Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Kisah Perjuangan Mengajar Guru di Masa Pandemi

10 Oktober 2021   14:10 Diperbarui: 10 Oktober 2021   14:20 411 2
GURU itu sedang duduk di pelataran sekolah. Tatapannya kosong. Sendiri. Ia melihat lingkungan sekolah tidak seramai biasanya. Lapangan upacara mulai di tumbuhi rumput seukuran mata kaki. Tapi setiap bulan tetap dibersihkan. Di potong, lalu di tatap dengan rapi. Ruang-ruang kelas sudah tak berpenghuni lagi. Tidak ada teriakan siswa yang berlarian karena di kejar temannya. Tidak ada lagi siswa yang kumpul sambil membahas mata pelajaran di bawah pohon. Tidak ada siswa yang bisa ditegurnya karena bajunya belum lah rapi. Semua tersapu waktu.

Guru itu masih sendiri. Sekira tiga puluh menitan dia duduk. Entah apa yang menggelayut di pikirannya. Entah apa yang ingin dikatakannya pada suasana yang tampak sepi. Sekolah tempatnya menghamparkan Ilmu pengetahuan, kini seolah tak bertuan. Siswa yang biasa mendengarkan penjelasannya saat di depan kelas, sudah tak mudah ditemuinya lagi. Mereka di liburkan entah kapan akan berakhir. Kebijakan  itu telah menghentikan semua sisi kenormalan lembaga pendidikan.
Guru itu tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanyalah seorang pendidik yang setia membantu siswanya dalam menemukan potensi terdalam pada dirinya. Pengabdiannya serupa mata air yang tak pernah berhenti mengalir dan membasahi dahaga Ilmu pengetahuan pada siswanya. Dia mencintai profesinya. Tidak sedikit siswanya yang sudah mencapai tangga kesuksesan karena jasanya tak lekang waktu. Ada yang datang mengucapkan kata terima kasih. Tapi tak sedikit pula hilang bersama lajunya waktu.
Guru itu nampak sedih. Sedih bukan karena gajian yang belum di bayar. Bukan pula karena kebijakan. Apa lagi karena tidak diberi porsi jam mengajar yang lebih, agar honornya bisa bertambah. Dia bersedih, karena  tidak bisa lagi mengajar seperti biasanya. Dia hanya terhubung dengan siswanya lewat via group WhatsApp. Sebuah aplikasi yang bisa mempertemukan banyak orang.

Dengan aplikasi itu, rindunya kepada siswanya bisa sedikit terobati. Diberikannya tugas lewat aplikasi itu, agar siswanya bisa mengerjakan di rumahnya masing-masing. Tugas yang diberikan tidaklah terlalu rumit. Siswanya bisa menceritakan kondisi dan pengalamannya yang disesuaikan dengan kompetensi dasar (KD) di kurikulum. Kondisi ini, akibat ulah virus yang bernama corona. Corona seolah merampas tawa dan keceriaan guru dan siswa di sekolah.

Dan benar saja, Covid-19 sebutan lain dari corona merupakan salah satu bencana besar yang menimpa umat manusia saat ini. Bagaimana tidak, semua sektor kehidupan manusia merasakan dampak yang cukup serius karena terjangan virus yang pertama kali datang dari negeri tirai bambu itu. Jutaan manusia di  berbagai belahan dunia meninggal karena keganasannya. Ia datang serupa tsunami, dihempasnya semua yang dilaluinya. Dia tidak mengenal pejabat, status sosial, bahkan batas negara.

Semua pejabat linglung. Pengamat sibuk menganalisis, dan sebagian yang lain sibuk mengkritisi. Sementara petugas kesehatan menyabung nyawa untuk menyelamatkan mereka yang sudah terpapar. Berbagai upaya dan cara terus dilakukan demi menghalau virus. Sosialisasi terus dimasifkan agar masyarakat patuh pada aturan. Masyarakat di minta, untuk sering mencuci tangan, tidak berkerumun dan mengenakan masker dimana pun dan kapan pun.

Salah satu elemen yang terdampak karena penyebaran Covid-19 adalah dunia pendidikan. Dunia pendidikan merupakan elemen penting bagi negara mana pun. Elemen ini harus terus berjalan walau dengan cara apa pun. Sebab, jika tidak, maka bisa berakibat fatal bagi sebuah bangsa. Karena ini menyangkut generasi penerus dan kelanjutan bangsa itu sendiri.

Tapi negeri ini, tidak kehabisan orang-orang hebat. Berhati malaikat. Memiliki tanggung jawab yang tidak bisa diragukan lagi. Punya rasa welas asih kepada sesama. Mencintai profesi yang tak lekang waktu. Mereka adalah benteng terdepan dalam merawat generasi. Mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa lelah, sehingga wajar di masa lalu digelari pahlawan tanpa tanda jasa.

Bagaimana tidak, seperti guru itu. Di tengah gelombang virus corona yang semakin hari memakan korban. Dirinya masih mendidik siswanya walau hanya terhubung dengan aplikasi WhatsApp. Itu dilakukannya demi memastikan bahwa siswanya harus tetap mendapatkan suplai materi. Proses mencerdaskan generasi tidak boleh berhenti walaupun di masa sulit.

Segala cara dan daya terus diupayakan agar lembaga pendidikan tetap mencetak generasi yang membawa harum negeri ini. Biarkan garuda tetap mengepakkan sayapnya hingga ke langit ke tujuh. Mengangkasa lalu memberi kabar pada dunia, bahwa Indonesia tetap ada dan tegar dalam situasi apa pun.

Indonesia memiliki guru-guru hebat dalam mencetak generasi bangsa. Beban mereka di masa pandemi memang cukuplah besar, tapi rasa tanggung jawab sebagai pendidik tidak perlu diragukan lagi. Mereka tetap menjalankan tugas dengan professional. Taat dan patuh pada kebijakan pemerintah, terlebih di situasi sulit seperti ini. Situasi yang mengharuskan untuk tetap mengajar walau dengan cara yang tidak biasa. Guru di dorong untuk melek teknologi agar proses mencerdaskan generasi jangan sampai tersendat, apa lagi tidak jalan.

Guru itu terlihat mengetik di smartphone-Nya. Nampaknya dia sedang memanfaatkan jaringan internet di sekolah untuk mengirimkan tugas kepada siswanya. Tugas itu di kirimnya via group WhatsApp. Satu kelas, satu group. Ini untuk mempermudah dirinya, baik pada saat mengirim tugas agar lebih terarah, maupun pada saat melakukan pemeriksaan hasil kerja siswanya. Di butuhkan waktu beberapa hari, tugas-tugas itu terkumpul. Ada yang lebih awal, tidak sedikit pula mengirimkan hingga di masa injuri time. Tak apa. Karena ada saja kendala yang sering menghantui siswa kala mengirimkan tugas. Selain kouta yang sekarat, juga karena persoalan jaringan yang timbul tenggelam.

Proses mengajar seperti ini mendorong pemerintah mengirimkan bantuan kouta kepada guru dan siswa di sekolah-sekolah. Dan kebijakan ini cukup membantu. Pasalnya tidak semua memiliki ketersediaan kouta yang cukup untuk memperlancar proses belajar mengajar ala daring.Tidak hanya menimpa siswa, guru pun harus memutar otak untuk mencari cara agar tugas bisa sampai di smartphone siswanya.

Seperti guru itu. Dia harus datang dan memanfaatkan jaringan sekolah tempatnya mengabdi. Jika dulu dia langsung datang dan masuk ke kelas. Menyapa, menegur siswanya kala memulai pembelajaran. Di awali dengan doa, lalu menyampaikan tujuan pembelajaran. Tapi kini, itu tidak dilakukannya lagi. Corona, virus dari  antah berantah itu seolah merampas semuanya. Namun ketegaran sebagai pendidik yang terus memberikan keyakinan telah menempanya untuk bertahan. Karena badai pasti berlalu. Akan pergi serupa pergantian masa. Masa sulit pasti akan ditelan waktu. Kenormalan dunia pendidikan pasti kembali menyambut.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun