Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hukum

PT KBN Diduga Jadi Bancaan Korupsi, KPK Diminta Tetapkan HM. Sattar Taba Tersangka

14 Agustus 2019   13:03 Diperbarui: 14 Agustus 2019   13:12 440 0
Sebelumnya, Sattar Taba Direktur Utama PT KBN, dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan penggelapan uang Rp7,7 miliar terkait proyek pembangunan Pelabuhan Marunda dengan Nomor Laporan Polisi LP/2410/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 2 Mei 2018.

"Kasusnya masih mengambang begitu saja dan hingga kini KPK belum menangkap Sattar Taba Direktur PT KBN, padahal jelas ada unsur kerugian negera yang cukup besar," terang Immanuel Ebenezer Ketua Umum Relawan Jokowi Mania Nusantara (Joman) dalam keterangan persnya, Selasa (14/08/2019).

Kata Immanuel. kabarnya penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya telah mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor SP.Dik/ 3712/ VIII/2018/ Ditreskrimum Polda Metro Jaya tanggal 13 Agustus 2018 lalu. Surat ini ditembuskan kepada dua terlapor, yakni Sattar Taba dan Direktur Keuangan Karya Citra Nusantara (KCN) Ahmad Khusyairi.

"Kasus ini sudah berjalan pada tahap penyidikan, akan tetapi tidak jelas dan mengambang begitu saja. Rumor yang muncul Sattar Taba dibekingi oleh elit penjaga kekuasaan. Faktor ini membuat KPK belum juga melakukan tindakan berani terhadap Sattar Taba," ujar Immanuel.

Selain itu kata Immanuel, HM. Sattar Taba sudah juga dilaporkan ke KPK. Dua laporan itu, yakni dugaan penyalahgunaan wewenang dan korupsi dana sebesar Rp 7,7 miliar milik PT Karya Citra Nusantara (KCN), dengan terlapor Akhmad Khusairi, Direktur Keuangan PT KCN dan M Sattar Taba Dirut PT KBN tertanggal 21 Februari 2019. Serta laporan tentang dugaan suap dan gratifikasi serta korupsi biaya hukum PT KBN sebesar Rp 33,87 miliar tertanggal 22 Maret 2019.

"Terkait laporan dugaan suap dan gratifikasi serta korupsi biaya hukum PT KBN, para terlapor disinyalir mempengaruhi Penetapan Putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam sengketa kepemilikan saham PT KCN dengan terlapor Indra Hamzah selaku Pelaksana Biro Hukum PT KBN dan M Sattar Taba, Dirut PT KBN)," terangnya.

Sebenarnya kata Immanuel, kasus laporan dugaan korupsi Rp 7,7 miliar dana PT KCN merupakan kasus yang sederhana. Para pelapor selama ini mengaku turut menyertakan bukti-bukti pendukung dan melibatkan ASN serta sangat jelas unsur korupsinya saat diperiksa KPK.

Untuk itu, Immanuel menyakini KPK tak sulit dalam mengusut kasus ini. Namun, pihak KPK baru bisa menindaklanjuti kasus ini jika ada SP-3 dari Pihak Polda Metro Jaya. Padahal, substansi perkara kasus dugaan korupsi yang dilaporkan pihaknya ke KPK berbeda dengan kasus penipuan dan penggelapan yang ditangani Ditreskrimum, meskipun obyek perkaranya sama.

"Dalam laporan ke KPK ada bukti PT KCN mengeluarkan 11 cek senilai Rp 7,7 miliar untuk kegiatan pekerjaan fiktif. Hal ini menjadi pintu pemeriksaan dugaan modus yang digunakan untuk membobol dana PT KCN. KPK bisa melalui ini, " katanya.

Selain itu, kata Immauel dalam laporan masyarakat ke KPK terungkap sejumlah kejanggalan dalam kasus ini. Salah satunya terkait penerbitan sejumlah cek yang hanya ditandatangani sepihak, yaitu oleh Direktur Keuangan PT KCN, Akhmad Khusairi. Padahal menurut peraturan, cek seharusnya ditandatangani oleh Direktur Keuangan dan Dirut PT. KCN. Selanjutnya juga adanya kejanggalan penarikan dana dari bank yang dilakukan sebelum cek itu diterbitkan, serta dugaan seluruh dana hasil penarikan cek diserahkan kepada HM Sattar Taba.

"Kami mendesak KPK untuk memeriksa kasus ini lebih mendalam lagi dan segera menetapkan H.M Sattar Taba dan Akhmad Khusairi sebagai tersangka, karena dalam kasus ini ada unsur dugaan penggelapan dan penyuapan," tandas Immanuel.

Tidak hanya itu, Joman mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa Direktur Utama PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), HM. Sattar Taba terkait temuan 20 kasus dugaan korupsi di PT KBN dalam kurun waktu 2014-2016.

Immanuel menjelaskan dalam laporan masyarakat 11 Juli 2019 ke KPK, diduga ada potensi kerugian negara sebesar Rp 64,1 Miliyar. Contohnya, kasus dugaan korupsi di PT KBN tersebutyaitu adalah terkait kerjasama sewa tanah antara PT KBN dan dua investor PT Sion dan PT Karya Teknik Persindo yang diduga harga sewanya dimurahkan. Akibatnya, ada potensi kerugian negara sebesar Rp4.235.153.520.

Selain itu kata Immanuel, ada juga dalam proyek penggunaan lahan depo oleh PT Kharisma Astra Nusantara seluas 23.000m, ternyata tidak dibuatkan Surat Perjanjian sewa menyewa. Tercatat, sejak Desember 2013 s.d. Pemeriksaan SPI 22 Juni 2015 baru melakukan angsuran pembayaran sebesar Rp5.385.000.000.

Menurut Immanuel, banyak modus yang ditemukan dalam kasus proyek PT KBN. Salah satunya adanya dugaan dengan cara memainkan perjanjian kontrak kerja. Bahkan katanya, oknum PT KBN tidak segan-segan melakukan wanprestasi dalam menjalankan perjanjian kontrak demi tujuan tertentu.

Relawan Joman menduga modus ini juga dilakukan dalam kasus PT KBN dengan PT Karya Citra Nusantara (KCN) terkait masalah pengelolaan Pelabuhan Marunda. Hal ini kata Immanuel, terlihat dari Addendum Kontrak yang sampai terjadi tiga kali dan hingga saat ini masih berlarut-larut. Bahkan kasus ini terlihat janggal dengan dimenangkannya PT KBN oleh Hakim/Majelis Hakim pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Relawan Joman mendesak KPK dalam dugaan 20 kasus dugaan korupsi di PT KBN harus diaudit dan diinvestigasi lebih lanjut. Bahkan, pihaknya mendorong KPK untuk memeriksa dan mengaudit harta kekayaannya Direktur PT KBN dan jajarannya. Tak hanya ini Joman juga meminta KPK untuk memeriksa hakim, 3 dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan 3 hakim lainnya dari Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, yang memutuskan perkara PT KBN dengan PT KCN.

"Saya berharap kasus ini jangan mandek lagi dan berlarut-larut, KPK harus bekerja cepat seperti mengungkap kasus korupsi di BUMN lainnya." pungkas Immanuel. (red)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun