Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Apakah Fundamental Ekonomi RI Masih Tangguh?

27 Juni 2022   11:20 Diperbarui: 27 Juni 2022   11:59 106 4
Normalisasi moneter The Fed dan negara ekonomi utama, ternyata punya efek rusak terhadap emerging countries. Alih-alih melonggar, The Fed malah akan mengerek Fed Fund Rate 3 kali lagi hingga akhir 2022

Dari sisi moneter, secara teori, pertanyaannya adalah,  apakah BI berada pada stand behind the curve atau stay ahead the curve?

Tentu saja adjustment policy BI secara moneter akan responsif terhadap The Fed fund rate, tapi tidak dalam  posisi mengikuti arus FFR secara serta merta !

BI akan melakukan adjustment policy, dengan melihat berbagai indikator makro dan kondisi fundamental.

Dan menurut saya, BI akan melihat seberapa besar inflasi aktual, naraca perdagangan, kurs rupiah, pasar modal, dan kinerja fiskal.

Dalam laporan sebelumnya, inflasi umum 3,47% (yoy) dengan tingkat deviasi dari asumsi makro 0,47%. Perkiraan BI dan otoritas fiskal, inflasi akan berada di 4%.

Bila terlampaui, maka kebijakan suku bunga BI akan terkerek. Konsensus menyebut, bila inflasi 4,5%, maka suku bunga bisa terkerek 25 bps.

Namun beberapa hari ini, BI memberikan signal, bahwa kebijakan moneter masih cenderung dovish. Basis asumsi itu berdasarkan keyakinan BI pada fundamental ekonomi RI

Kendatipun dalam RDG BI sebelumnya, BI 7-Day Repo Rate (BI7DRR) tetap 3,5%, namun GWM rupiah akan terus dikerek ke 9%. Namun BI akan tetap melakukan mitigasi dengan kebijakan makroprudensial seperti Countercyclical Capital Buffer (CCyB) dll.

Selanjutnya, dari sisi kurs, meski dalam seminggu ini agak keok terhadap USD, namun masih dalam tren mengutan.

Namun masih dalam bayang-bayang tekanan penguatan USD. Masih bergerak di kisaran Rp.14.800-an/USD (asumsi APBN 2022 Rp.14.350/USD)

Capital outflow menjadi faktor keringnya bantalan bagi apresiasi rupiah di pasar spot. Dengan intervensi di pasar spot, strategi Non Delivery Forward/NDF/DNDF serta perluasan LCS/Local currency Settlement,

Namun kinerja trade balance yang masih surplus, terbukanya sektor pariwisata atau foreign visitor yang mulai tumbuh menjadi secondary layer bagi bantalan rupiah.

Cadangan devisa saat ini, adalah US$ 135,6 miliar. Cukup untuk impor 6,8 bulan atau di atas standar internasional kategori cadev sehat; 3 bulan impor. Terkoreksi tipis dari Mei 2022 US$ 135,7 miliar

Kemenkeu merilis realisasi penerimaan pajak hingga Mei 2022 mencapai Rp 705,8 triliun, tumbuh 53,58% (year on year/yoy) atau telah mencapai 55,8% dari target APBN tahun ini.

Dari data BPS, PDB sektoral menunjukan driver sektor berada pada trayek pemulihan. Meskipun beberapa dari 17 sektor, pertumbuhannya belum mendekati pra-pandemi.

Sektor industri misalnya, dari indeks PMI 51,8. Pra-pandemi 53. Dengan share to GDP 19,19%, paling tinggi di antara 17 sektor lain.

Dari sisi APBN sebagai shock absorbers, bantalan APBN 2022 untuk Perlinsos cukup besar, yakni Rp.431, triliun. Selain menjaga pasokan pangan dan energi, agar meminimalisas creeping effect inflasi selain instrumen fiskal.

Dengan langkah-langkah tersebut, saya meyakini, ekonomi kita cukup  bertahan akibat external shock ! Insya Allah

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun