Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Metafora dan Permainan Citra Singkong Versus Keju

1 Oktober 2022   08:54 Diperbarui: 1 Oktober 2022   20:45 768 7
Ingat dengan lagu populer pada tahun 1980-an, sempat dinyanyikan oleh Ari Wibowo bersama grup band Bill and Brod dengan judul lagunya yaitu Singkong dan Keju.

Dua jenis makanan dalam lagu kelompok musik ini, secara metafora menggambarkan kondisi percintaan dan sosial antara si miskin dan si kaya.

Metafora menurut https://id.m.wikipedia.org/wiki/Metafora,  adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Metafora adalah majas yang mengungkapkan sesuatu secara langsung berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dan lain-lain.

Singkong itu menggambarkan kemiskinan sementara keju menunjukan seseorang dalam kehidupan kaya.

Singkong dan keju, dalam sudut pandang gaya hidup, menghasilkan kelas-kelas sosial yang berjarak cukup jauh sehingga keduanya akan sulit dipersatukan.

Orang-orang yang  berkeinginan mengejar kelas atas yang mapan atau "berkeberadaan", akan menghadirkan keju sebagai simbol pencapaiannya.

Nasib singkong akhirnya ditinggalkan karena simbol ini hadir menjadi simbol kelas bawah yang citranya ingin dihindari para pemuja kelas atas.

Meski awalnya lagu Singkong dan Keju menjelma metafora yang berkorelasi kepada kehidupan sosial serta citra yang ingin diraih dalam pemuasan gaya hidup dan ciri kelas sosial tertentu, namun akhirnya gaya bahasa metafora itu memengaruhi kepada pola konsumsi masyarakat.

Kelas keju dan kelas singkong, kemudian melahirkan banyak turunan jenis-janis makanan atau minuman lain. Varian rasanya pun berbeda-beda dan masing-masing masih tetap memperlihatkan ciri-ciri khas kelasnya.

Varian makanan dalam kelas keju, selalu digolongkan ke dalam golongan makanan mahal, konsumsi orang-orang berduit hingga penyajiannya dalam  kemasan mewah dan ruang-ruang terpandang.

Sementara kelas singkong, varian makanannya di bandrol dengan murah, disajikan secara sederhana dan rasa apa adanya.

Dari adanya pilihan rasa ini, kreasi makanan menjadi pelik. Terkadang demi mencapai suatu cita rasa tertentu, dibutuhkannya bahan baku olahan dan penyedap rasa  makanan tertentu.

Sedikit atau banyaknya pilihan bahan dan penyedap itulah, tentu akan berdampak signifikan baik langsung atau pun tidak langsung kepada tubuh dan pertumbuhan.

Demi mencapai citra tertentu melalui sajian makanan atau minuman, terkadang mengabaikan pengaruh bawaan makanan terhadap badan dalam jangka panjang.

Rasa manis misalnya. Minum makanan manis meski enak  saat diawal mulut, ternyata menimbulkan bawaan efek yang buruk bagi tubuh. Terlebih jika  mengonsumsi dalam jumlah banyak dan lama. Kita suka abai dengan bahan pemanis yang menyertai minuman atau makanan yang kita suka.

Ini artinya, bahwa dalam setiap pencapaian citra, ada baiknya diikuti pula oleh kesigapan dan penguasaan pemahaman terkait minum makanan manis tersebut agar kenikmatan yang kita peroleh terbebas dari jeratan penyakit yang akan ditimbulkan akibat dari salah konsumsi gula.

Citra singkong yang digambarkan aman atau lebih baik dari pada makanan olahan setara kelas keju, tetap harus diperhatikan juga efek bawaan singkong itu.

Seorang Pemerhati Bahan Makanan Alternatif Masyarakat dan Pemuda Pegiat Gerakan Pertanian Pedesaan, Dede Ginanjar Pristiawan, menyampaikan, meski konsumsi singkong itu baik bagi tubuh, tetap kita harus waspada dengan singkong karena bahan makanan ini bisa membunuh. Kesalahan konsumsi singkong bisa berakibat fatal sebab tumbuhan ini mengandung racun singkong yang selama ini dikenal adalah Asam biru atau Asam sianida (HCN).

Dengan adanya pernyataan itu, artinya, kita sebagai konsumen rutin makanan apapun, sebaiknya memiliki dasar literasi tentang bahan konsumsi sehari-hari.

Umpamanya, kita mengenal singkong sebagai bahan makanan alternatif pengganti kebutuhan pokok ini mengandung banyak manfaat untuk kebutuhan tubuh. Selain mengandung karbohidrat, singkong juga mengandung protein, vitamin, zat besi, kalsium, dan fosfor. Kandungan zat besi yang tinggi terdapat pada kulit dibandingkan dalam umbi.

Referensi lain yaitu memahami cara tanamnya karena hal ini ikut memengaruhi kualitasnya. Beberapa hal yang menentukan layak atau tidaknya singkong untuk dikonsumsi antara lain: keadaan iklim, keadaan tanah, cara pemupukan dan cara budidayanya.

Citra yang ditanamkan dalam makanan selalu memiliki tujuan tersendiri dari si pembuatnya. Apalagi dalam era keterbukaan, saat makanan tidak saja hadir sebagai pemenuhan kebutuhan tubuh, ada juga misi khusus dan bahaya yang disisipkan sehingga akan mampu merubah tatanan kehidupan bahkan kebudayaan suatu bangsa.

Sumber makanan atau pangan, secara citra akan menjadi nilai bergaining terhadap posisi tawar dan kekuasaan. Menjadi suatu kewajaran apabila pola imperalisme baru akan berkembang bersumber dari perebutan sumber pangan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun