Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Juventus dan Bayang-bayang Dekadensi

5 Januari 2023   22:36 Diperbarui: 5 Januari 2023   22:39 389 3
Bicara soal kiprah Juventus, khususnya dalam dua tahun terakhir, ada semacam dekadensi yang tampak dari performa mereka, baik di lapangan maupun luar lapangan.

Di lapangan, Juve yang tadinya digdaya di Italia tampak kehilangan taji. Tak ada lagi aura juara liga yang selama nyaris sedekade terakhir begitu kuat.

Di Eropa, penurunan itu bahkan tampak drastis. Dari tim yang dua kali lolos ke final Liga Champions, menjadi tim yang turun kelas ke Liga Europa, akibat tersingkir di fase grup.

Secara materi, Si Nyonya Tua sebenarnya hampir selalu punya pemain bagus. Untuk musim ini saja misalnya, mereka punya Leandro Paredes dan Angel Di Maria, juara Piala Dunia 2022. Ada juga Adrien Rabiot yang tampil di final Piala Dunia 2022 bersama Timnas Prancis.

Mereka juga punya Dusan Vlahovic yang sebelumnya moncer di Fiorentina dan Leonardo Bonucci yang sarat pengalaman. Bisa dibilang, ini adalah tim yang punya materi pemain lumayan bagus.

Tapi, penurunan level mereka tampak kontras dengan potensi kualitas yang bisa dihadirkan. Belakangan, memang ada perbaikan performa, sehingga tim asuhan Massimiliano Allegri ini bisa bertengger di zona Liga Champions.

Tapi, aura dominan mereka masih belum tampak. Masih banyak ketertinggalan yang harus dikejar. Apalagi, rencana awal sang pelatih tampak berantakan, karena Paul Pogba yang datang secara gratis masih dibekap cedera.

Di luar lapangan, penurunan juga tampak dari perubahan figur Direktur Olahraga  klub. Dari Beppe Marotta ke Fabio Paratici, lalu berlanjut ke Maurizio Arrivabene dan Federico Cherubini.

Dari keempatnya, Marotta terbilang paling sukses, karena meski jarang membeli pemain mahal, kebanyakan transfernya cukup efektif. Mulai dari Leonardo Bonucci, Andrea Pirlo, Dani Alves sampai Paul Pogba. Di eranya Juve bisa memulai dominasi di Liga Italia dan lolos ke dua final Liga Champions.

Paratici, yang kini berkolaborasi dengan Antonio Conte di Tottenham Hotspur justru sebaliknya. Transfer Cristiano Ronaldo dan Mathiijs De Ligt menjadi contoh populer. Meski masih meraih trofi, ada titik jenuh di sini.

Dari yang tadinya berpotensi bersaing di Liga Champions, levelnya mulai menurun menjadi spesialis kompetisi domestik, sebelum akhirnya kehilangan Scudetto tahun 2021.

Dengan dekadensi yang tampak, bukan kejutan kalau situasi tetap gawat, saat Arrivabene masuk. Kiprah eks pimpinan Scuderia Ferrari ini juga hanya berlangsung setahun, dan berakhir saat para petinggi Juventus mundur bulan November 2022 silam, termasuk Presiden klub Andrea Agnelli dan Pavel Nedved, deputi sang bos sekaligus legenda klub.

Dengan demikian, Cherubini bisa dibilang mewarisi tim yang sedang dalam masalah.

Salah satu penyebabnya, para petinggi klub asal kota Turin ini diduga memalsukan laporan keuangan klub, antara tahun 2018-2021, termasuk diantaranya laporan keuangan di masa pandemi.

Karena ini termasuk pelanggaran hukum, situasi bisa semakin buruk buat Bianconeri. Di tingkat benua, UEFA sedang menginvestigasi kasus ini, karena berpotensi melanggar aturan Financial Fair Play.

Sebelumnya, mereka sudah dalam sorotan UEFA, karena masih bertahan di proyek Liga Super Eropa yang kolaps.

Jika kedapatan melanggar, sanksi denda besar dan larangan tampil di kompetisi tingkat benua bisa didapat.

Di dalam negeri, penyelidikan dari pihak berwenang juga masih berjalan. Andai tim kesayangan Juventini dinyatakan bersalah, sanksi denda dan skorsing buat pihak yang terlibat (seperti dialami Luciano Moggi pada kasus Calciopoli) sudah menanti bersama potensi pengurangan poin bahkan degradasi.

Tentunya ini bisa menjadi satu titik nadir buat klub milik keluarga Agnelli, seperti kasus Calciopoli tahun 2006. Meski segala kemungkinan masih terbuka, dekadensi yang sudah ada dalam beberapa tahun terakhir benar-benar nyata.

Kebangkitan dan prestasi yang sudah terbangun, pelan-pelan hilang karena menemui titik jenuh dan manajemen klub yang ternyata bermasalah. Seperti halnya Calciopoli dulu, Juventus bisa kembali jatuh ke titik nadir, bukan karena lawan yang kuat, tapi karena kesalahan yang mereka buat sendiri.

Tragis!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun