Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Analisis Ringan: Tiga Daya dalam Puisi

16 September 2021   16:22 Diperbarui: 16 September 2021   16:26 158 11
Telaah Ringan: Tiga Daya dalam Puisi

Pada era digital sekarang agak tampak bahwa perpuisan secara literal mulai semarak. Banyak media dan Blog yang menampung karya puisi. Bahkan dengan bonus lumayan. Itu sangan mengembirakan memang.

Walau kita belum merasa adanya tokoh sekaliber HB Jasin dalam mengkaji sastra secara umum dan praktis, kalau secara akademisi mungkin banyak. Demikian halnya dengan telaah puisi.

Maka, dari titik ini juga menjadi alasan tertentu bagi kelesuan penerbit dalam menyajikan karya puisi. Terutama karya pendatang baru. sehingga buku buku puisi dianggap tidak komersil, dan berbeda dengan karya penyair yang sudah bernama, terkenal (walau rawan pembajakan juga).

Sebagai insan yang bergerak dalam karya puisi, atau prosa secara umum, dalam kasus kecil di atas, kita bisa menilik dari kualitas dan intensitas karya itu ditampilkan dan dihadapkan pada khalayak. Entah secara massif lewat sebaran ragam media digital, atau lomba lomba terstandar.

Kualitas, tentu bergantung pada pengalaman dan prinsip belajar si penyairnya. Sedangkan intensitas, secara umum tergantung pada sistem sosial yang mendukung dan representatif terhadap karya puisi.

Pada ruang yang kecil ini, kita ingin mengurai sedikit tentang upaya yang dapat membangun kekuatan pada karya puisi yang diciptakan. Efektivitas daya itu akan diuji oleh waktu, itu yang paling adil. Selebihnya tergantung kegigihan, celah dan nasib.

Secara umum, referensi ini kita rujuk pada karya Apresiasi Puisi oleh Herman J Waluyo, 1995. Disini, penulis mengadaptasinya dengan bebas, tanpa mengurangi hakikat puisi secara batin ataupun fisiknya.

Menurut yang penulis amati dan praktikkan, ada tiga daya yang membantu  mengembangkan wujud puisi: Entah itu dari peristiwa ke makna, atau dari  kata kata (kekuatan bahasa) yang dikonsentrasikan untuk  menjadi peristiwa dan makna tertentu. Dari kedua jalan itu puisi terwujud.

Tiga daya yang penulis maksud yaitu:

Pertama, Daya Ungkap. Umumnya puisi puisi yang berhasil secara komunal (pada komunitas tertentu) dan historis, fakta empris, adalah puisi yang berisi daya ungkap yang kuat dan tajam serta kontekstual terhadap kondisi zamannya. Itu yang diresapi  Chairil setelah jemu" dan lirisme yang klasik-monoton, tanda gugah dan daya ungkap metafor yang baru. Kekayaan Sapardi, juga dalam hal ini, membangun citra puisi yang khas.

Kedua, Daya Pikat:
Ini semacam hirarki dari poin pertama, walau tidak persis berkaitan. Bagian ini tergantung pada sifat kebaruan, kreativitas dalam membangun struktur dan perspektif terhadap sesuatu. Misalnya, sungai. bisa diekspresikan secara impresionis ataupun ekspresionis, atau bahkan dengan ikatan diksi yang relatif bebas dengan narasi lepas untuk maksud tertentu. Disini dipertimbangan tidak hanya diksi, tapi irama, permainan antarkata, ironi, atau hal lain yang membangun "kejut" di benak khalayak.

Ketiga, Daya Jelajah:
Bagian ini melanjutkan kerja kreativitas dan inovasi dan teknik baru dalam menyajikan puisi. Baik secara radikal ataupun secara konseptual (sejalan dengan norma puisi). Apa yang dilakukan Malna, misalnya, tidak memiliki ruang normatif yang bebas sebagaimana puisi puisi Malna. Sehingga walaupun Malna dianggap sebagai penyair besar, senior, tapi belum bisa menjadi warna seperti Chairil, Tardji atau Sapardi dan lainnya, itu menurut Jokpin pada satu ulasan tentangnya.

Namun, penyair mesti selalu memberi ruang bagi dirinya untuk terus belajar dan bereksperimen. Agar fungsinya untuk menghidupkan bahasa berjalan dan tugas sosialnyapun bisa dia emban.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun