Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Dahlan Iskan, Bupati, dan Kecewanya Petani Garam

17 Desember 2012   09:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:29 558 7
Kemarin [16/12] saya memperoleh 2 undangan yang sama-sama penting. Satu dari lembaga yang selama ini mendampingi petani garam. Satu lagi undangan untuk menghadiri silaturrahmi bersama Dahlan Iskan, tokoh yang saat ini jadi menghiasi pemberitaan media nasional karena “perseteruannya” dengan anggota DPR RI.

Atas dasar undangan datang lebih dulu, saya akhirnya memilih hadir ke acaranya para petani garam . Dengan sangat menyesal, saya menggugurkan niat bertemu dengan Dahlan Iskan, sosok pemimpin nasional yang diakui atau tidak telah memberikan banyak inspirasi bagi republic ini, di tengah bangsa ini sesak oleh pemimpin yang kering visi. Pada hal, saya ingin sekali mendengar langsung bagaimana beiau berbicara tentang kondisi bangsa ini.

Sementara kegiatan “Peer Learning” petani garam tak kalah menariknya karena acara ini merupakan momen dimana para petani garam merayakan “kemenangan kecil” yang telah dilakukannya dalam satu terakhir hingga saat ini berhasil memperoduksi garam beryudium. Para petani ingin berbagi kisah sukses.

Setahu saya acara ini sudah dipersiapkan secara matang oleh lembaga pendamping dan komunitas petani garam. Jauh hari sebelumnya, bupati dan ketua DPRD diundang. Sial, hingga acara sudah dimulai, sosok pemimpin daerah itu tidak hadir. Yang hadir hanya dua dinas, dinas kesehatan dan disperindag.

Pak Sahnawi, wakil dari petani garam yang presentasi kisah sukses komunitasnya dalam memproduksi garam beryudium tak bisa menutupi kekecewaannya, “sudah pake batik, eh…ternyata bapak Bupati gak datang,” katanya. Saya menduga bapak bupati dan ketua DPRD tidak hadir ke acara petani karena memilih hadir ke acara silaturrahim bersama Dahlan Iskan. Tadi saya mencari informasi kepada teman yang hadir dalam acara Dahlan Iskan, memang betul bupati di situ. Meski menurutnya Ketua DPRD tidak.

Kultur Pejabat?

Secara pribadi, saya memahami para petani garam kecewa karena bupati dan ketua DPRD tidak hadir dalam acaranya. Pada hal mereka ingin sekali berdialog dengan pemimpinnya terkait kebijakan pemerintah daerah terhadap nasib petani garam. Dalam catatan saya, selama satu tahun terkahir, belum pernah sekali pun bupati datang ke acara petani garam, meski beberapa kali diundang.

Kemarin ketika Dahlan Iskan berkunjung ke Sumenep, saya memaklumi jika Bupati lebih memilih hadir ke acara silaturrahim ini. Bagaimanapun, acara bersama Dahlan Iskan “lebih seksi” ketimbang acara petani garam. Acara Dahlan Iskan dipenuhi para jurnalis, sementara tak satu pun para jurnalis datang ke acara petani garam, meski ada sekitar 5 media local yang diundang.

Cuma ada satu hal yang perlu dicatat. Ada kecenderungan para pejabat –setidaknya di daerah saya—jarang hadir ketika diundang dalam kegiatan-kegiatan yang menurut saya penting, karena bersinggungan langsung dengan rakyat kecil. Para pejabat daerah terkesan mengambil jarak dengan rakyat kecil. Kalau pun ada yang hadir, biasanya diwakilkan sama pejabat yang bukan decision maker. Pada hal jika hadir, saya pikir akan banyak manfaat yang didapat, karena para pejabat bisa langsung berdialog dengan rakyatnya. Setidaknya cara ini bisa mengimbangi kecenderungan laporan ABS yang selalu diberikan bawahannya.

Bagi saya, kecenderungan para pejabat yang mengambil jarak dengan rakyatnya sudah menjadi karakter. Sudah menjadi kultur. Realitas ini mungkin merupakan kultur birokrasi kita sisa-sisa kultur birokrasi kerajaan dulu, dimana para birokrasi kita lebih suka minta dilayani ketimbang melayani.

Saya makin tidak paham, dimana isu reformasi birokrasi yang pernah digembar-gemborkan? Apa manfaat otonomi daerah bagi rakyat kecil di daerah? Kayaknya saya perlu mengaji lebih dalam lagi.

Matorsakalangkong

Pulau Garam, 17 Desember 2012

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun