Mohon tunggu...
KOMENTAR
Gaya Hidup Pilihan

Komunitas dan Ikatan

20 Agustus 2021   04:41 Diperbarui: 20 Agustus 2021   11:01 327 5
Bicara soal komunitas, tentunya tak lepas dari sebuah ikatan. Sebenarnya ada bermacam-macam ikatan yang bisa saja hadir. Entah karena kesamaan identitas (suku, agama, atau sejenisnya) rasa sungkan, peran di organisasi, atau sejenisnya.

Saya sendiri pernah dan sedang terlibat di komunitas, seperti komunitas keagamaan, atau komunitas menulis, dengan beragam minat dan sudut pandang.

Sebenarnya ini cukup menyenangkan, karena saya tidak merasa sendirian. Ada ikatan yang membuat saya merasa tenang, serasa di rumah sendiri.

Tapi, seiring berjalannya waktu, ada kalanya ikatan itu mengalami seleksi alam. Dalam artian, waktu akan menunjukkan, mana yang baik atau tidak, mana yang akan berlanjut dan terpisah.

Sedikit ekstrem, tapi begitulah situasi yang  saya alami. Komunitas yang baik biasanya membangun ikatan secara alami, sifatnya sukarela, tanpa paksaan.

Tanpa dikejar-kejar pun, mereka akan hadir dengan sendirinya. Andai absen, tak ada yang mempertanyakan, karena pola pikirnya memang sudah dewasa.

Alhasil, ada kesepahaman dan saling respek yang baik. Hubungan personal di luar komunitas pun terjalin dengan baik, dengan durasi yang sangat awet.

Alasannya simpel, semua saling merasa nyaman. Dari situ, muncul dampak positif, entah buat kita sendiri atau komunitas secara umum.

Hal ini saya alami di komunitas menulis. Di luar urusan tulis-menulis, interaksi yang ada benar-benar hidup. Entah bercanda atau serius, semua sama baiknya.

Andai saya (atau yang lainnya) tak bisa hadir di event komunitas, tak ada masalah, semua tetap baik-baik saja.

Sebaliknya, jika komunitas itu kurang baik, rasa kurang nyaman akan hadir menemani. Kadang tak langsung di awal, tapi rasanya bisa makin buruk seiring berjalannya waktu.

Penyebabnya simpel, ikatan yang awalnya dibangun dengan sukarela, tak dibarengi dengan terbangunnya kesepahaman dan respek yang baik.

Ada rasa kurang nyaman di sini, karena kita kadang dikejar-kejar untuk rutin berpartisipasi. Andai absen, pertanyaan atau omongan yang kurang mengenakkan akan datang.

Alhasil, hubungan baik yang ada tak berumur panjang. Tak ada interaksi di luar komunitas, dan ada perasaan asing satu sama lain, saat berinteraksi di luar komunitas.

Sedihnya, ini saya alami di satu komunitas doa virtual. Ada rasa kurang nyaman, karena kadang sampai dikirimi pesan secara pribadi, untuk rutin ikut serta tiap pekan.

Padahal, situasi dan kondisinya kadang kurang memungkinkan. Di satu kesempatan, saat saya akhirnya bisa ikut serta, saya justru merasa "zonk", karena jumlah pesertanya sangat sedikit, dan ada yang dengan seenaknya menyebut saya "gila kerja".

Sudah begitu, interaksi personal di luar komunitas nyaris tak ada. Jadi wajar jika akhirnya saya memilih pasif, dan perlahan menghilang.

Apalagi, komunitas itu terpusat di kota Solo, agak jauh dari tempat tinggal saya saat ini. Jadi, saya berhak untuk menolak berpartisipasi lebih jauh, karena itu memang bukan porsi saya.

Ironisnya, saya justru menjumpai situasi sebaliknya, di komunitas doa virtual lain. Meski tak rutin diadakan tiap pekan sejak pandemi merebak, ikatan yang ada benar-benar terbangun secara alami.

Tak ada perasaan seperti dikejar-kejar, karena kesadaranlah yang ditanamkan. Jika berhalangan hadir pun, tak jadi soal, karena pola pikirnya sungguh dewasa.

Selain interaksi yang cair di luar komunitas, mereka tak segan memberi bantuan kepada yang membutuhkan.

Saya ingat betul, komunitas ini jadi salah satu pihak yang cukup banyak membantu saya beradaptasi dalam banyak hal, saat tinggal di Jakarta selama kurang lebih dua tahun. Entah apa jadinya saya di Jakarta dulu, jika tak bertemu mereka.

Karena dasar dan pola pikir inilah, hubungan baik ini bisa tetap berlanjut, sekalipun anggotanya tinggal berjauhan, atau tak selalu hadir.

Berkomunitas memang menyenangkan, jika ikatan yang ada terbangun secara alami. Di sisi lain, komunitas juga bisa jadi tempat untuk belajar berkata "tidak" pada sesuatu yang kurang baik.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun