Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Renungan Hari Pahlawan Nasional 2021

12 November 2021   00:09 Diperbarui: 12 November 2021   13:29 378 9
Saat tiba hari pahlawan nasional 10 November 2021 kemarin, sempat terbersit dalam pikiran penulis betapa semangat kebangsaan dan cinta tanah air kita sebagai bangsa selalu mengalami ujian datang silih berganti, misalnya seperti yang dewasa ini dipicu oleh datangnya wabah Covid-19. Namun kita percaya bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa pejuang sanggup menghadapinya.

Kita tahu, sekalipun kemerdekaan telah diproklamasikan berkat perjuangan serta pengorbanan jiwa dan raga para pahlawan, namun perjuangan itu sejatinya tidak mengenal akhir. Proklamasi kemerdekaan hanyalah jembatan emas bagi kita untuk menjadi bangsa yang kuat, merdeka, berdaulat, sejahtera dan bermartabat.

Tidak ada akhir bagi bangsa yang besar seperti Indonesia ini untuk terus berjuang mewujudkan kemerdekaan sepenuhnya, terbebas dari segala bentuk "penjajahan" yang antara lain berbentuk kemiskinan, kebodohan, intoleransi, sifat malas, dll.

Rendahnya literasi dalam menerima informasi yang sehat, bermanfaat dan kurangnya rasa tanggung jawab yang tercermin pada masih banyaknya orang menyebarkan atau membagikan ulang informasi tanpa cek ulang, suka menyebarkan hoax, adalah juga satu dari sekian bentuk contoh kemiskinan dalam hal akhlak, yang masih menjadi problematika dalam kehidupan berbangsa kita.

Jika dulu para pejuang bertaruh nyawa melawan kolonialisme, maka dalam pandangan penulis saat ini wujud perjuangan kita adalah berupa upaya mengatasi kemiskinan bukan saja secara material, tapi juga miskin ilmu atau kebodohan, dan juga kurangnya rasa tanggung jawab atau rasa memiliki tanah air, yang menggerus rasa bangga sebagai bangsa Indonesia.

Ada beberapa contoh kurangnya rasa cinta tanah air yang mungkin pernah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat orang melihat sampah berserakan di sebuah tempat, misalnya, beberapa di antara saudara kita ada yang mengeluh, "Inilah Indonesia. Kalau bersih, tidak ada sampah berserakan bukan Indonesia namanya".

Atau misalnya lagi, ketika aparat hukum kita semakin profesional, semakin baik dalam bekerja dan berhasil menangkap lebih banyak pejabat yang terindikasi melakukan korupsi maka beberapa di antara saudara kita ada yang justru menyebut bahwa korupsi kini malah semakin banyak. Bahkan ada lagi yang menyebut dengan sinis bahwa korupsi sudah semakin menjadi budaya di negeri kita.

Beberapa kali penulis sendiri pernah mendengar perkataan itu diucapkan orang sambil lalu, mungkin hanya bergurau saja. Tapi hal semacam ini bisa kita temui ketika menghadapi permasalahan lainnya.

Menurut pandangan penulis, beberapa pernyataan bernada sumbang tersebut di atas bisa dipicu dari tumpulnya kecerdasan intelektual. Yang demikian ini, tidak dapat serta merta bisa menerima penjelasan atau diberi pengertian karena terkait dengan daya tangkap atau kematangan seseorang dalam menilai suatu permasalahan secara objektif, tanpa dibebani rasa sentimen terhadap orang atau golongan tertentu.

Kalau pada masa lalu pernah digalakkan secara nasional kegiatan pemberantasan 3B (buta aksara, buta angka, dan buta bahasa Indonesia) sebagai bentuk perjuangan memerangi kebodohan, maka ketika 3B tersebut sudah relatif jauh berkurang seperti saat ini, yang kita hadapi adalah kebodohan dalam bentuk lain, yaitu rendahnya literasi.

Mengenai hal ini, bisa dilihat dari banyaknya orang Indonesia sekarang sudah bisa baca, tapi malas membaca. Akibatnya, yang sering kita jumpai adalah orang terburu membagikan informasi padahal ia sendiri cuma baca judulnya tanpa tahu isinya, hanya untuk sekadar agar dianggap lebih dulu tahu.

Jadi tidak sepenuhnya penulis bisa menerima bila ada orang dengan ringan mempertanyakan, Indonesia sudah merdeka 76 tahun, tapi mengapa, masih ada saja daerah yang belum terjangkau listrik, mengapa masih ada orang miskin, dsb.

Ini karena walaupun kemerdekaan sudah diproklamasikan tetapi perjuangan itu sejatinya tidak boleh berhenti. Perjuangan memerangi kemiskinan, kebodohan, kurangnya rasa bangga menjadi bangsa Indonesia, dst. adalah tugas dan tanggung jawab kita sebagai generasi penerus semangat juang pahlawan dalam mewujudkan cita-cita membangun Indonesia yang maju dan sejahtera. Dan hal ini, sekali lagi, tidak ada istilah berhenti sampai akhir zaman.

Sebagai umat beriman kepada Tuhan YME, kita juga wajib untuk terus berusaha dan berupaya meningkatkan kesejahteraan kita. Bukan karena kemerdekaan sudah diproklamasikan, lantas kita tidak harus lagi berjuang.

Mengenai realitas masih adanya beberapa di antara saudara kita yang masih miskin atau kekurangan, dan membutuhkan bantuan, seyogianya itu adalah menjadi perhatian yang menumbuhkan rasa solidaritas, gotong royong, rasa senasib dan sepenanggungan sebagai sesama warga negara.

Hal-hal demikian ini yang menjadi catatan bagi penulis, setelah terinspirasi menyaksikan betapa bersemangat para seniman dan budayawan Banyumas yang berkolaborasi dalam  sebuah perhelatan seni budaya memperingati hari pahlawan nasional di Kafe Pandawa Jl Sunan Ampel Purwokerto, Rabu 10 November 2021.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun