senja temaram
turun di ambang malam
langit makin hitam
menggumpal awan menyimpan tetes-tetes hujan
entah kapan hujan turun membasahi bumi yang makin panas
mungkin juga menunggu kabar dari bmkg
informasi tentang
cuaca, perubahan iklim, banjir
dan sebagainya
amat membantu
masyarakat untuk
mengatur aktivitas
keseharian mereka
ku duduk di beranda
sambil membaca
dan menikmati secangkir kopi
ojek yang mengantar makanan yang di pesan on line
banyak sekali mondar mandir
di sore hari seperti itu
ada begitu banyak
pertanyaan retorik
menggeliat menggoyah tubuh
pertanyaan dari dunia nyata
atau dari dunia lain
yang terkadang terasa absurd:
mengapa pandemi
terus saja membunuhi warga bangsa
bahkan melahirkan varian baru yang bahkan lebih dahsyat
gerakannya
mengapa sisa-sisa teroris mit  tidak segera menyerahkan diri
mengapa orang-orang yang dikategorikan dpo
tidak mau segera
kembali untuk memproses perkaranya
mengapa radikalisme, intoleransi bisa mendapat tempat di lembaga-lembaga
pendidikan tinggi
mengapa kasus-kasus penodaan agama cenderung makin marak dan proses hukumnya belum
mampu menyentuh kesemua kasus
mengapa kasus pembunuhan cenderung bertambah
mengapa proses hukum korupsi
masih mengarah ke tebang pilih
mengapa arogansi
kekuasaan, arogansi jabatan, arogansi religious
masih hidup dalam kedirian kita
mengapa roh ajaran agama belum optimal menuntun perilaku kehidupan bangsa kita
hingga malam berangkat larut
pertanyaan-pertanyaan retorik
belum seluruhnya
terekam dalam memori
angin malam diselingi kilat dan halilintar
mengoyak sepi
lalu kumasuk kedalam rumah
dan hujan jatuh menyirami bumi.
Jakarta, 21 September 2021/18.08
Weinata Sairin