasatiyyah oleh para alumni Al azhar.
Keterpaduan antara  umaro (pemerintah) dan ulama adalah prototype kesejahteraan ummmat yang hakiki, dan kondisi itu yang sebenarnya tengah dibangun.

Syeikh Al Azhar Ahmad Thayib pernah langsung berbicara khusus kepada TGB  bahwa jangan kalian terlambat di Indonesia dalam menahan aliran ekstrimis agamis dalam bernegara sebagaimana terjadi di beberapa Negara-negara Arab. Jadilah penyambung  missi tengah nya azhar dalam mengimplementasikan pergerakan kebangsaan yang moderat.

Kembali pada catatan hari-harinya Anis Mansour dalam Solunnya  Abbas Aqqod, sempat pula hal ini menjawab  keheranan saya terhadap  ketakutan berlebihan sebagian kawan dalam  menilai pemerintahan (umaro),  kata Anis Mansour : "Terlalu takut pada Syetan, bisa mengakibatkan tidak percaya pada Tuhan ".

Usturna yaarobb.
Pondok Gede 250419.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun