Sejak saat itu, kebutuhan biaya terkait pendidikan dan kehidupan saya di perantauan ditanggung oleh kakak saya seorang, sebab ibu tidak pernah meninggalkan profesi kebanggaannya sebagai ibu rumah tangga sejak awal pernikahannya dan bapak tidak meninggalkan uang pension sama sekali. Kakaklah tulang pungguh kami sekeluarga.
Saya masih teringat, sebelum berangkat kuliah di perantauan jauh, saya diantarkan ke bank untuk pertama kalinya dalam rangka membuat rekening. Dipilihkan Bank yang sama dengan yang dimiliki kakak saya.
"Biar nanti mudah kirim uangnya," kata kakak saya.
Saya yang baru lulus SMA dan baru akan hidup jauh dari keluarga, mengiyakan saja saran tersebut.
Tiga tahun saya menjalani perkuliahan di salah satu kampus kedinasan, tiap bulan kakak saya tidak lupa mengirimi biaya hidup saya untuk kebutuhan sehari-hari. Alhamdulillah, untungnya kebutuhan biaya Pendidikan saya cukup diringankan karena kami tidak perlu membayar biaya perkuliahan karena sudah ditanggung oleh negara melalui beasiswa penuh yang saya terima. Paling cuma kebutuhan fotokopi dan alat tulis sewajarnya.
Kini saya sudah menyelesaikan pendidikan. Tidak perlu mencari-cari pekerjaan, saya langsung mendapatkan posisi sebagai seorang Aparatur Negeri Sipil dengan jabatan Auditor. Sebuah profesi yang sangat diinginkan oleh ibu saya agar dimiliki anak-anaknya. Maklum, wawasan bapak ibu yang hanya lulusan SMP tidaklah terlalu luas.