Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Nusa Dua - Hutan Pusuk - Gili - Senggigi - Maluk

9 Oktober 2013   10:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:47 496 0
Waktunya membayar penat telah tiba! Usai menyelesaikan studi S2 dengan segala tantangan penyelesaian tesisnya, saya akhirnya memutuskan untuk berplesiran kembali ke daerah tengah dan timur Indonesia. Daerah-daerah yang semenjak awal saya hendak tuju adalah sejumlah tempat wisata pantai yang tersebar di tiga pulau, yakni; Bali, Lombok dan Sumbawa. Pikir punya pikir, saya kudu merancang perjalanan ini dengan penuh cermat mengingat batasan dana dan waktu yang saya miliki, ditambah kerja penelitian yang mengikuti keseluruhan agenda ini. Oleh karena itu, mulai pemilihan alat transportasi, penginapan dan makan, saya rencanakan dengan baik dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi yang saya peroleh dari internet. Beruntung, sejumlah situs memberikan semua itu dan karenanya, saya hendak membagikan kembali informasi dan pengalaman yang telah saya dapat dari perjalanan ini. Bali Stasiun KRL Citayam jam 07.30, September 30, 2013. Ini adalah modus yang selalu saya lakukan setiap kali menuju Bandara Soetta. Naik KRL hingga Sta. Sudirman (3.500) kemudian lanjut bertaxi menuju sta. Gambir (20.000) untuk seterusnya berpindah naik Damri jurusan bandara (30.000).

Tiba di bandara Soetta sekitar jam 10 kurang. Setelah membayar pajak bandara 40.000 + e-tiket Citilink 407.000, saya melesat ke Denpasar pukul 11.20 dan tiba di lokasi kira-kira 14.10 WITA. Sesampai di bandara Ngurah Rai - DPS, saya langsung menuju daerah Nusa Dua via taxi (75.000) dengan melalui jalan tol di atas laut yang baru saja beroperasi (10.000).

Di Bali tak banyak yang saya lakukan dalam mengeksplorasi wilayah pantai pulau ini, mengingat pada trip sebelumnya usaha itu telah saya lakukan dengan maksimal dan sangat puas. Untuk itu, pada kesempatan kali ini selain mengunjungi patung Arjuna-Srikandi dan waterblow di kawasan Nusa Dua, saya lebih banyak memberanikan diri untuk mencicipi kuliner lokal maupun mancanegara mulai dari ayam betutu hingga olahan udang yang disajikan oleh restoran-restoran asing di Kuta (Bubba Gum).

Lombok – Mataram

Puas berisitirahat dan menyusun serangkaian rencana bisnis selama tiga hari di Bali, saya menuju pulau Lombok. Berangkat ketika hari masih subuh menuju bandara Ngurah Rai, flight saya menanti pada jam 06.20. Usai membayar pajak bandara (40.000) + e-ticket Lion (230.000), flight saya telat dan tiba di lombok jelang jam 8. Setiba di bandara Praya Lombok (BIL), saya langsung menuju bis Damri yang ada di depan pintu keluar bandara dengan tujuan terminal Mataram/Mandalika (20.000). Oleh sang supir Damri, saya disarankan turun di perempatan pasar Rembiga Sweta untuk naik Engkel (Colt) menuju pelabuhan Bangsal – Pemenangan. Pukul 08.30 saya tiba di perempatan Rembiga dan menemukan engkel yang tengah ngetem. Tak menunggu terlalu lama, sang engkel pun mulai bergerak menuju pelabuhan, dengan sesekali berhenti ngetem untuk mencari penumpang.

Hutan Pusuk

Dalam perjalanan menuju pelabuhan, saya melewati hutan dan bukit Pusuk yang terkenal dengan kelok-keloknya serta kemunculan sejumlah monyet liar yang nyaris ada pada sepanjang jalan. Kelokan bukit Pusuk ini sepintas mirip jalan puncak Cisarua namun ia diapit oleh hutan rimba. Sepanjang jalan hutan tersebut, banyak warung menjajakan minuman “tuak” hasil olahan pohon Nira yang tumbuh di hutan ini. Saya membeli tuak tersebut sebesar botol air mineral sedang seharga 4.000. Dijual dalam kondisi dingin dan dengan botol bekas, tuak nira ini terasa manis, segar namun berbau pohon palem yang lumayan bikin eneg…saya bahkan tak mampu menghabiskannya. Dari melek, tidur, kemudian melek lagi, akhirnya saya tiba di depan pintu gerbang pelabuhan Bangsal dengan membayar engkel 20.000. Butuh kira-kira 2,5 – 3 jam untuk mencapai pelabuhan Bangsal ini dari sejak bandara BIL tadi.

Pulau Gili

Untuk mencapai tiga pulau Gili (Terawangan, Meno, Air), dari gerbang masuk menuju pelabuhan dapat menggunakan dokar/ojeg (5.000), atau jalan kaki (20 menit). Sesampai di pelabuhan, sejumlah perahu kayu bermesin kecil telah menunggu. Jarak antara pelabuhan ke salah satu pulau Gili memakan waktu 30 – 45 menit dengan tarif resmi 10.000 – 15.000. Yang paling banyak disasar oleh turis adalah pulau Gili Trawangan. Sebagai catatan, perahu kayu beroperasi dari pagi jam 7 hingga sore jam 16.00 PP. Perahu akan jalan bila penumpang sudah mencapai 30 orang. Pengalaman di dalam perahu cukup asyik namun menegangkan. Disepanjang perjalanan terhampar laut yang begitu biru, dan dari kejauhan terlihat tiga pulau tujuan yang begitu indah. Ombak laut menghantam perahu dengan sesekali membuat kita kuatir perahu akan terbalik. Ketegangan dan keasyikan yang saya alami akhirnya terbalas sesampainya saya menginjakkan kaki di pulau Gili Trawangan yang begitu eksotik! Air laut yang begitu jelas dan bening menampilkan isi dari dasar pantai, angin yang menyejukkan serta pemandangan turis asing yang menjamur dan berjemur sepanjang pantai. Di Trawangan kita bisa bersepeda untuk keliling pulau, atau berasyik renang, snorkling, diving atau sekadar duduk-duduk di café-café yang menghadap ke laut. Terdapat fasilitas homestay/motel dengan tarif mulai 150.000 dan ATM. Jaringan koneksi telepon/data juga lancar di sini.

Pantai Senggigi

Usai dengan pulau Gili Trawangan yang begitu indah, saya melanjutkan perjalanan menuju pantai Senggigi yang menjadi tujuan klasik wisata di pulau Lombok. Meninggalkan pulau Gili pada jam 14.30 dan tiba di pelabuhan Bangsal, saya menggunakan rute pulang dan kendaraan yang sama ketika berangkat: Bangsal – Terminal Mandalika. Sebetulnya ada kendaraan yang langsung menuju Senggigi dari Bangsal namun saya terlupa akan hal ini, padahal akan lebih menghemat waktu dan biaya. Tiba di Mandalika pukul 16.00. Dari terminal ini, saya naik ojeg ke Senggigi (30.000). Bila menggunakan kendaraan umum (angkot kuning) yang jurusan Ampenan (10.000) dan dilanjut dengan engkel jurusan pantai Senggigi (5.000). Tiba di Senggigi hari sudah sore (16.45). Jujur, setelah apa yang saya lihat di pulau Gili, pantai Senggigi menjadi tidak seheboh yang terdengar. Tak heran, saya hanya menghabiskan waktu tak lebih dari dua jam di pantai Ini hanya untuk menyaksikan sunsetnya dan malah berlama-lama nongkrong di café-café yang bertebaran di sepanjang jalan raya Senggigi. Oh iya, baik engkel maupun angkot kuning dari Senggigi menuju Mandalika, hanya beroperasi hingga jam 18.00 kurang. Bila kemalaman, tak ada jalan lain kecuali naik Taxi yang banyak beredar atau Ojeg bila ada.

Sumbawa – Pantai Maluk

Sesampai di terminal Mandalika hari sudah malam jam 20.30. Bila hendak menyeberang ke pulau Sumbawa, mau tidak mau saya harus menuju pool Damri yang letaknya tak jauh dari Mandalika. Penyeberangan dari Mandalika ke pantai Maluk dan sebaliknya dengan menggunakan Damri, dilayani dalam tiga waktu, pagi: 08.00 dan 09.00, sedangkan malam: 21.00, dengan harga tiket 80.000 (Maluk). Karena waktu yang masih mengejar, saya putuskan untuk ikut yang jam 21.00 di malam itu juga, hitung-hitung bisa sekalian tidur di bis dan tiba di pantai Maluk (Sumbawa) esok paginya.

Perjalanan dari Mataram ke pantai Maluk rata-rata memakan waktu lima jam. 1,5 jam dari Mataram ke pelabuhan, 2 jam penyeberangan ferry dan 1,5 jam lagi dari pelabuhan Sumbawa ke pantai Maluk. Mendekati pantai Maluk, ternyata dini hari itu saya salah lokasi turun dari Damri. Bukannya turun di pantai Maluk, eh malah turun di pelabuhan Benete yang menjadi salah satu lokasi PT. Newmont. Waak! Jam 2 pagi saya berada di wilayah antah berantah, hingga akhirnya saya dibantu oleh salah seorang pegawai PT. Newmont untuk diantarkan ke wilayah pantai Maluk beserta lokasi penginapan terdekat. Beruntung, dalam lima menit saya sudah sampai di daerah pantai Maluk dan segera masuk ke sebuah motel bertarif mulai dari 100.000.

Melewati dini hari yang aneh, saya terbangun kesiangan 07.30, padahal berencana bermain di pantai Maluk jam 06.00. Apa daya ketika Matahari sudah mulai menyingsing, saya segera menaiki ojeg untuk diantar ke pantai Maluk (5.000). Sesampai di pantai Maluk, saya terkesima dengan pantai dan Lanskap alam daerah ini yang begitu indah nan hening. Betul-betul menghilangkan lelah dan memanjakan mata. Cukup lama saya menghabiskan waktu di pantai ini hingga jelang jam 10an. Puas dengan pantai Maluk, saya putuskan untuk segera pulang ke Lombok karena malam harinya pesawat saya sudah menunggu untuk ke Jakarta.

Dari Motel saya menginap, saya harus naik ojeg kembali untuk menunggu engkel di pelabuhan Benete. Sesampai di Benete, sebuah engkel telah menunggu untuk mengantarkan saya ke daerah Taliwang. Jarak Maluk – Taliwang ditempuh sekitar 45 menit dengan biaya 20.000. Dari Taliwang telah menunggu pula bis-bis yang akan membawa saya ke Mataram dengan jadwal jam 11 dan 12. Saya menaiki bis yang berangkat dari Taliwang jam 11 dengan tarif 75.000. Sebagaimana waktu tempuh Mandalika – Maluk yang lima jam, Taliwang – Mandalika juga memakan waktu lima jam. Pada perjalanan siang hari, kita akan menyaksikan begitu indahnya lanskap daerah Sumbawa Barat ini dengan jalan raya yang berkelok-kelok, berbukit-bukit, serta pandangan lepas ke pantai-pantai yang begitu mempesonakan mata! Terlebih kala menyeberangi selat Sumbawa dengan gugusan pulau-pulau kecil menghampar.

Tiba di Mandalika-Lombok waktu telah menunjukkan pukul 16.00. Saya segera mencari ojeg untuk ke pool Damri yang akan membawa saya kembali ke BIL dengan jadwal flight 20.30. Damri ke bandara BIL beroperasi setiap satu jam sekali. Saya putuskan untuk berkeliling sekitar pasar-pasar di Mataram sembari menunggu keberangkatan Damri yang jam 19.00. Puas dengan segala oleh-oleh yang telah saya beli, Damri saya pun melaju ke bandara BIL dan tiba pukul 19.45. Setelah check-in, pajak (25.000) dan e-tiket Lion (650.000), saya pun boarding dan meninggalkan pulau Lombok menuju Jakarta dengan segala rasa yang membuncah dari hasil perjalanan kali ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun