Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Transaksi Politik dan Mahar-Mahar Kerelawanan Pilpres 2024

2 November 2022   10:25 Diperbarui: 2 November 2022   14:11 333 9
Pergerakan politik di Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam prakteknya.

Pasca Projo, sebutan salah satu pendukung Joko Widodo atau Jokowi, sukses mendorong jagoannya meraih kursi kepresidenan pada 2019 silam, setidaknya fenomena itu mampu menginspirasi tumbuhnya kelompok-kelompok relawan baru pemenangan kandidat kontestasi politik lainnya.

Bak jamur tumbuh dimusim hujan, jelang Pemilu Presiden 2024, serbuan relawan menambah marak dunia politik.

Kemunculannya dari berbagai macam alasan, secara spontan atau inisiatif.

Yang tidak kalah menarik, kelompok relawan bangkit dari dasar motivasi beradu tawar politik apabila kemenangan diraih.

Fenomena disebut terakhir, menunjukan bagaimana istilah relawan bergeser dari makna utamanya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menunjuk pengertian relawan sepadan kata sukarelawan. Istilah keduanya memiliki arti, aktivitas yang dilakukan seseorang secara sukarela.

Kesukarelaan hadir dari seseorang bukan karena alasan kewajiban atau sesuatu yang dipaksakan.

Dalam hal ini, motif suka dan rela, menjadi dasar relawan beraktivitas.

Ketika mencermati lagi model kerelawanan atas dasar hubungan timbal balik atau posisi tawar politik kemenangan pilpres 2024, saya berpikir apa yang salah dengan lembaga politik kita atau dalam hal ini adalah partai politik.

Secara teori, lembaga politik semacam partai itu, tulis laman ditjenpp.kemenkumham.go.id memiliki fungsi kepada rakyat, yakni sebagai lembaga yang memperjuangkan kepentingan, aspirasi, dan nilai-nilai pada masyarakat serta memberikan perlindungan dan rasa aman.

Dalam teori itu menunjukan bagaimana kepentingan diwujudkan bersama rakyat untuk tujuan perubahan berdasar aspirasi dan nilai-nilai yang berkembang.

Sementara itu, fungsi partai politik terhadap negara antara lain adalah menciptakan pemerintahan yang efektif dan adanya partisipasi politik terhadap pemerintahan yang berkuasa.

Namun sayang, pendekatan ideal itu belum sepenuhnya terlaksankan oleh partai politik.

Lembaga infrastrktur politik ini justru masih menampakan dirinya jauh dari harapan.

Dalam sistem kepartaian, partai politik secara fungsi  belum berjalan maksimal, baik itu fungsinya terhadap rakyat atau negara.

Kelemahan yang ditemui, memunculkan spekulasi publik, bahwa ada peluang masuk bagi rakyat mendesak partai dengan menghimpun kekuatan relawan.

Celakanya, kultur politik dalam negeri yang sarat transaksi, mencipta relawan turut serta meraih pundi-pundi keberuntungan politik khususnya dari kemenangan yang diraih.

Mahar politik tak terelakan untuk ditawarkan, saat relawan berhasil menghimpun massa, lalu didesakan kepada partai akibat lemahnya partai melakukan pola rekruitmen kemimpinan dalam pemerintahan khususnya kandidat capres dan cawapres.

Partai hanya berkutat sebagai pemberi legitimasi tanpa adanya kekuatan rill hasil produk perkaderannya.

Memang, dalam politik itu tidak ada makan siang yang gratis, sehingga berbagai porsi atas raihan kemenangan dari suatu kontestasi politik tertentu turut mewarnai cara berpikir relawan yang dulunya bergerak atas dasar kesukarelaan.

Mahar

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun