Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Pengorbanan Leluhur Kepala Sekolah

26 November 2020   18:00 Diperbarui: 26 November 2020   18:01 304 45
"Dunia bukan hanya tempat manusia tetapi juga makhluk Tuhan lainnya. Selama kau masih di bawah langit, selama itu pula pertarungan hitam putih baik buruk akan terjadi," ucapan pertama yang keluar dari mulut leluhur Pak Marjono.

Banyak petuah bijak diajarkan makhluk tak kasatmata kepada Pak Mar. Masih ingat pertemuan pertama mereka di petilasan keluarganya di pulau M. Sebagaimana ada awal, pasti ada akhir sebuah perjalanan.

***

Malam ini Gunung Merapi tampak membara dengan ratusan genderuwo yang terluka dan goresan darah Pak Mar. Perang di Kerajaan Genderuwo telah memancing perhatian banyak makhluk lain. Semua ini terjadi demi menyelamatkan jiwa Pak David yang terpenjara.

"Tamatlah riwayat kalian. Hahaha!" Seru Genderuwo bermahkota ungu.

Pak Mar dan Sakera sudah terkepung di antara lingkaran genderuwo yang ganas. Tenaga mereka sudah habis untuk melakukan perlawanan. Bahkan, aritnya tak lagi mampu tuk diayunkan.

Namun, masih ada senjata rahasia yang dimiliki Sang Sakera. Kekuatan leluhur Pak Mar tersebut memang tiada duanya. Ketika masih hidup, Sakera menjadi satu-satunya orang yang bisa melawan ribuan kompeni dengan menggunakan sebilah arit saja. Meski akhirnya, ia mati ditikam oleh temannya sendiri, pribumi yang iri kepadanya.

Leluhur kepala sekolah itu melayang ke atas langit. Badannya berubah menjadi cahaya putih yang bersinar. Sementara itu, aritnya membesar dan seakan siap membelah bulan di atas Gunung Merapi.

Semua genderuwo melihat langit yang bercahaya. Semakin mereka memandang semakin dekat cahaya itu. Sayang mereka tak menyadari apa yang terjadi setelah itu.

Satu persatu kawanan genderuwo itu terbakar dan lenyap. Beberapa mencoba untuk lari tetapi arit raksasa datang menjemput mereka. Aroma anyir dan asap daging bakar sangat terasa malam ini.

Tersisa satu genderuwo yang paling kuat di Gunung Merapi. Ia yang tak memiliki nama dan memakai mahkota berwarna ungu. Bertahan dari cahaya dan tajamnya arit Sang Sakera.

"Kau memilih membantu manusia. Padahal, mereka akan mengkhianatimu," ucap sang genderuwo.

"Memang tidak semua manusia itu baik. Tetapi, ada sebagian manusia yang memiliki hati bahkan lebih baik dari malaikat," balas Sakera.

"Baiklah jika itu pilihanmu. Aku tak segan menghabisimu."

Genderuwo bermahkota ungu itu memang kuat. Ia berkali-kali menerima sabitan arit dan cahaya tetapi belumlah bisa musnah. Sang sakera mengunci tangannya lalu membawanya terbang ke langit.

Hanya ini cara satu-satunya untuk mengalahkan "Raja" genderuwo. Ia akan meledakkan diri bersama lawannya. Kini, matanya melihat sang kepala sekolah yang masih mencoba bangun dari posisinya.

"Marjono selamat tinggal," ucapan terakhir sang leluhur.

***

Langit Gunung Merapi malam ini nampak bercahaya seperti bintang-bintang turun dari surga. Hewan malam bersuara sekencang-kencangnya. Jejeran pohon bergerak mengayunkan tangannya.

Kini, langit kembali kelam dan Pak Marjono menampakkan raut wajah sedih. Perjalanannya bersama leluhur telah usai. Entah, bagaimana kelanjutan dari perjuangannya.

Dari sudut pohon besar muncul jiwa Pak David. Ia yang tampak lusuh berjalan mendekati Pak Mar. Lalu, mencium tangan atasannya sembari menangis sejadi-jadinya.

"Terima kasih Pak Mar," katanya.

"Berterima kasihlah pada leluhurku dan kebaikan Tuhan," balas sang kepala sekolah.

***

Waktu telah menunjukkan pukul tiga pagi. Mereka harus segera kembali dan keluar dari Gunung Merapi. Namun, mereka masih mencari cara untuk melakukan perjalanan yang cepat dan selamat ke Kota M.

Tiba-tiba muncul seekor naga besar dengan sisik berwarna emas yang berkilauan mendekat pada mereka dan berkata:

"Aku akan membantu kalian dan melanjutkan perjuangan Sang Sakera!"


Penulis: Yoga Prasetya


"Tulisan ini merupakan episode kelima novel KGSG dan artikel ke-15 Yoga Prasetya tentang fiksi horor di Kompasiana."

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun