Lain halnya dengan aplikasi ini. Murid cukup mengetikkan perintah dengan cermat maka aplikasi akan segera memberikan jawabannya. Contoh misalnya, ingin mengetahui profil Menteri Nadien Makarim. Ketikkan pada kolom chat, maka aplikasi akan memberikan jawabannya. Hebat, bukan?
Apa nama aplikasi itu? Nama aplikai tersebut adalah ChatGPT. Anda dapat menemukannya di https://chat.openai.com/. Aplikasi berbasis Artificial Intelligence ini sangat cerdas. Ia mampu menjawab berbagai persoalan yang sering ditanyakan guru. Wow, meresahkan, ya? Bahkan, menurut berita Kompas, aplikasi ini dilarang digunakan di sekolah-sekolah di New York.
Pejabat kementerian pendidikan di New York, sebagaimana dilansir Kompas, aplikasi besutan OpenAI ini tidak membangun keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah. Iya juga, ya? Jangan-jangan, anak-anak tidak lagi berpikir untuk menjawab soal-soal. Sementara, soa-soal yang diajukan guru adalah dalam rangka melatih simpul-simpul syaraf kecerdasan dan keterampilan berpikir kritis mereka. Jawaban yang diberikan mendeskripsikan tingkat kompetensi murid terhadap materi yang diberikan. Apabila soal-soal yang diberikan dicarikan jawabannya pada aplikasi ini, murid hanya menyalin saja.
Meskipun meresahkan, kemajuan teknologi merupakan keniscayaan. Oleh karena itu, tidak mungkin membendungnya dengan aksi demo atau tebaran pernyataan keprihatinan. Oleh karena itu, diperlukan strategi guru untuk mengatasi hal itu.