Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Kenangan Kelam Mountain Meadows

26 Januari 2023   19:00 Diperbarui: 26 Januari 2023   19:02 309 40
September 1857. Kereta wagon milik rombongan Baker-Fancher  melakukan perjalanan dari Arkansas ke California dan berhenti di Salt Lake City, negara bagian Utah, Amerika untuk membeli kebutuhan perbekalan. Sayangnya kedatangan mereka ditolak oleh orang-orang Mormon *) yang bermukim di sana.

Orang-orang Mormon saat itu  disarankan untuk menimbun gandum dan semua perbekalan,  berjaga-jaga jika terjadi perang dengan pemerintah federal, yang pada saat itu sedang dalam proses mengirimkan 1.500 tentaranya ke Salt Lake, Utah. Mengantisipasi adanya "Perang Utah", orang-orang Mormon juga disarankan untuk menyiapkan senjata api, dan penyiagaan milisi.

Karena ditolak, kereta wagon Baker-Fancher kembali melanjutkan perjalanannya dan berhenti di Cedar City dengan harapan kali ini mereka dapat  mengisi kebutuhan perbekalan. Lagi-lagi mereka tidak disambut dengan baik di sana, malah ditawarkan harga yang sangat tinggi dan tidak masuk akal. Bayangkan,  seorang pedagang meminta seluruh sapi yang dimiliki rombongan itu hanya untuk menggiling beberapa kantong gandum.

Ketegangan pun memuncak dan anggota rombongan Baker-Fancher bertukar sumpah-serapah dengan warga setempat. Seorang dari rombongan bahkan mengancam akan bergabung dengan pasukan federal untuk menghancurkan mereka tetapi dengan cepat ditegur oleh pemimpin rombongan, Alexander Fancher.

Kereta wagon kemudian melanjutkan perjalanannya lagi ke Mountain Meadows, di mana mereka berhenti untuk bermalam. Sementara itu, di Cedar City persitegangan yang terjadi dengan rombongan Baker-Fancher membuat para pemimpin di sana ketar-ketir (termasuk Walikota Isaac Haight) dan meminta bantuan milisi. Namun, Pemimpin milisi distrik, William Dame, menolak.

Para pemimpin Cedar City tidak berhenti di situ. Mereka memutuskan meminta bantuan suku Indian Paiute setempat, yang awalnya ragu-ragu, namun akhirnya setuju untuk menakut-nakuti rombongan Baker-Fancher dengan membunuh beberapa pemimpinnya dan mencuri beberapa ternak. Tidak seperti pemimpin milisi distrik, pemimpin milisi Fort Harmony, John D. Lee malah setuju untuk berpartisipasi.

Tujuh September 1857. Lee dan beberapa suku Indian Paiute menyerang rombongan tersebut, membunuh beberapa orang. Diikuti beberapa serangan menyusul selama beberapa hari berikutnya. Pada tanggal 11 September, Lee dan Paiute kembali lagi. Kali ini dengan membawa 50-60 anggota milisi. Terjadilah pembantaian yang  benar-benar mengerikan.

Isaac Haight mendekati rombongan dengan bendera putih, berpura-pura seolah ia datang membawa misi kedamaian dan membuat rombongan setuju untuk meninggalkan senjata dan harta benda mereka. Sebagai imbalannya, milisi akan membantu mereka kembali ke Cedar City, di mana yang terluka dapat dirawat dan sisanya (yang saat itu menderita kelaparan dan kehausan) dapat diberi makan.

Anak-anak kecil dan mereka yang terluka ditempatkan dalam dua gerbong, diikuti oleh perempuan, laki-laki dan anak remaja berjalan kaki di belakangnya. Setelah menempuh jarak sekitar satu mil, prajurit malah berbalik dan menembaki mereka. Milisi yang berada paling depan membunuh yang terluka, dan Suku Indian Paiutes menyerang wanita dan lainnya.

Selama penyerangan, antara 120 dan 140 pria, wanita, dan anak-anak dibantai. Milisi Mormon berkelit, menyalahkan suku Indian Paiute atas pembantaian tersebut. Mereka menguburkan mayat-mayat di lubang dangkal secara massal dan lubang itu kemudian digali, mayat-mayatnya diseret keluar, disantap coyote serta hewan liar lainnya.

Dalam beberapa hari setelah pembantaian, sisa-sisa dan tubuh yang tidak habis dimakan hewan liar tersebar sejauh dua mil, dibiarkan membusuk di bawah sinar matahari.

Anggota paling belia dari rombongan dibebaskan. Sekitar 17 anak yang masih hidup (semuanya berusia di bawah tujuh tahun) "diadopsi" oleh keluarga Mormon setempat. Tapi ketika kerabat anak-anak itu datang dari Arkansas berusaha membawa pulang, mereka ditolak. Butuh dua tahun, dan campur tangan dari Angkatan Darat Amerika, agar anak-anak itu dikembalikan

Sembilan pria didakwa atas pembantaian tersebut. Banyak juga yang dikucilkan dari gereja OSZA. Hanya satu - John D. Lee, dieksekusi oleh regu tembak.

Selama bertahun-tahun, Gereja Mormon LDS tidak pernah membahas Pembantaian Mountain Meadows tetapi malah menyalahkan sebagian besar kepada suku Indian Paiute dan hanya beberapa saja kepada orang Mormon. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Gereja akhirnya mengakui tanggung jawabnya dalam pembantaian tersebut dan lebih terbuka dengan rincian sejarah tentang serangan itu.

Di tempat pembantaian massal itu kini didirikan dua tugu peringatan. Mountain Meadows akan selamanya dikenang sebagai tempat terjadinya sesuatu yang jahat dan keji.

Sebagian besar pengunjung  Mountain Meadows mengatakan merasa takut, seperti sedang diawasi. Ada juga yang mengatakan bahwa mereka mendengar tangisan anak-anak, teriakan wanita, dan teriakan pria. Karena mereka yang mati tidak dikubur dengan benar, masuk akal jika para korban yang dibantai dengan kejam tidak akan bisa beristirahat dengan tenang.

Beberapa pengunjung bercerita melihat seorang wanita berjalan melintasi padang rumput,  seolah-olah sedang mencari sesuatu - mungkin anak-anaknya? Bahkan banyak yang melaporkan melihat anak-anak kecil berlarian di lapangan sambil tertawa.

Beberapa laporan lainnya adalah cerita tentang seorang lelaki tua, terlihat di siang bolong di tugu peringatan, menangis terisak-isak. Dia mengenakan pakaian era tahun 1800-an dan dianggap sebagai hantu John D. Lee, pria yang dieksekusi oleh regu tembak sebagai hukumannya atas pembantaian tersebut.

Lee adalah satu-satunya orang yang dihukum mati, dan sejarawan percaya bahwa dia telah dijadikan kambing hitam untuk mengalihkan perhatian dari pejabat lain yang mengetahui, memerintahkan, dan mengatur pembantaian masal yang keji kepada orang yang tidak bersalah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun