Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Sesosok Putih

10 Juli 2020   11:49 Diperbarui: 10 Juli 2020   11:45 41 2
"Hen, nanti kalau sudah sampai rumah, langsung masuk saja ya!!, soalnya mamas pulangnya masih lama"
"Okey mas" kataku mengiyakan instruktruksi mamasku.
Beberapa saat setelah telepon ditutup aku sampai di stasiun pasar senen, kebetulan pada saat tiba di stasiun waktu maghrib telah tiba. "Solatnya dijama' saja dengan solat isya, toh statusku masih musafir" gumamku dalam hati. Bukan bermaksud menyepelekan solat tapi rasanya lelah sekali setelah melalui perjalanan jauh dari purwokerto ke Jakarta. Ingin rasanya cepat sampai di rumah mamas  agar bisa tidur walau sebentar. Cukup berjalan kaki selama 5 menit aku sudah sampai di rumah mamas, bangunan gedong yang cukup bagus bagi masyarakat desa. Dindingnya sudah diberi cat putih. Pintunya terbuat dari kayu jati yang tidak dikasih plitur.
Segera aku masuk ke rumah mamas. Lalu aku duduk di sofa ruang tamu, tepat di sebelah ruang tamu ada ruangan kecil yang kuketahui itu adalah musola setelah melihat ada tulisan kecil menggantung di atas pintu. Pintu musola tersebut terbuka sedikit sehingga dari sofa aku bisa melihat ke dalam musola. Sejenak aku melihat seorang wanita yang sedang solat di dalam musola. "Ternyata mabkyu baru mulai solat" batinku. Mamasku memang sudah menikah dengan orang betawi meskipun belum diberikan kesempatan untuk mempunyai anak tapi keluarga mereka masih mesra-mesra saja seolah tanpa konflik. Suara telepon berbunyi membuyarkan lamunanku, mamasku menelepon rupanya.
"Hen, sudah sampai rumah belum?" Tanya mamasku.
"Sudah mas, tapi aku belum ngobrol sama mbakyu, soalnya ia masih solat" kataku dengan nada lemah.
"Mbakyu yang mana?" Tanya mamasku menyeledik.
"Istrinya masnya loh" jawabku keheranan.
"ah, kamu pasti halusinasi. Wong mbakyu lagi disampingku. Mbakyu kerjanya sekantor dengan mamas" jawab mamasku dengan nada lirih.
Tiba-tiba telepon terputus. Entah karena pulsanya sudah habis atau karena alasan lain, yang jelas apapun yang di dalam musola membuatku tak nyaman tiduran di sofa. Ada perasaan takut menyergap. Bulu kuduk merinding mendengar pernyataan mamasku.
Entah siapa yang di dalam musola kecil dekat ruang tamu. Aku masih bisa melihatnya diam mematung. Cuma satu pintaku, jangan sampai ia menoleh ke arahku. Di tengah keadaan yang seperti itu, aku tak bisa kabur karena badan yang masih lemas dan tentunya aku gak tahu apa-apa tentang Jakarta.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun