Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Mengurai Rajutan Percaya Diri di Lembar Cinematography Salman Al Farisi

3 Desember 2019   19:18 Diperbarui: 3 Desember 2019   19:28 151 11
"Bu, aku kok keriting sih. Temanku bilang aku mirip orang Papua. Malu aku Bu," ungkapan Mamas memecah kesunyian.

Saat itu dua adiknya tengah terlelap dalam dekapan siang. Mamas mendekatiku sembari sampaikan keluhan.

"Untuk apa kamu malu Mas. Seharusnya kamu bersyukur. Karena toh semua itu pemberian Tuhan. Tentu banyak hikmah yang diberikan. Percayalah," aku berusaha menenangkan.

Namun Mamas tak menghiraukan. Dia masih saja terpikir ucapan teman. Rupanya kurang percaya diri lah yang menyebabkan kesyukuran menjadi berkurang. Hingga untuk melakukan sesuatu kerap berpikir ulang. Tersebab rasa malu yang menyerang.

Pernah satu ketika dia diberi tugas guru kelasnya untuk menjadi petugas upacara bendera. Dia enggan menerima. Karena malu ditertawakan oleh teman temannya. Ketika hari H tiba dia pun tak mau jumpa. Memilih berdiam di rumah saja.

"Ayolah Mas kamu pasti bisa, tak usah malu yang terpenting adalah usaha," lagi lagi aku berusaha merajuk agar dia tak tepuruk pada kondisi yang lebih buruk.

Tetap saja Mamas belum bisa menghalau gurauan teman teman. Tentang rambut keriting yang terjadi pada dirinya. Hingga rasa percaya diri terlupa dihiraukannya.

Aku sempat kehabisan cara. Bagaimana agar Mamas mau menerima keadaan dirinya. Rasa percaya diri memang hal yang begitu berharga. Tak bisa didapat tanpa kita sendiri yang mengusahakannya. Sebagai orang tua tentu aku kerap memberi pengertian padanya. Lagi lagi tanpa usaha dari dalam diri tentu saja tak akan menuai hasil yang diharapkan.

Hingga di awal semester ketika Mamas memasuki bangku kelas 5. Salman Al Farisi, tempatnya menimba ilmu, bekerjasama dengan Cinema Innovator Jogjakarta. Mereka membuka kegiatan ekstrakurikuler cinematography. Tak kusangka dan tak percaya Mamas tertarik untuk mengikutinya.

Bapaknya berulang kali bertanya, "Sebelum mendaftar, apakah Mamas serius ingin bergabung?".

Sebab kegiatan ini tentu saja membutuhkan kepercayaan diri yang cukup tinggi. Mengingat selama ini Mamas memiliki sedikit masalah dengan rasa istimewa ini. Ada kekhawatiran kami jikalau di tengah kegiatan Mamas minta berhenti. Bukankah hanya mubadzir waktu dan materi?

Tidak! Ternyata Mamas dengan tegas berkata tidak! Rupanya dia berjanji akan serius mengikuti kegiatan hingga akhir. Baiklah, kami pun memberi sedikit gambaran yang kami ketahui mengenai cinematography. Yang pasti disana Mamas dilatih agar mau belajar untuk lebih berani berekspresi. Tampil di depan kamera pun berkreasi dalam wadah yang tentu berbeda dengan kondisi di sekolah pada umumnya. Bagaimana?

Ya, Mamas pun menyetujuinya. Heran juga kami mendengarnya. Bagaimana tidak sebab Mamas belum memiliki percaya diri yang tinggi. Apakah cukup nyali mencoba ke dalam arena cinematography? Barangkali belum terlukis dalam alam pikirnya. Bisa jadi hanya terlintas sepintas karena banyak teman yang mengikuti, sehingga dia pun termotivasi.

Oke. Saat itu kami pun lanjut menandatangani formulir pendaftaran serta membayar biaya pembinaan selama dua semester sekaligus. Sembari mengingatkan kembali agar Mamas serius menekuni apa pun bentuk kegiatannya nanti. Mamas mengangguk tanda mengerti.

Yup. Waktu latihan perdana pun dimulai. Rabu menjadi pilihan hari cinematography yang telah disepakati. Usai menyelesaikan pelajaran, bertempat di salah satu ruang di lingkungan sekolah. Mamas dan teman teman dengan tekun mengikuti tanpa keluh kesah. Hal ini terlihat dari hasil kegiatan yang selalu diinfokan ke WAG orang tua yang telah dibentuk oleh pelatihnya.

Dari dokumen yang ada, Alhamdulillah Mamas terlihat enjoy mengikuti setiap sesi yang dihadirkan. Raut percaya diri pun mulai muncul tanpa gurat keraguan. Minggu demi minggu dilalu menuai berbagai kisah pun karya persahabatan.

Sepulang latihan aku selalu bertanya, "Apakah Mamas senang dan bahagia?".

Kadang sebelum aku bertanya Mamas sudah terlebih dahulu bercerita. Dia merasa bahagia. Alhamdulillah. Semoga ini bisa menjadi bagian pembelajaran bagi Mamas untuk memperbaiki rasa percaya dirinya.

Sepertinya Mamas sudah tidak merasa malu lagi. Rambut keriting bukan masalah yang berarti. Terbukti ketika mendapat tugas menjadi petugas upacara dia tak menolak kembali. Pun acara pentas seni terlihat bersemangat sekali. Asal tersemat percaya diri. Semua hal pasti bisa diatasi. Tanpa harus merasa kurang diri.

Kegiatan cinematography rupanya menjadi salah satu media belajar tanpa anak sadar. Menempa kepercayaan diri dalam suasana santai mampu menata puing puing asa yang tersebar. Memang bukan hal mudah memunguti remah rasa malu. Melatih anak tampil percaya diri tanpa beban ragu.

Barangkali penyajian sang pelatih yang mengemas dengan apik sehingga anak pun tertarik serta merasa asyik mengulik. Tanpa mereka sadar sedikit demi sedikit tumbuh rasa percaya diri yang tengah terusik.

Mereka berlatih menjadi sutradara, penulis naskah, kameramen, pun aktor/aktris dengan gaya masing masing. Suasana shooting pun dibuat seasyik mungkin. Kreatifitas tak dibatasi. Mereka bebas berekspresi. Disinilah nilai positif yang terjadi. Anak mendapatkan ruang untuk mengeksplorasi diri.

Ya. Percaya diri mereka temukan dalam kehangatan pun kebebasan. Meski tetap dibatasi sekat norma yang diberlakukan. Namun totalitas kreatifitas sepenuhnya diserahkan pada anak. Sehingga karya terangkai murni dari hasil pola pikir nan hebat. Finally, mereka berhasil merilis sebuah film pendek bertajuk edukasi. Kerjasama pun persahabatan menjadi pondasi.

Dalam hal ini aku mengambil satu kesimpulan. Bahwa kegiatan positif semacam cinematography bisa menjadi salah satu sarana menemukan serpihan percaya diri yang sempat terserak. Menelusuri sebuah ruang imaji penuh kreasi merupakan salah satu cara tepat.

Apalagi terjadi atas kemauan dari dalam diri sang anak. Tak ada pemaksaan, berbekal keikhlasan serta niat untuk lebih baik tentu bukan hal ringan. Namun menjadi sebuah kenyataan jikalau mau melakukan tindakan.

Sebuah tautan kerjasama yang cukup bersinergi. Mengurai rajutan percaya diri di lembar cinematography Salman Al Farisi. Merupakan ikatan imaji dalam bingkai keberanian tak semudah membalik telapak tangan. Semangat lah yang kerap mengabulkan.

Semoga kisah yang kalian saji seasyik perjalanan di atas arena yang kalian mainkan. Barakallah anak anak hebat Salman Al Farisi. Tetap semangat menuai prestasi.




Niek~
Jogjakarta, 3 Desember 2019

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun