Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Dalam Renungan Kita Tidak Akan Mati di Penjara

16 Maret 2021   09:00 Diperbarui: 16 Maret 2021   09:07 139 0
Jika anda adalah seorang fanatisme Presiden Joko Widodo, tentu anda masih ingat tentang janji kampanye Pak Jokowi sewaktu ia masih mencalonkan diri sebagai Presiden pada tahun 2014 silam.

Namun, jika kebetulan anda bukan seorang fanatisme Pak Jokowi, saya sarankan untuk tetap membaca catatan ini sampai selesai. Saya tidak sedang menyuruh anda, pun saya tidak sedang mengatakan bahwa catatan ini akan memberikan sedikit ruang kepada anda untuk memikirkan nasib anda di hari-hari mendatang. Tidak sama sekali.

Saya hanya ingin anda dan tentu kita semua untuk merenung sejenak. Memikirkan apakah negara ini dalam keadaan stabil, khususnya di tengah situasi pandemi. Kata kuncinya adalah stabil. Sekali lagi stabil dengan sebuah tanda tanya "apakah?".

Berangkat dari janji Pak Jokowi pada tahun 2014 silam, saya terniat untuk mempertanyakan kembali kepada kita semua, khususnya para fanatisme pak Jokowi. Apakah janji-janji kampanye pada saban lalu itu telah ditunaikan baik pribadi pak Jokowi atau oleh pemerintah pusat? Jika sudah, coba diingat-ingat lagi janji kampanye yang mana saja. Sudah? Jika sudah silakan anda catat. Barangkali catatan itu akan membuat anda merasa lega dan bangga.

Lalu kemudian, mari sama-sama kita mengingat, apa saja janji-janji politik Pak Jokowi yang belum ditunaikan. Baik secara pribadi pak Jokowi maupun oleh pemerintah pusat. Jika sudah, kita tidak perlu untuk mencatatnya. Cukup simpan dalam ingatan. Barangkali ingatan itu akan menyadarkan anda betapa sakit dan kecewanya kita ketika dijanjikan sesuatu oleh seseorang namun tak kunjung ditepati.

Paling tidak, kita telah berusaha menyediakan ruang untuk luka bersemedi dalam beberapa tahun kedepan. Sakit tapi kita akan selalu menikmatinya pada waktu-waktu tertentu.

Mari kita mulai...

Belakangan saya baru menyadarinya. Ternyata ada dua isu yang kian seksi menurut saya dalam beberpa minggu belakangan yang kerap digaungkan. Pertama, Pelaksanaan program vaksinasi secara serentak di pelosok nusantara dan, yang kedua adalah kudeta ketua umum Partai Demokrat yang dilakukan oleh kelompok internal PD itu sendiri.
Hampir semua kalangan membahasnya, mendiskusikannya di tempat-tempat umum.

Namun sejenak mari melimpir sebentar dari dua isu di atas. Kita akan menyelami dua isu lainnya yak tidak kalah seksi dan keren.

Pertama, soal kebijakan Pemerintah Pusat yang menghapus limbah batu bara dari daftar bahan beracun dan rencana pemerintah pusat yang akan melakukan impor beras sebanyak 1 Juta ton di tahun 2021 ini. Keren kan?

Dari sini saya menyadari. Betapa setiap hari berganti, minggu berulang, bulan berdatangan, dan tahun-tahun berlalu, Indonesia kian disibukkan oleh kebijakan-kebijakan yang mungkin dalam grafik presentase jauh dari meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Benar begitu? Toh kalo ada kebijakan yang menyenangkan rakyat, saya kira hanya berkisar pada bantuan-bantuan yang sifatnya sementara dan penuh seremonial. Benar begitu?
Semoga saya tidak keliru.

Kembali pada dua isu yang rencananya akan kita selami.

Limbah Beracun

Soal kebijakan baru pemerintah pusat yang menghapus limbah batu bara dari daftar bahan beracun itu, tentu adalah kebijakan yang tidak main-main. Saking tidak main-mainnya kebijakan ini membuat Kepala Departemen Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zenzi Suhadi, geram dengan kebijakan tersebut.

Menurut Zenzi, dalam ulasan TEMPO pada tanggal 13 Maret, kemarin. Dalih dari berbagai pihak yang menyebut limbah batubara dapat dimanfaatkan adalah sebuah pandangan yang keliru. Bahkan tak tanggung-tanggung, Zenzi pun mengatakan bahwa logika pemerintah sudah rusak.

Alhasil, Zenzi menilai bahwa keputusan tersebut adalah turunan dari Omnibuslaw yang membuktikan bahwa undang-undang tersebut memang dibuat untuk melindungi para penguasa lingkungan. Loh?! Apa iya?

Benar atau tidaknya yang diimbuhkan Zenzi, kenyataannya kebijakan ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan dari Undang-Undang CILAKA  garing Omnibuslaw.

Berangkat dari pernyataan Zenzi yag diulas oleh Tempo itulah lagi-lagi saya terniat ingin mengajak anda sekalian untuk merenungkan. Apa yang akan terjadi jika kebijakan itu akan segera dieksekusi, eh, sudah ditetapkan ternyata.
Ada dua renungan sederhana saya soal pemanfaatan limbah batubara yang berbahaya itu. Renungan ini serupa ilham yang tiba-tiba jatuh menimpali gelas kopi saya.

Pertama, Pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) akan membuka peluang ekspolitasi baru bagi para penguasa lingkungan hidup. Dalam artian para penguasa lingkungan itu bisa seenaknya melakukan penambahan kawasan wilayah industri (baca tambang). Jika sudah begitu maka yang akan dirugikan tentu seperti apa yang disampaikan Zenzi, yaitu masyarakat sekitar yang tinggal dikawasan industri tersebut.

Kedua, lantas hal apa yang akan merugikan masyarakat? Selain aspek ekologi tentu masyarakat akan dirugikan dengan dalih pembebasan lahan dengan alasan pemanfaatan limbah tersebut. Pada akhirnya masyarakat akan menyerahkan tanah miliknya kepada para penguasa lingkungan, memang dibayar tapi akan hilang selamanya. Maka, lagi-lagi penguasaan tanah negara  telah jatuh pada pihak swasta. Mereka yang mengelola, merekapun yang menikmati hasilnya.

Lalu Negara dapat apa? Kini Giliran anda yang merenungkannya.

Impor settingan?

Saya menyarankan anda untuk kembali membaca paragraf pertama dalam catatan ini. Silakan. Jika sudah, mari kembali lagi untuk merenungkan, mengingat janji seorang Jokowi pada tahun 2014 silam ketika ia masih mencalonkan diri sebagai Calon Presiden bersama Calon Wakilnya, Jusuf Kalla.

Dalam ulasan KOMPAS yang tertanggal 6 maret, 2021. Sebuah berita yang dirilis oleh media nasional itu diberi judul dengan huruf tebal JOKOWI JANJI TOLAK IMPOR BERAS SEJAK NYAPRES 2014, REALISASINYA? Deng!!!

Belum lama ini, pemerintah telah mencanangkan soal impor beras sebanyak 1 Juta ton dengan alasan sebagai pengaman pangan di masa pandemi. Saya ulangi, sebagai "Pengaman pangan di masa pandemi". Artinya pangan kita akan diamankan. Bisa jadi tidak distribusikan alias disimpan saja sampai membusuk.

Wacana impor beras itu disambut oleh kritikan dari beberapa kalangan. Sebut saja Fadli Zon, ketua umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, salah satu orang yang mengkritik kebijakan impor tersebut.

Menurutnya, produksi beras pada tahun ini bisa mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri. Sebab pada Maret hingga April mendatang Indonesia akan memasuki puncak panen raya. Hal ini seiring dengan data yang dibeberkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu potensi Gabah Kering Giling (GKG) perbulan januari hingga april mendatang mencapai 25, 37 juta ton atau setara 14, 54 juta ton beras. Angka itu naik sebanyak 3 juta ton, dibanding dari periode yang sama di tahun 2020.
(Sumber: KumparanBisnis)

Sederhanya adalah dari total ketersediaan stok beras di Indonesia dibagi dengan jumlah total masyarakat Indonesia hasilnya adalah Cukup. Bukankah begitu? Lalu apa yang membuat pemerintah pusat segitu pedenya mencanagkan impor beras sebanyak 1 juta Ton? Apakah Indonesia sudah berkurang lahan padinya? Apakah negara ini telah kurang sumber daya alamnya? Lalu mau dikemanakan nasib para petani yang setiap harinya berkutat dan bertaruh nyawa di ladang sawahnya?

Pada kasus ini, saya masih tetap mendapat sebuah perenungan. Lagi-lagi renungan itu jatuh berturut-turut menimpali gelas kopi. Menyatu dalam larutan pahit nan pekat.

Bicara soal impor, tentu saja ini telah menjadi budaya modern bangsa ini pasca dilanda krisis ekonomi pada tahun 90-an. Lain daripada itu, impor disebut-sebut sebagai solusi penanganan krisis ketersediaan kebutuhan pangan, sandang dan papan kita di Indonesia. Nyatanya, impor membuka peluang para pebisnis kotor untuk merampok uang-uang negara.

Saya tidak sedang menyalahkan para pebisnis dalam perenungan saya. Silakan saja berbisnis selagi tidak merugikan negara. Paling tidak hasil dari bisnis itu bermanfaat bagi kelangsungan hidup pribadi dan orang sekitar. Dapat untungnya plus amal pahalanya.

Atau jangan-jangan pemerintah sedang melakukan setting impor dengan memanfaatkan situasi pandemi. Lah, pandemi ini nyatanya hanya menghilangkan nyawa manusia yang terdiagnosa virus. Bukan menghilangkan sawah dan menunda panen raya para petani.

Akhirnya, saya mengajak anda sekalian untuk sama-sama mengingatkan Pemerintah Pusat, khusunya kepada Pak Jokowi selaku Presiden di Republik ini untuk mengingat dan menunaikan janji-janji kampanye politiknya dalam dua periode yang sedang berjalan ini. Itupun jika anda bersepakat.

Selamat beraktifitas, jangan lupa tetap saling jaga di tengah-tengah situasi pandemi.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun