Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana Pilihan

Novel | Maaf yang Tak Tersampaikan

4 Maret 2020   09:43 Diperbarui: 4 Maret 2020   09:59 175 1
Ayunindya Maharani, seorang gadis cantik yang cukup popoler di sekolahnya. Dengan bentuk tubuh yang body goals dan rambut hitamnya yang tergerai membuat semua gadis iri padanya dan para kaum adam ingin memilikinya.

Tidak hanya cantik, Ayu pun memiliki sikap yang sopan pada siapapun. Ia pun gadis yang pintar, tidak jarang ia mewakili sekolahnya untuk ikut lomba olimpiade hingga tingkat Nasional. Kedua orang tuanya berhasil membesarkan Ayu menjadi seorang yang pekerja keras dan tidak mudah menyerah. Hingga dalam melawan penyakitnya pun Ayu tak pernah menyerah begitu saja.

Namun siapa sangka, seorang primadona sekolah yang dianggap memiliki kehidupan yang sempurna, memiliki kisah yang sangat menyedihkan. Ia harus berjuang melawan penyakit yang menyerang tubuhnya, demi mempertahankan kehidupannya yang bisa dibilang sempurna karena memiliki orang tua, sahabat, dan kekasih yang begitu menyayangi dan mengasihinya.

Ini adalah sebuah kisah dari seorang wanita cantik yang akan membuka mata kita bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini..

***

Kedua kaki yang beralaskan sepatu converse berwarna hitam itu baru saja menginjakan kakinya di sebuah sekolah  ternama di Kota Kembang, SMAN 5 Bandung. Badan si pemilik kaki itu masih tetap diam di tempat dan matanya terus mengamati ke sekeliling berusaha terbiasa dengan sekolah barunya.

Kemudian ia mulai melangkah sambil terus melihat ke sekeliling dan berharap bertemu teman dari SMP yang sama. Namun sayang, hingga ia sampai ke kelasnya, ia tidak bertemu dengan teman yang ia kenal di sana.

Ayu sangat bahagia bisa bersekolah di sekolah ternama itu, namun ia harus berpisah dengan teman-temannya di Padalarang. Walaupun memang tidak terlalu jauh jarak antara Bandung-Padalarang, tapi ia akan sulit bertemu karena akan sangat sibuk nantinya, begitu pun teman-temannya.

***

Bel berbunyi

Senin pagi itu seluruh warga sekolah mengikuti kegiatan upacara di lapangan sekolah. Dan setelah upacara selesai, saatnya pembagian kelas. Ayu masuk kelas mipa, tepatnya X Mipa 5. Namun Ayu tidak merasa bahagia ataupun sedih, karena mau masuk kelas mana pun, tetap saja tidak ada teman yang ia kenal.

Langsung saja Ayu baris di barisan kelas barunya itu setelah masa ospek, sambil celengak-celinguk Ayu mencari teman yang bisa ia ajak ngobrol. Namun mulutnya sulit untuk memulai pembicaraan pada orang baru, ia hanya bisa tersenyum pada teman-teman barunya itu.

"Kamu gaada temen?" tiba-tiba saja terdengar suara seorang perempuan dari belakangnya
"Eh iya" jawab Ayu sambil tersenyum
"Dari SMP mana emang?" tanya perempuan itu
"Aku dari SMP 2 Padalarang, kamu dari mana?" tanya balik Ayu
"Aku dari SMP 1 Bandung" jawab seorang perempuan tadi yang kini berada di sampingnya
"Eh iya kenalin aku Alena" sambungnya
"Oh iya aku Ayunindya" jawab Ayu
"Sama aku terus ya aku juga sama gaada temen"
"Iya boleh ayo"
"Yu kita ke kelas Yu" ajak Alena
"Oh iya Yu len, Alena?" sambil bingung Ayu menjawab ajakan Alena
"Haha namaku Alena Devyna Putri, temen-temen SMP sih biasa manggil devy, tapi itu terserah kamu mau panggil apa" jawab Alena sambil terus tertawa
"Aku juga panggil kamu Devy aja ya"
"Boleh dong"

***

Sebelumnya, saat masa ospek, Ayu benar-benar tidak betah di sekolah barunya. Ia merasa tidak memiliki teman satu pun, bahkan hanya untuk sekedar ke kantin pun ia tidak ada teman. Masa ospeknya benar-benar tidak memiliki kesan yang indah, bahkan bisa di bilang buruk. Kedua orang tuanya sudah menawarkan Ayu untuk tetap di Padalarang, di sana ia akan tinggal bersama Neneknya, ia pindah ke Bandung karena Ayahnya pindah tugas. Namun Ayu tidak ingin merusak impiannya untuk bersekolah di sekolah ternama itu, impian yang sudah ia impikan sejak dulu.

Sekarang Aku sudah memiliki teman, Devy. Devy adalah anak yang humble, sepertinya sih mudah bergaul dengan siapapun, namun setelah berteman satu tahun dengannya, ternyata ia tidak se-humble itu. Ia hanya akrab dengan teman yang memang sepemikirian dengannya saja. Jadi pertemananku dengan Devy hanya bertahan satu tahun, kami memang masih satu kelas saat tahun kedua, namun kami jadi tidak sedekat saat tahun pertama. Berbeda denganku, sekarang Aku memiliki banyak teman di sekolah ini, ya memang di hari pertama sekolahku aku sangat pemalu sekali, namun sekarang Aku memiliki sahabat. Ya sahabat. Sahabat yang selalu Aku inginkan, sahabat yang mengerti sifat dan segala kekuranganku. Mereka adalah Gefira Sekar dan Sivia Lamri Nur Fadilah.

Kami bertiga, Aku, Gefira, dan Sivia, seringkali satu kelompok jika ada tugas kelompok di kelas. Kami pun memiliki ekstrakurikuler yang sama, yaitu di dibidang seni. Kami memilih eskul seni karena kami berfikir bahwa eskul adalah tempat kami refreshing dari pelajaran-pelajaran sekolah yang terkadang bisa membuat kami stres. Dengan seni, kami bisa sedikit melupakan masalah kami tentang tugas dari para guru yang kerap kali membuat kami kewalahan. Namun, kami tetap bisa mengerjakannya tapat waktu.

Sesekali kami bermain ke luar untuk refreshing di akhir pekan. Dan pada suatau hari, kami habis menonton sebuah film yang menceritakn kisah anak milenial, yang tentunya banyak diminati oranng-orang. Tidak hanya menonton film, kami pun bermain Time Zone, berfoto ria di sebuah tempat kotak kecil yang sering dikenal dengan sebutan Foto Box, dan tentunya setelah menghabisi energi hari itu, kami merngisi perut kami di salah satu restoran yang ada di mall itu.

"Sivia?" tiba-tiba saja terdengar suara seorang laki-laki memanggil nama Sivia
"Eh Ardito! Apa kabar kamu" jawab via sambil bangun dari duduknya dan menghampiri Dito
"Baik ya, kamu ngapain di sini?" janya Dito
"Ya biasa deh gini, cuci mata dari tugas tugas sekolah yang bisa buat stres hahaha" jawab Via
"Haduh dasar kamu ga berubah ya"
"Eh kamu ngapain To di sini? Sendiri aja?"
"Iya nih Aku janjian sama temen-temenku tapi mereka gajadi dateng karena ada suatu hal, kesel dong udah nyampe sini tiba-tiba gajadi" jawab Dito dengan nada kesal
"Aduh itu mah dikerjatin to, yaudah gabung aja sama aku dan temen-temenku, cuman bertiga ko" ajak Via
"Eh serius gapapa? Tapi aku kan gakenal sama temen kamu itu"
"Santai kali to, temen-temenku baik ko" sambil melihat ke arah tempat Aku dan Gefira duduk
Kami balas dengan senyuman dan lambaian tangan pada Dito dan Via

Akhirnya Aku dan Gefira berkenalan dengan temannya Sivia, Ardito Dewanta. Kami berempat saling bertukar cerita tentang masa SMP kami masing-masing dan membicarakan banyak hal. Ardito anaknya memang asik, ia juga mudah berbaur dengan kami, ia tidak malu untuk berbicara saat makan siang itu. Hingga kami lupa waktu. Adzan magrib sudah berkumandang, dan kami bergegas untuk pulang. Pada saat itu Aku tidak membawa sepeda motor karena dipakai oleh Ayahku, dan Gefira sudah pulang terlebih dahulu dijemput oleh pacaranya, Andrean.

"Yu, mau bareng Aku ga?" ajak Sivia
"Eh gaudah deh Ya, kita kan beda arah, nanti kamu kemaleman pulangnya" jawabku
"Ih terus kamu mau gimana pulangnya"
"Aku pesan Ojek Online saja Ya"
"Emm mau bareng denganku saja Yu?" ajak Dito
"Eh tidak udah To, aku pulang dengan mang Ojol saja"
"Ih udah Yu, ini udah malem, kamu pulang dianter Dito pokonya, To nitip Ayu ya, awas jangan sampe lecet sedikit pun" gurau Via
"Eh kamu kira aku barang" kesal Ayu
"Yaudah yu, naik"

Akhirnya Aku pulang diantar oleh Dito, dan selama di perjalanan pulang kami saling bertukar cerita tentang banyak hal, memang tidak ada habis-habisnya topik cerita kami dan membuat perjalanan pulang malam itu seru. Setelah sampai di depan gerbang rumahku,
"Sampe ketemu nanti lagi ya" dan Aku pun membalas "Terima kasih" dengan senyuman

Setelah hari itu, aku jadi sering bertemu dengan Ardito untuk bermain ke luar dan sesekali di rumahku untuk menonton film atau untuk membantu mengerjakan tugas-tugasku yang sulit ku pecahkan. Ia memang anak yang pandai, yang paling kusuka darinya ialah, ia memiliki dada yang bidang, dengan bentuk tubuh yang ideal. Ia juga memiliki paras yang cukup tampan, tidak heran banyak wanita yang menyukainya.

***

Semester pertamaku di tahun kedua berakhir. Aku dan kedua sahabatku berhasil menyelesaikan Ulangan Akhir Semester dengan nilai yang cukup memuaskan. Kami bertiga masuk sepuluh besar di kelas. Dan sekarang tiba saatnya Semester dua, dimana aku dan yang lain sibuk, begitupun Ardito yang lebih sibuk dari kami, karena ia harus mempersiapkan UN dan tugas lainnya. Ya, aku dan Ardito berbeda satu tahun. Karena kesibukan kami masing-masing, kami jadi jarang bertemu, namun aku mengerti akan hal itu. Aku hanya bisa berharap dan berdoa agar Dito dapat menyelesaikan tugas akhirnya dengan baik, dan UN nya lancara.

Akhirnya Dito lulus dengan nilai UN yang sangat memuaskan. Ia langsung datang ke rumahku dan memberi tahuku tentang nilainya, tak mau kalah, Aku pun menceritakan nilai yang ku dapat di Semester dua ini.
"Nilai rata-rataku 9, kamu kalah Yu! ejek Dito
"Ah 9 aja bangga, nilai rata-rataku nih 8! Ga sombong kan!" balasku
"Ya iyalah rata-rata 8 mau apa yang disombongin?" balas Dito sambil mengacak-ngacak rambur Ayu dan terus tertawa melihat ekspresi Ayu yang kesal karena rambutnya jadi berantakan
"Ih Dito!!" kesal Ayu sambil mencubit lengan Dito
Karena takut dibalas lagi oleh Dito, Aku pun berlari menjauh darinya dan Aku segera masuk ke dalam rumah dan mengejek Dito dari dalam lewat kaca rumahku
"Eh curang lah masa masuk ke dalem" ucap Dito
"Bodo amat wle" ejek Ayu
"Yasudah"

Akhirnya aku mengalah dan keluar sambil tertawa dan duduk di sebelah Dito yang sejak tadi diam di kursi depan rumahku.
"Edeh jadi pendiem gini gaasik" ucapku
"Ah taulah" jawab Dito singkat
"Maaf dong masa marah"
"Haha siapa juga yang marah wle"
"Ih ngeselin"
"Yu aku mau ngmong serius nih udah dong jangan balik kesel"
"Yaudah iya apa"
"Aku mau lanjut AKMIL Yu"
"Wah bagus dong mantap"
"Nanti kamu gimana"
"Hah gimana apanya"
"Ya kamu gimana nanti di sini sendiri dong aku pergi haha"
"Hilih ya aku enak lah gada kamu gada yang ganggu aku"
"Ih ko gitu sih"
"Haha ya enggalah, kalo kamu AKMIL ya aku dukung lah"
"Kamu mau nungguin Aku kan, tunggu Aku sampe Aku jadi Abdi Negara"
"Emm gimana ya To, kok kayanya malas banget gitu nungguin orang yang nyebelin kaya kamu. Mending nanti setelah lulus SMA aku kuliah, terus di tahun kedua aku cari cowo ganteng, mapan, baik ga kaya kamu"
"Oh yasudah"
"Hih udah nyebelin sosoan merajuk lagi"
"Bodo amat"
"Haha lucu deh! Tenang aja kali aku pasti nunggu kamu kok"
"Janji?"
"Ya! Aku janji To"

Sepulangnya Dito dari rumahku, tiba-tiba saja kepalaku terasa sangat berat dan pusing. Aku merasakan tubuhku melayang dan penglihatanku kabur lalu aku tidak ingat apa-apa lagi.
Setelah aku sadar, tiba-tiba saja aku mencium baru ruangan yang sangat aku benci, bau khas dari tempat itu, ya, Rumah Sakit. Ibuku bilang kemarin aku tiba-tiba pinsan dan keluargaku langsung membawaku ke Rumah Sakit dekat rumah
"Bu, kenapa ga langsung pulang aja?" tanyaku. Ibuku tiba-tiba saja menangis saatku melontarkan pertanyaan itu
"Bu..."
"Yang sabar ya sayang, nanti kamu pasti bakal pulang kok, kamu harus kuat"
"Kenapa bu kenapa ga sekarang? Aku sakit apa bu?" tanyaku lagi dengan suara sedikit membentak
"Kamu sakit kanker Yu, kata dokter ini sudah tidak bisa diobati lagi" jawab ibu dengan suara yang serak
"Gamungkin bu.."

Ibu langsung sontak memelukku dengan erat sambil mencoba menenangkanku dan menguatkanku untuk bisa menerima kenyataan ini. Ya tuhan, kupikir tubuhku baik-baik saja selama ini. Mengapa harus aku? Mengapa harus aku yang mengidam penyakit ini? Mengapa Tuhan mengapa?!
Dokter bilang umurku tidak akan lama lagi, mungkin tersisa empat bulan lagi. Bagaimana dengan teman-temanku, sahabatKu? Aku tidak ingin mereka tahu tentang hal ini, Aku meminta Ibu untuk merahasiakannya. Bagaimana dengan Dito? Bagaimana dia akan menerima seorang perempuan yang penyakitan sepertiku? Dengan rambut kepala yang mulai rontok dan kulit yang mulai keriput dan tubuhku yang semakin mengecil. Bagaimana dengan janji yang sudah aku ucapkan? Aku sudah berjanji pada Dito untuk menunggunya. Ibu bilang padaku bahwa Dito akan pulang bulan depan dan menjengukku ke Rumah Sakit, yang Dito tau aku hanya sakit biasa, sungguh tak tega aku berbohong kepadanya.
***

Sebulan kemudian...
Aku menghabiskan satu bulan di Rumah Sakit dengan berbagai macam pengobatan, sebenarnya aku benar-benar tersiksa dengan pengobatan ini karena harus memasukkan berkali-kali cairan ke dalam tubuhku, tentunya dengan jarum suntik. Tapi untuk hari ini Aku benar-benar bersemangat, ini hari yang ku tunggu-tunggu, Aku akan bertemu dengan Dito.

Saat pengobatanku sebelum bertemu Dito, tiba-tiba saja kepalaku terasa sakit yang begitu hebat, tiba-tiba saha tubuh ini seperti menolak cairan yang masuk. Sakitnya sungguh luar biasa Tuhan. Mengapa harus seperti ini? Ya Tuhan apa yang akan terjadi? Aku hanya mendengar suara dokter yang terus mencoba menyadarkanku dengan samar, dan yang paling membuat hatiku sakit adalah jeritan dan tanhisan Ibuku yang terus memanggil namaku sambil meneriaki "Bertahan sayang bertahan"

Ibu, Ayah, maafkan Ayu. Teman-teman tolong maafkan Aku. Dito, Aku ingin terus bertahan hingga kau datang, tapi tubuh ini sudah tak kuasa melawan penyakit yang terus menggerogoti tubuhku, kepalaku benar-benar teramat sangat sakit, maaf aku tidak bisa menepati janjiku, Aku pergi Dito, Aku pergi Bu, Yah, Gefira, Sivia, Aku pergi

Itu yang kuingat terakhir kali setelah rasa sakit yang teramat sangat sakit kurasakan. Dan setelahnya, aku tidak ingat apa-apa lagi. Aku tidak tahu bagaimana kabar Dito, kuharap ia bisa menemukan wanita yang lebih baik dariku dan bisa menemani hingga akhir hayatnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun