Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Saya dan Bapak Mempunyai Profesi yang Sama

27 Oktober 2020   16:48 Diperbarui: 27 Oktober 2020   17:33 163 35
Suka Menulis Biografi

Ya, saya adalah anak  berusia 11 tahun yang masih duduk di bangku kelas 5 SD itu. Saya suka menulis buku biografi. Menulis Biografi di buku agenda pribadi dan menyuruh semua temannya untuk menulis biografinya di buku agenda tersebut.

Demikian juga anak-anak yang lain. Saling bertukar buku agenda untuk diisi biografi oleh semua teman-teman sekolah. Biografi tersebut berisi tentang nama, tanggal lahir, kelas, hobby, cita-cita, kesan dan pesan, dan motto. Tidak lupa selalu ada tanda tangan di bagian bawah biografi.

Setiap menulis biografi, tentang cita-cita, saya selalu menulis "Ingin menjadi Guru Agama". Padahal seingat saya pada waktu itu, saya belum faham apa dan bagaimana profesi sebagai Guru Agama itu. Jadi geli sendiri mengingat hal tersebut.

Perjalanan sekolah saya

Apakah karena Bapak saya berprofesi sebagai Guru Agama lalu saya ikut-ikutan jejak beliau, entahlah saya nggak tahu apa sebabnya. Yang jelas, saya hanya mengikuti alur saja. Sekolah mulai dari SD sampai perguruan tinggi kebetulan juga di jurusan yang linier dengan cita-cita saya tersebut.

Jenjang SD saya sekolah di Madrasah Ibtidaiyah, jenjang SMP saya melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah, jenjang SMA saya melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama, jenjang S1-nya saya melanjutkan ke Institut Agama Islam juga jurusan Pendidikan Agama. Linier kan dengan cita-cita saya sejak kecil.

Proses sekolah saya pun Alhamdulillah hampir tak ada hambatan yang berarti. Lulus sesuai dengan jatah waktu, tidak pakai tinggal kelas dan tidak molor.

Saya memilih profesi yang sama dengan profesi Bapak

Walaupun tentang profesi yang sekarang saya geluti, saya harus berjuang beberapa kali ikut tes seleksi namun pada akhirnya saya dinyatakan lolos dan saya berprofesi sebagai Guru Agama sesuai dengan cita-cita saya sejak kecil.

Apakah ini keinginan Bapak saya dan di setiap doanya selalu terselip nama saya, saya juga tidak tahu. Yang jelas orang tua mana yang tidak mendoakan hal yang baik-baik buat anak-anaknya. Pastilah semua orang tua punya keinginan agar anak-anak mempunyai masa depan yang baik, bisa tercapai cita-citanya.

Saya  empat bersaudara. Saya adalah bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarga. Dari ke-empat bersaudara tersebut sebenarnya diberi hak yang sama untuk menerima pendidikan. Namun karena ada beberapa kendala, ke-tiga kakak saya gagal menyelesaikan kuliah. Saya satu-satunya yang berhasil menyelesaikan kuliah.

Bahagia melihat Bapak bangga dengan saya

Mungkin karena saya satu-satunya yang berhasil menempuh pendidikan sampai sarjana, Bapak saya berpikiran sayalah yang bisa meneruskan profesi beliau sebagai Guru Agama.

Yang jelas, saya merasa senang sekaligus bahagia, saat beberapa hari sebelum ajalnya, mendengar secara langsung, Bapak saya dengan begitu bangganya menceritakan kepada sesama pasien yang dirawat di RS, kebetulan satu kamar dengan Bapak saya. Bapak saya mengatakan,  saya adalah salah satu dari anaknya yang telah sukses.

Meskipun saya tahu, bahwa kesuksesan seseorang itu tidak diukur dari profesi ataupun perolehan materi. Setiap orang mempunyai kriteria kesuksesan sendiri. Kesuksesan seseorang yang bisa mengukur adalah dirinya sendiri.

Namun kesuksesan bagi Bapak saya mungkin mempunyai kriteria sendiri dan itu boleh-boleh saja. Setidaknya saya bahagia melihat Bapak saya bangga dengan saya. Yang bisa melanjutkan profesinya, mengabdi pada masyarakat untuk ikut mencerdaskan anak bangsa.

Bapak saya kini telah tiada meninggalkan saya dan keluarga. Saya akan terus mencintai dan menjalani profesi ini sampai berakhir masa tugas saya. Semoga Bapak tenang dan bahagia di sisiNya. Allahumaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu. Aamiin

Demikian sekelumit cerita tentang saya dan Bapak saya, semoga bermanfaat

Salam hangat

Siti Nazarotin
Blitar, 27 Oktober 2020

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun