Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Perkenalan Tanpa Jabat Tangan

17 Juni 2011   21:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:25 377 0
Pada mulanya adalah muak, lalu pemberontakan.

* * *

Apa yang subversif tak melulu hadir dalam sarkasme yang berteriak atau molotov yang di lempar. Ia, lebih jauh, kerap kali hadir dalam sebuah lelucon. Di Indonesia, lakon subversif dengan jenaka menjadi deretan episode grup lawak legendaris Warkop DKI.

Jargon yang kerap kali hadir dalam akhir film mereka menyiratkan secara implisit hal subversif tersebut:"Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang"; sebuah tamparan keras terhadap sebuah rezim yang presidennya telah menjadi sebuah "institusi" tersendiri di negara ini. Lelucon dan tertawa adalah sebuah simbol lain tentang ketermenungan, ketika kita sadar bahwa harapan kian sempit, tentang impian yang ternyata makin mustahil atau tentang nihilsme yang marah.

Syahdan, sebuah "Negara" tercatat (pernah) memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 18 agustus 1995 di sebuah studio seni lukis, lantai dua Fakultas Seni Rupa dan Desain – Institut Teknologi Bandung (FSRD – ITB). Dan untuk menandai "proklamasi" tersebut--sebagaimana layaknya proklamasi di simbolisasi--di cipta sebuah lagu.

“Tetaplah semangat, jangan lupa makan. Bujuklah temanmu, kuasai dunia. Kuasai lingkungan, sebarkan ajaran. Dunia yang asyik, nakal wibawa. Jayalah selalu the Panasdalam, hebatlah pengikutnya. Jayalah selalu the Panasdalam, mantaplah penghuninya. Buatlah tetangga, ingin seperti kita, luwes lancar orsinil dan tahan lama. Buktikan pada dunia, siapakah kita. Jangan jadi the losser, tapi the winner.”

"Negara Kesatuan" yang luas wilayahnya ditentukan cukup dengan menderetkan beberapa buah penggaris itu, "Negara Kesatuan" yang, mengutip Kuntowijoyo: "meluas dalam ruang, melebar dalam waktu", dimana susah atau senang dirayakan dengan bersama-sama, akhirnya dengan musyawarah yang takzim dan mufakat erat, memilih Pidi Baiq sebagai "imam besar"-nya (dialah yang pada waktu itu berdiri diatas meja persegi empat dan membacakan teks proklamasi).

Ketika memproklamirkan "Negara"-nya, sang "imam besar" berseru:

“Mencintai sebuah negara yang bukan lagi menjadi milik bangsanya, tetapi sudah menjadi milik sebuah keluarga di Jakarta, adalah mencintai siapa yang menjadi pemiliknya. Dan apabila kita membencinya, ini celaka maka kita akan dengan begitu mudah dianggap sudah membenci siapa pemiliknya, lalu ditangkap, lalu kena skorsing.”

Lalu sebuah era pertama pun dimulai...

Pemilihan istilah "imam besar" yang mengacu kepada jabatan "kepala negara" sebenarnya sebuah konsekuensi logis, dimana Pidi Baiq, saat itu, dianggap sebagai seorang "haji mabrur". Dan apabila anggapan di masa lampau tersebut adalah doa, maka ia adalah doa yang mujarab, karena sekarang, pada detik ini, Pidi Baiq adalah haji dengan predikat mabrur sesungguhnya: rajin ibadah, beramal dan menolong sesama.

Dan yang terpenting: ia tak merasa perlu untuk mempertontonkan predikat tersebut dengan memakai gamis putih dan kepala yang berselempang sorban, janggut yang mengguntai atau dahi yang menghitam.

Selain menjadi seorang "imam besar", Pidi Baiq juga melakonkan profesi sebagai penulis (buku-bukunya antara lain adalah Seri Drunken: Drunken Mama, Drunken Molen, Drunken Marmut, Drunken Monster. Lalu yang ditulis bersama dengan Happy Salma: Hanya Salju Pisau Batu. Dan yang terakhir: Kitab Al Asbun), ia juga aktif mengajar di sebuah bimbingan belajar di Bandung dan ikut menjadi salah satu tim kreatif Padhyangan Project.

* * *

Empat tahun setelah berdiri, "Negara Kesatuan Republik The Panas Dalam" bergabung lagi ke negara Indonesia dan mengubah namanya menjadi "Daerah Istimewa The Panas Dalam". Perubahan yang terakhir terjadi pada tahun 2007, namun ternyata, karena ingin, nama tersebut berubah lagi menjadi "The Panas Dalam Kingdom", lalu terakhir “Kingdom of have fun”, hingga sekarang.

Selain menjadi "Negara", The Panas Dalam sendiri juga ikut aktif mendistorsi blantika industri musik yang kacau balau di Indonesia ini dengan menjadi sebuah band yang dapat dikatakan satu-satunya di dunia ini: sebuah band yang secara lantang mengakui bahwa dengan bermain musik, mereka ingin menunjukkan kelemahannya dalam bermusik. Meski demikian, The Panas Dalam berhasil menelurkan tiga buah album yang berjudul: Argumentum in AbsurdumOnly Ninja Can Stop Me Now dan Only Album Only Almarhum Ninja Can Stop My Tamborine.

Pilihan menjadi sebuah band adalah misi tersendiri bagi The Panas Dalam. "Misi kebudayaan", untuk mengutip sang "Imam Besar". "Misi kebudayaan" inilah yang sejatinya menjadi semangat para "penduduk" The Panas Dalam maupun sang "Imam Besar" sendiri: sebuah sikap ketidak-patuhan terhadap otoritas, terhadap industri maupun kesewenangan negara yang kerap kali hadir bak monster pencengkram kemerdekaan manusia sebagai individu yang merdeka.

Pada intinya, "misi kebudayaan" mereka adalah pembebasan. Sebuah tema utopian abad 18 jika kita tak menyimak betapa The Panas Dalam sesungguhnya hadir tidak dengan kemasan seperti para "pejuang" kebanyakan. Sebaliknya, dalam bermusik, The Panas Dalam seperti hadir dari ketiadaan dan hilang (juga) dalam ketiadaan.

Kini, setelah 16 tahun berselang, band The Panas Dalam berniat mengadakan konser untuk pertama kalinya di Yogyakarta. Rencana ini sebenarnya telah mencuat di kalangan "penduduk negara The Panas Dalam" sejak dua tahun lalu. Akan tetapi, karena aktifitas yang padat, dan masalah finansial yang mencekik, ide pun selalu urung terlaksana.

Akhirnya, dengan tekad sekeras baja dan semangat sebesar hulu ledak nuklir, apa yang mereka cita-citakan dua tahun lalu menjadi ter-realisasi. Tanggal 23 Juli 2011 esok The Panas Dalam akan menggelar konser mereka di Taman Budaya Yogyakarta. Adapun alasan yang melatarbelakangi mengapa tanggal tersebut yang dipilih tidaklah ada. Mari kita bilang itu takdir.

Dengan ini, dengan sedikit "perkenalan" lewat catatan ini, maka kami, Negara Kesatuan Republik The Panas Dalam, akan berupaya meramaikan Yogyakarta dengan konser yang berjudul:"Absurdrenaline Whyogyakarto". Begitu banyak terimakasih yang meluap untuk para teman-teman di Yogya, yang akan memakan waktu berjuta-juta menit jika disebutkan satu per satu. Akan lebih baik jika catatan ini kami sudahi dengan menuliskan:

M A T U R  N U W U N  S A N G E D , W A R G A  N G A Y O G Y A K A R T O  ! ! !

* * *

Pada mulanya adalah muak, lalu pemberontakan. Dan lelucon. Maka bukankah pemeo populer itu benar, bahwa tertawa itu sehat?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun